tuanmudalee

Tiga bulan sudah mereka lewati untuk menjalani hubungan sembunyi-sembunyi ini. Heaven rindu diantar-jemput, rindu ketika ia selalu dijadikan prioritas, dan rindu ketika Farrel dengan sepenuh hati memusatkan perhatian hanya padanya.

Apa dayanya sekarang tak lagi sama. Farrel mengingkari ucapannya soal “peraturan” yang katanya tak akan ia sangkut-pautkan di dalam hubungan sembunyi-sembunyi ini.

Maka, ketika Farrel mengajaknya pulang bersama. Heaven bahagia bukan main. Setelah 3 bulan baru bisa pulang bersama ya?

“Hai,” sapa Farrel ketika Heaven memasuki mobilnya.

Saat Farrel hendak memasangkan seat belt—seperti yang ia lakukan biasanya, tangannya ditepis pelan oleh yang lebih muda. “Aku bisa sendiri kok, makasih yaa.” katanya. Farrel awalnya memasang raut muka bingung, tapi akhirnya ia hanya mengangkat bahunya. Mobilnya pun ia jalankan.

Tak ada pembicaraan sama sekali padahal sudah terhitung 3 kali lampu merah.

“Ven?”

“Gie.”

“Kamu dulu aja,”

“Coat cokelatmu mana?” tanya Heaven tepat pada titik sasarnya.

Farrel menghela nafas.

“Kenapa malah sighing gitu?” tanya Heaven terkekeh.

“Kok diem? Gak mau ngomong nih ceritanya?” tanya Heaven lagi karena Farrel tak kunjung menjawab pertanyaannya.

“Udah deket sama apart. Ngobrolnya nanti aja ya? Aku capek bangettt.” balas Farrel tanpa beban mengalihkan pembicaraan mereka.

Heaven terkekeh tidak percaya.

“Selesai aja ya backstreetnya?” pinta Heaven.

Karena sudah memasuki area apartemen dan Farrel sedang sibuk dengan entrance card serta mencari parkir di basement, ia tak kunjung menjawab pinta sekaligus pertanyaan yang Heaven lontarkan.

Saat sudah menemukan parkir yang tepat dan mematikan mesin mobilnya, Farrel membuka seat beltnya kemudian menatap Heaven.

Hanya mentap saja, tak ada satu kata pun yang keluar dari ranumnya.

“Atau kamu mau selesai hubungannya juga gak apa-apa.” ucap Heaven kemudian keluar dari mobil lebih dulu.

Isi pikirannya sudah tak karuan. Ia sudah lelah karena pekerjaan, ditambah berita malam tak jelas yang beredar di base kampus soal coat milik kekasihnya.

“Ven!”

“Heaven berhenti!”

Pintanya tak dihiraukan, maka Farrel tanpa henti mengejar yang lebih muda. Heaven jalan begitu cepat, bahkan ketika menaiki lift, Heaven tak menunggu Farrel untuk masuk lebih dulu. Ia sudah terlampau lelah bukan main. Dari pada ucapannya semakin tak terkontrol, lebih baik ia tak melihat wajah Farrel. Setidaknya untuk malam ini.

“Ven, dengerin aku.” pinta Farrel sesaat setelah memasuki unit apartemennya.

“Aku tidur di sofa malem ini.” ucap Heaven. Tanpa ada kata yang keluar dari mulutnya lagi, ia beranjak untuk membersihkan diri dan mendiamkan Farrel yang masih setia terpaku di depan pintu.

Jarum jam terus berdentum menemani kesunyian apartment Farrel tanpa kehadiran sang matahari, Heaven. Hingga tibalah jarum jam berhenti pada angka 9, waktunya Farrel menjemput mataharinya yang sedari pagi menyibukkan diri dengan kesibukan di kampus.

“Gue di depan gedung fakultas”

Itu pesan yang Farrel kirimkan saat ia sudah sampai tujuan.

“Hah?” balas Heaven dari seberang sana.

“Kok boleh parkir disitu?”

Pesan masuk lagi di handphone Farrel.

“Pak Darto gue sogok”

“Anjing”

“Gue udah deket”

Setelah mendapat pesan itu, Farrel menutup handphonenya kemudian mengedar pandang dari dalam mobilnya. Mencari dari mana arah Heaven akan muncul.

Saat melihat Heaven hampir dekat dengan posisi mobilnya terparkir, Farrel dengan cepat keluar dan mengitari mobil. Membukakan pintu mobil untuk yang lebih muda.

Sekali lagi, membukakan pintu mobil untuk yang lebih muda.

Heaven yang berjalan semakin dekat hanya bisa memasang wajah kikuk.

Saat sampai di depan Farrel Heaven bertanya, “Apaan sihh?” sambil terkekeh salah tingkah.

Masuk atau gue cium.

Heaven sudah tak kaget lagi dengan penuturan Farrel yang suka melantur itu. Maka dengan perlahan ia menaruh tas bawaannya ke kursi belakang dan mendudukkan diri di kursi sebelah kemudi.

Farrel tersenyum.

Udah nih. Mau sampe kapan lu disitu?” katanya kemudian Farrel langsung menutup pintu mobil dan kembali ke posisinya.

Kini mereka sudah keluar dari area kampus. Sambil mengutak-atik handphonenya, Heaven tiba-tiba bertanya.

Tumben bawa mobil?”

Karena hendak melintasi perempatan, Farrel lebih dulu memfokuskan pandangannya ke spion mobil.

Setelah melewati perempatan, Farrel baru merespon. “Biasanya kan juga bawa mobil, By.” katanya.

Lu suka Justin kan?” tanya Heaven berusaha menghilangkan atmosfir sunyi di dalam mobil.

Farrel hanya balas dengan anggukan.

Gue sambungin spotify ke sini ya?” tanya Heaven lagi, sambil menunjuk speaker mobil Farrel.

Iya, Sayaanggg.” balasnya namun tetap fokus dengan jalanan.

Gue lagi suka dengerin lagu ini.” ucap Heaven kemudian tak lama dari itu, lagu Hard 2 Face Reality milik Poo Bear ft Justin Bieber & Jay Eletronica merasuki gendang telinga.

Farrel tersenyum kecil.

Masih hendak menahan segala peluk, cium, berbagai afeksi yang ingin ia berikan pada Heaven saat ini. Mengingat keduanya masih berada di jalanan yang ramai, yang dimana dapat membahayakan keduanya bila Farrel melakukan itu sekarang.

Mengetahui sudah memasuki jalan dengan arus lancar dan tak terlalu ramai, Farrel mengarahkan tangannya ke depan Heaven.

Lagu yang terputar masih sama. Maka sambil mengikuti irama lagu, Heaven lagi-lagi kikuk. “Huh?

Siniin tanganmu.” perintah Farrel.

Heaven pun dengan ragu-ragu mengulurkan tangannya kemudian menaruhnya di atas uluran tangan Farrel. Tangan mungilnya tenggelam di antara tangan yang lebih besar dan berurat.

Dibawanya tangan Heaven untuk Farrel genggam sambil menyetir.

Gie, bahaya ah.” protes Heaven.

Semakin lo nolak semakin bahaya, Ven.

Heaven akhirnya diam.

Kemudian Farrel mengganti aksinya. Kini tangan mungil yang ada di genggamannya itu ia kecupi berkali-kali. Sambil tetap fokus pada jalanan di depannya, ia kecupi tangan mungil itu.

Augie..

Ini tujuan gue, Ven.” sela Farrel.

Gue bawa mobil supaya lo gak masuk angin. Gue gak mau lo sakit. Angin malem gak baik buat orang yang lagi kecapean. Dan soal pertanyaan lo di chat tadi—

Let's just forget about that, okay?” sela Heaven memasang raut wajah memohon.

Dengerin gue dulu ya? Mau?” tanya Farrel.

Setelah mendapat anggukan dari Heaven, Farrel mengarahkan mobilnya untuk ia bawa ke pinggir jalan. Hendak berhenti sejenak agar bisa berbicara dengan Heaven lebih leluasa.

Tanpa melepas genggaman tangannya, Farrel menatap Heaven lamat.

Gue bilang gini bukan berarti gue mau bikin lo down. Tapi gue cuma pengen bantu hilangin rasa penasaran yang mungkin bisa kapan aja menganggu dan menyiksa pikiran lo sendiri. Kalo lo ngerasa gue kelewatan ngomongnya, lo bilang ya?” ucap Farrel kemudian mengecup tangan mungil itu lagi.

Heaven pun mengangguk.

Rasanya punya figur papa yang ada di samping gue sedari kecil itu bahagianya bukan main. Gue bisa ngerasain apa aja yang mungkin gak bakal gue rasain ketika gue udah se-dewasa sekarang. And it's true. I feel it,

Mendengar penuturan singkat Farrel, kepala Heaven tertunduk.

Tapi gak punya figur papa yang ada sedari kita kecil bukan berarti kita gak bisa apa-apa, Heaven.” lanjut Farrel membuat kepala Heaven terangkat lagi.

Farrel menukik senyum, “Ada yang takdirnya tumbuh besar dengan orang tua yang lengkap, ada yang takdirnya tumbuh dengan cuma mama aja atau papa aja, atau bahkan ada yang takdirnya tumbuh tanpa kedua-duanya. Dan itu bukan suatu patokan buat menilai lemah atau gak nya seseorang. Sekarang gue tanya, apa yang bikin lo gak pernah nyerah bahkan sampe detik ini?” ucap Farrel.

Jujur gue gak tau. Yang selalu gue pegang cuma bayangan tentang Ayah yang mungkin bakal bangga liat gue disini gak pernah berhenti berjuang buat hidup gue dan adek-adek gue. Gue berkali-kali pengen nyerah, but I'm glad you're here. Selain karena Ayah, lu salah satu yang selalu ngeyakinin gue kalo semua bakal baik-baik aja selama gue berusaha.

Ditambah sekarang gue ketemu Ayah, yang gue kira udah gak ada selama belasan tahun. Ada sesuatu yang gue gak tau apa terus menyeruak di dalem gue, bikin gue seakan harus lebih maju dari pada gue yang sekarang. Semenjak gue ketemu Ayah.” tambahnya.

Farrel menukik senyum terbaiknya. Senyum yang selalu Heaven suka.

Kalo gitu, apa lagi yang masih mengusik pikiran lo?

Fakta tentang Ibu yang nyembunyiin semuanya, fakta tentang gue yang harus nerjang semuanya sendirian padahal seharusnya gue bisa lebih bebas kalo gue didampingi Ayah.

Farrel merapikan anak rambut Heaven ke belakang telinga pemiliknya. “Tapi lo pernah nyesel gak selama ini?” tanyanya.

Heaven reflek membalasnya dengan gelengan.

Gimana gue bisa mikir itu sedangkan gue mau gak mau harus menopang hidup 4 orang di pundak gue?

Kalo gitu berarti clear dong masalahnya? Ada dan tanpa Ayah lo bisa kan? Lo kuat kan?” ucap Farrel.

Heaven mengangguk.

Farrel merentangkan kedua tangannya. Siap menerima yang lebih mungil untuk berhambur dan bersandar pada dadanya sepenuhnya.

Sambil mendekatkan badannya ke pelukan Farrel, Heaven bergumam, “Lu emang paling bisa ya nenangin semua rasa penasaran yang bikin pikiran gue tersiksa?

Not really. I just do my best, I guess?” balas Farrel sambil tangannya masih setia mengusap punggung Heaven.

Lu pasti gak pernah sadar kalo pelukan lu ini..” sambil menunjuk dada Farrel dengan jari telunjuknya, “.. selalu bisa nenangin gue. Apapun masalah gue, sebesar apapun itu. Di berbagai kesempatan, yang gue butuh pasti pelukan lu.” ucapnya.

Farrel terkekeh.

Udah habis berapa lagu ya buat pelukan gini?” ledek Farrel karena Heaven tak kunjung melepas peluknya sedangkan lagu yang terdengar terus berputar.

Heaven hanya menggelengkan kepala dalam pelukan Farrel.

Don't ever think that reality is hard to face, karena kemana pun kita pergi, dimana pun kita ada, reality is always surrounding us. It's there. If we can't accept reality then we can't grow and to be better gonna be our next nightmare.

tw // family issues, divorced, and mentioning cheating.

Ketika Heaven meminta Farrel untuk menjalankan mobilnya, ia bersungguh-sungguh. Meski segala keabu-abuan dan ketakutan tengah menerkam zona nyamannya, tapi ia elak semuanya.

Rumah Ibu Heaven sudah bisa dipandang mata, sudah dekat sekali. Farrel kemudian menolehkan kepalanya dan mengambil tangan Heaven yang sibuk bergelut meremat ujung pakaiannya, “It's gonna be okay.” ucapnya kemudian mengecup tangan mungil itu.


Tok tok tok!

Seakan bukan pemilik rumah, Heaven mengetuk pintu itu 3x. kemudian dapat Farrel lihat tangannya gemetar.

Sembunyi di belakang gue.” katanya kemudian menarik Heaven ke belakangnya.

Tak lama setelah itu, pintu rumah terbuka. Menampilkan sosok yang selalu Heaven banggakan, Heaven sayangi, dan Heaven hormati. Ibunya.

Tanpa berucap sepatah kata pun, Ibu Heaven hanya membukakan pintu kemudian kembali acuh. Bahkan tanpa ada ucapan silakan masuk.

Merasa terlalu lama menunggu untuk dipersilakan masuk, Farrel masuk lebih dulu. Tanpa permisi. Awalnya lengan bajunya ditarik Heaven tapi kemudian Farrel meyakinkan Heaven sekali lagi, akhirnya keduanya pun masuk dan duduk di kursi yang ada di ruang tersebut.

Ibu-

Belum selesai bicara, ucapan Heaven disela.

Siapa ini?” tanyanya ketus.

Heaven terdiam.

Saya Farrel, Ibu. Pacarnya Heaven.” sahut Farrel sambil menjulurkan tangannya, hendak bersalaman dengan Ibu Heaven.

Namun bukannya membalas uluran tangan Farrel, Ibu Heaven justru tersenyum mirik dan berdecih, “Tidak tahu malu.” katanya. Sedangkan Farrel balas dengan kekehan pelan kemudian menurunkan tangannya. Kalo bukan gara-gara Heaven juga gue gak mau, batinnya.

Heaven yang awalnya terdiam kini kepalanya semakin tertunduk ke bawah. Ciut ia dibuat oleh Ibunya.

Dimana Ayahnya, Bu?” dengan berani Farrel buka suara.

Bertepatan dengan pertanyaan yang dilontarkan Farrel, terdengar suara sepeda motor dimatikan tepat di halaman rumah itu.

Permisi..” ucap Ayah Heaven sambil kepalanya mengintip pintu rumah yang terbuka lebar. Mata sang Ayah berbinar melihat anak sulungnya mendongak dengan tatap yang tak dapat ia percaya bahwa itu nyata.

Heaven beranjak dari duduknya kemudian mendekap Ayahnya erat.

Pra... sudah sebegini besarnya kamu, Nak..” kata Ayahnya.

Heaven menangis sejadinya dalam pelukan Ayahnya. Tak menyia-nyiakan sedikit pun waktu untuk meluapkan segala kerinduan yang sedari lama mengganggunya.

Heaven, salah. Maksudnya Pra. Pra, kangen banget sama Ayah. Pra kangen disayang sama Ayah.” ucapnya.

Duduk yuk? Kita bicarakan. Ayah nggak kemana-mana, Pra.

Kemudian Heaven menuruti Ayahnya.

Kini di ruangan itu sudah terduduk Ayah, Ibu, Heaven juga Farrel.

Mana anak-anakku yang lain?” tanya sang Ayah.

Ibu Heaven pun menatapnya sinis, “Saya titipkan ke rumah Budhenya. Tidak sudi mempertemukan anak saya dengan kamu.” katanya.

Ayah Heaven terkekeh, namun kekehannya dapat didengar oleh semua yang ada di ruangan itu.

Anakmu dengan selingkuhan-selingkuhanmu, maksudmu?” balas sang Ayah tanpa ragu.

Tatapan Ibu Heaven semakin berapi-api. Siap menerjang dan memerangi sang Ayah sekarang juga.

Heaven mendongak, Menatap sang Ibu nanar sambil menuntut penjelasan.

Bener kaya gitu, Ibu?” tanyanya.

Kamu percaya sama dia, Mas?

Heaven yang mendengar itu pun memberanikan diri menegakkan kembali pundaknya, menengadahkan kepalanya, siap dengan apapun yang akan keluar dari mulutnya.

Memang apa yang bikin Pra harus gak percaya sama Ayah? Coba Ibu sebut alasannya.

Ibu Heaven terpaku.

Heaven terkekeh tidak percaya setelah mengetahui reaksi Ibunya.

Pra gadang-gadang Ibu. Pra perlakuin Ibu kaya ratu. Semua uang Pra Pra kasih ke Ibu tapi ini kah yang Pra dapet? Ibu bohongin Pra, Bu?

Farrel sedari tadi masih bungkam. Membiarkan Heaven mengeluarkan seluruh isi kepalanya. Farrel berjanji dengan dirinya sendiri, ia akan angkat bicara jika Heaven tak lagi kuat dengan opininya.

Om, sebelumnya maaf saya menyela. Nama saya Farrel, Om. Saya pacarnya Heaven. Saya cuma kasih saran, tentu boleh dilakukan boleh ditolak. Menurut saya, supaya masalahnya gak terlalu berbelit-belit, Om bisa langsung ngomong soal itu gak ya? Kasihan Heaven, Om..” ucap Farrel menyita atensi tiga orang yang sedang bergelut dengan pikirannya masing-masing.

Sang Ayah tersenyum mendengar permintaan Farrel.

Saya turuti tapi Pra janji setelah ini Pra jangan sedih, deal?” balas sang Ayah sambil menatap Heaven.

Heaven mau tak mau mengangguk pasrah.

Ibumu-

Berhenti, Mahendra!” sela sang Ibu.

MAU SAMPE KAPAN, IBU???” sela Heaven juga. Nada bicaranya tak kalah tinggi.

Ssssttt. Hey. hey. Udah. Duduk dulu ya?” ucap Farrel menahan tangan Heaven. membuatnya kembali duduk, merangkul pundak sekaligus mengecup kepala yang lebih muda.

Farrel menoleh kemudian tatapannya dibalas oleh Ayah Heaven, Farrel pun mengangguk. Seakan mempersilakan Ayah Heaven untuk melanjutkan ucapannya.

Pra..

.. Ayah bahkan nggak pernah kecelakaan, apa lagi meninggal. Ayah selalu disini, cuma Ayah belum berani untuk menampakkan diri di depan anak-anak Ayah. Yang menguasai pikiran Ayah cuma kalimat-kalimat kutukan dari Ibumu yang membuat langkah Ayah seakan-akan dihalangi.

Sewaktu Pra dan Hera masih kecil, seumur anak TK. Ibumu selingkuh. Ibu jarang sekali pulang ke rumah. Hingga pada klimaksnya, Ibu pulang dengan perut yang sudah membesar. Lebih parahnya, itu terjadi hingga dua kali.

M-maksud Ayah..?” sela Heaven.

Iya. Hugo dan Haina itu bukan anak kandung Ayah.

Demi Tuhan, Ayah nggak pernah sekalipun selingkuh apalagi meninggalkan Pra, Adik-adikmu, dan Ibumu. Entah apa yang merasuki pikiran Ibumu sampai-sampai memutar fakta sehingga membuat Ayah dikucilkan, dibenci, bahkan dianggap sudah mati oleh darah daging Ayah sendiri.

Pra-

Maaf, Om, saya sela lagi. Berhenti ya, Om? Heaven hampir sesak, bahaya, Om, kalau dilanjutkan.” ucap Farrel.

Saya bukannya mau merebut hak Om dan Ibu sebagai orang tua Heaven. Tapi disini saya mau meluruskan. Ibu, mulai sekarang kalau ada apa-apa, butuh uang, hubungi saya..” ucapnya sambil menyerahkan potongan kertas dengan nomornya yang sudah tertera disana. “.. Jangan hubungi Heaven karena sejatinya Heaven statusnya masih anak Ibu dan Om, yang dimana seharusnya yang meminta uang itu Heaven. Apalagi dia masih kuliah sekarang. Heaven kuliah aja udah banyak pikiran, belum lagi ditambah mikirin keuangan keluarga dan sebagainya.

Saya ngomong gini bukan berarti saya sombong dan merasa kaya. Tapi saya mau bantu Om dan Ibu. Bantu Heaven juga. Jadi, Heaven gak perlu repot-repot kerja serabutan lagi.” tambahnya.

Tidak ada jawaban. Maka Farrel anggap semuanya selesai. Yang Farrel cari hanyalah kebeneran dari Ayahnya Heaven dan penawaran untuk Ibunya Heaven. Sisanya, ia hanya menuruti saja kemauan kesayangannya untuk bertemu sang Ayah.

Sayang, mau pulang sekarang?” tanya Farrel kemudian mendapat anggukan kecil dari Heaven.

Ibu, Om. Saya pamit.” ucap Farrel sambil menggandeng tangan Heaven.

Saya juga pamit pulang. Makasih, Ran. Salam buat anak-anak. Kalau kamu masih punya hati nurani, kamu nggak bakal tutup-tutupi lagi fakta soal saya—Ayahnya anak-anak, ini masih hidup.


Pembicaraan di ruangan itu terpaksa berhenti demi mementingkan kenyamanan bersama khususnya Heaven. Ibu Heaven bahkan tak lagi buka suara, yang mana semua yang diucapkan Ayahnya adalah benar adanya.

Kemudian Ayahnya, Heaven, dan Farrel kini berjalan keluar hendak meninggalkan rumah itu. Hingga akhirnya ayah Heaven bertanya, “Pra, mau ikut Ayah?

Heaven menatap Farrel lamat, kemudian berganti menatap Ayahnya. “Ayah, maaf ya?” katanya. Farrel pun tak menyangka jika Heaven akan memilih dirinya.

Nggak apa-apa. Ayah tahu. Ayah juga pernah muda dan jatuh cinta.

Sambil berjalan ke arah sang Ayah, Heaven berucap, “Farrel itu hidupnya, Pra, Ayah.” katanya sambil tersenyum menatap Ayahnya.

Ayah selalu disini, Pra. Hubungi Ayah kapan pun Pra mau.

Hati-hati di jalan, Ayah.

Hati-hati di jalan, putra sulung Ayah.” ucap sang Ayah sambil menegakkan pundak anak sulungnya.

Pra..” panggil sang Ayah lagi.

Iya, Ayah?

Pura-pura itu memang hal yang tercela, tapi bagi pribadi tertentu, pura-pura itu suatu usaha untuk bergerak, terlebih ketika pura-pura tertawa. Pra, menangis bukan larangan. Menangis yang banyak selama Pra masih bisa keluarkan air mata. Karena menangis bukan berarti Pra kehilangan diri, tapi menangis berarti Pra berani mencoba menerima diri. Ayah pulang duluan ya?

Sekali lagi, hati-hati di jalan, Heaven putra sulung Ayah.

Sesaat setelah Nanda menjemput Heaven, tanpa basa-basi Nanda langsung membuka google maps dan mengarahkan setir mobilnya ke lokasi tujuan.

Tentu saja ia senang karena Heaven mengajaknya berduaan 3 hari berturut-turut. Tapi di sisi lain, ia juga tak tenang. Mengetahui Heaven dan Farrel putus saja ia tak percaya. Secara, Heaven terlihat jelas cinta mati dengan Farrel, begitu pula sebaliknya. Hal itu yang membuat Nanda acapkali takut-takut ketika hanya berdua dengan Heaven saja.

Kini keduanya telah sampai di lokasi tujuan, Pantai.

Nanda tak banyak melontarkan pertanyaan ketika Heaven mengajaknya pergi ke pantai. Yang ada di pikiran Nanda hanya, oh pengen refreshing kali, maklum orang lagi suntuk. Maka dengan sigap ia turuti permintaan sahabat karibnya itu.

Keduanya kini tengah berjalan depan-belakang. Nanda bagian belakang—bagian membuntuti saja. Sambil membawa sepatunya dan sepatu Heaven yang telah mereka lepas agar tak terkena pasir dan air laut.

Sambil berjalan di belakang Heaven, ia bertanya, “Kenapa tiba-tiba pengen mantai sih?

Heaven tetap melanjutkan kegiatannya, “Suntuk aja.” balasnya sambil kakinya bermain dengan pasir.

Menurut lu. Gua mau nurutin permintaan lu kesini karena apa?” tanya Nanda, kemudian menjatuhkan badannya ke pasir—tak lupa menarik lengan Heaven sehingga Heaven ikut jatuh ke sana.

Aduh! Kok ditarik sih guenya!” protesnya sambil membersihkan bajunya yang terkena desiran pasir.

Duduk dulu, gembul. Gua cape.” balas Nanda sambil mengusak-usak rambut fluffy milik Heaven.

Heaven akhirnya merebahkan diri, menumpu tubuh dengan kedua sikunya. Membiarkan wajah cantiknya terpancar oleh silaunya matahari sore. Matanya berkali-kali mengerjap karena saking silaunya, tapi tak apa, Heaven menikmati itu.

Sedangkan yang di sampingnya melihat kagum. Bagaimana bisa seorang punya kulit semanis itu, bahkan tanpa dirasakan pun terlihat manis? Hanya Heaven yang punya. Nanda kemudian tersenyum.

Pertanyaan gua belum dijawab.” ucap Nanda memecah keheningan.

Hmm.. ya kayanya karena lu mau bantu gue refreshing kan?” jawab Heaven sambil merubah posisinya menjadi miring—menghadap Nanda dengan bertumpu pada satu sikunya.

Nanda tersenyum mirik. Pandangnya kembali mengarah ke deburan ombak—tak merespon jawaban Heaven.

Emang ada alesan lain?” tanya Heaven menyita atensi Nanda.

Ada,

Heaven memiringkan kepala, seperti bertanya 'apa?'.

Gua mau nurutin lu karena gua mau ngomong sesuatu.

Heaven yang mendengar itu pun beranjak dari posisinya. Kini ia terduduk sempurna sama seperti Nanda. Ia hanya takut tapi penasaran akan apa yang akan Nanda sampaikan.

Huh?

Kalo soal jadi pacar lu. Sorry. Gue gak bisa, Nda.” tambahnya.

Nanda yang atensinya kembali direnggut Heaven pun kini mengarahkan pandangnya kembali menatap Heaven sepenuhnya. Tangannya dengan berani mengusap pelan bagian kepala hingga pipi laki-laki di sebelahnya.

Bukan itu..

.. Gua juga tau lu gak akan bisa kalo yang itu,” ucapnya.

Ini soal Bang Farrel.” tambahnya kemudian dihadiahi raut wajah Heaven yang langsung berubah 180°.

Not this time, Nda.” katanya sambil kepalanya menoleh ke arah yang lain—membuat tangan Nanda terlepas dari pipinya.

Hey, no..” kemudian Nanda kembali membawa Heaven agar menghadap ke arahnya lagi. “Look,” katanya.

Heaven masih juga acuh. Melihat ke arah laut seakan tak ada Nanda di depannya.

Satu, dua, tiga menit.

Heaven masih seperti itu.

Nanda yang tak bisa apa-apa pun akhirnya menghela nafasnya kasar, mengusap wajahnya dan menyigar surai tebalnya ke belakang—layaknya orang frustasi.

Lu bahagia sama gua, Ven. Lu bisa bahagia sekarang. Tapi lu lebih bahagia kalo lu sama bang Farrel.

I can see it in your eyes. Everyone can see it in your eyes.” ucap Nanda tanpa ragu sambil.

Tatap Heaven yang semula terfokus pada laut lepas kini terjatuh ke bawah. Runtuh sudah pertahanannya.

Hiks..

Hey...” panggil Nanda sambil memegang pundak Heaven.

Tapi dia hiks makin kesini makin hiks susah dingertiin, Nda. Gue hiks juga bisa capek. Gue capek kalo gini terus,

Gue selalu jujur, gue selalu ini selalu itu sesuai kemauan dia. Tapi hiks seakan dia gak pernah puas akan hal itu. Gue selalu hiks aja salah di mata dia.

Gue hiks...

Ucapannya berhenti jarena isakannya yang terus mencekat. Nanda pun membawa Heaven ke pelukannya, membiarkan Heaven membasahi kemejanya, dan tanpa menuntut apa yang akan Heaven ucapkan selanjutnya.

It's okay..

I know..

Ucapnya di setiap isakan yang Heaven gaungkan.

Boleh gua ngomong sekarang?” tanya Nanda sambil mengusap punggung Heaven. Kemudian dapat ia rasakan anggukkan Heaven di dalam pelukannya.

Nanda menarik nafasnya dalam.

Gua rasa waktu itu lu berdua lagi sama-sama capek, Ven. Lu capek dengan aktifitas lu, bang Farrel capek dengan aktifitasnya dia. Gua bukannya menggurui. Tapi banyak juga yang salah paham—bahkan salah ambil keputusan waktu mereka lagi capek..

..Kalo lu gak tau, capek bisa bikin emosi kita gak kekontrol. Bukti nyatanya itu elu. Lu seenaknya bilang putus, sedangkan Farrel secara gak langsung seenaknya marah-marah ke lu. Coba lu pikir lagi, lu berdua tuh salah disini.

Isakan Heaven mulai mereda setelah mendengar penuturan Nanda.

Iya kan? Gua bener gak?” tanya Nanda.

Heaven mengangguk ragu dalam pelukannya.

Tapi—

Ven. Kalo lu berdua mau terbuka dan gak keras kepala, gak ada namanya beginian. Lu tuh dua-duanya capek, makannya jadi acak adul begini. Coba dah lu omongin lagi, face to face sama bang Farrel. I know everything is gonna be okay.” sela Nanda.

Kemudian Nanda membawa Heaven untuk melonggarkan pelukannya, membuat Heaven menatapnya.

Lu udah ngerti kan sekarang masalah lu tuh dimana?” tanyanya lagi sambil mengusap bekas air mata yang menempel di pipi gembil Heaven.

Heaven mengangguk.

Kenapa lu baik banget? Lu gak ngerasa gue dateng ke lu pas gue sedih doang?” tanya Heaven kali ini.

Nanda menggeleng, “Gua tau lu. Kita temenan gak setahun, dua tahun. Lagian gunanya gua disini apa kalo bukan jadi tempat bahagia, sedih, bahkan susahnya lu?” katanya.

Soal lu jadi pacar gua. Gak usah dipikirin. Gua gak bakal bisa macarin lu sampe kapan pun karena gua gak mau kehilangan lu.” tambahnya.

Heaven mengangguk lagi dan lagi.

Soal orang yang chat lu gak jelas, gimana?” tanya Nanda sambil menyisir helai rambut Heaven; yang terkena angin, ke belakang telinga pemiliknya.

Heaven menyodorkan handphonenya, “Lu katanya mau bales, nih.” katanya.

Udah? Seneng kan?” tanya Nanda setelah menemani Heaven makan pop mie dan meminum milo hangatnya.

LENGKAAAPPPP!” balasnya sambil mengacungkan jempol.

Sambil berjalan menuju mobil, keduanya berbincang ringan. Membicarakan kuliah, jadwal kelas, susahnya jadi anak FIKOM, susahnya jadi anak FT, dan sebagainya. Hingga keduanya berada dekat dengan posisi mobil Nanda terparkir.

Eh eh, kemana lu?” tanya Nanda ketika melihat Heaven hendak membuka pintu mobilnya.

Lah masuk mobil kan? Katanya pulang?

Nanda kemudian menggelengkan kepala dan tersenyum.

Lu pulang sendiri,

LU UDAH GILA KAH???” protes Heaven sedikit berteriak.

GUE BELUM SELESAI NGOMONG.” balasnya tak kalah keras.

Tuh. Udah ditunggu.” tambah Nanda sambil menunjuk ke sembarang arah dengan dagunya.

Heaven pun mengikuti arah dagu Nanda.

Kakinya lemas. Ingin jatuh dan berguling di atas pasir rasanya.

Nda.. No.. W-what is this again?” tanyanya sambil melempar tatap memohon.

Ya, tentu saja memohon. Yang ditunjuk Nanda itu Farrel. Farrel berdiri di sana. Di bawah pohon kelapa, bersandar pada mobilnya, sambil tersenyum ke arah Heaven. Senyum andalan Heaven.

Sana pulang. Dia udah nunggu dari tadi.

Heaven menatapnya sekali lagi.

Sedangkan yang ditatap kini bersiap membuka pintu mobilnya dan hendak pergi dari sana sekarang juga.

Iyaaaa buru sanaaaa!” ucap Nanda.

Lu.. hati-hati. Makasih banyak buat hari ini.

Kemudian Heaven pun berlari ke arah Farrel dengan perasaannya yang tak karuan. Sedangkan Nanda tersenyum lega kemudian meninggalkan pantai saat itu juga.

Wanna do it here?”

Pertanyaan tak lumrah yang dilayangkan oleh Heaven membuat Farrel menggigit bibir bawahnya. Menimbang-nimbang apakah keinginannya untuk melakukan itu adalah keputusan yang benar atau tidak.

Gie?” panggil Heaven sambil mendekatkan wajahnya—berniat menyadarkan Farrel dari lamunannya.

You sure?” tanya Farrel.

Heaven tersenyum kemudian membawa tangannya untuk mengusap rahang tajam milik laki-laki leo di depannya, “What if I said I often imagined how it feels to be fucked by you, do you believe it?” katanya.

Tentu saja membuat Farrel membelalakkan matanya lebar, “W-what?” tanyanya ragu.

Kalo kamu mau dilanjutin aku okay, kalo kamu mau berhenti aku juga okay, Abang..” ucap Heaven menenangkan Farrel, tangan yang awalnya berada di rahang kini berpindah ke dada bidang sang dominan. Memberi usapan seakan-akan menyuruh degup jantung Farrel berdetak dengan degupan yang biasa saja.

First thing first,” sahut Farrel. Terdiam sebentar, kembali menatap ke bawah dan lagi-lagi berpikir. “Hm?” sahut Heaven.

Farrel akhirnya membawa Heaven untuk duduk di pangkuannya, “First thing first..” sambil tangan kirinya melingkar pada pinggang Heaven dan tangan kanannya merapikan rambut Heaven, “.. Do you really want me?” tanyanya.

Orang pacaran mana sih yang gak pengen having sex? It's all about curiosity tapi itu wajar kan meskipun cuma ngebayangin doang?

So the answer is?” tanya Farrel lagi.

Of course, I do want you.

Aku takut nyakitin kamu, Ven.” ucapnya kemudian tangan sebelah kanannya menyusul tangan kirinya untuk melingkar pada pinggang Heaven.

Kita belum coba, Gie. Gimana bisa tau?

Keduanya pun terhanyut dalam keheningan. Bertengkar dengan keadaan dan perkataan yang terbang di pikiran keduanya.

I'm a virgin,” ucap Heaven lebih dulu memecah keheningan.

Farrel tersenyum kemudian membawa tangan Heaven untuk ia kecupi punggungnya, “And I'm not. Sorry, Baby.” katanya.

It doesn't matter though,” sela Heaven. “The thing more matter is when we both could feel loved by each other when we do it. You feel that I love you dan sebaliknya.” tambahnya.

Kamu punya persiapan apa aja?” tanya Heaven seakan ingin menyudahi sesi tanya jawab ini. Dirinya hampir muak dengan pertanyaan-pertanyaan yang tentu saja sudah ada jawabannya, ia tak suka berlama-lama.

I-I have lube, condoms, and..

And what?

Vibrator..

Heaven tersenyum mirik. Kemudian dengan sensual mendekatkan wajahnya ke arah Farrel dan berucap tepat di depan bibir laki-laki leo itu—yang tentu saja hembusan nafasnya dapat dirasakan oleh laki-laki di depannya. “You act like you can hold it, but the truth is you crazily craving for it. I didn't expect you have those things. Really.” ucapnya sambil jari telunjuknya menelusuri seluruh bagian wajah tampan laki-laki di depannya.

Yang dikatai seperti itu pun tersipu. Wajahnya memerah seakan Heaven akan merenggut tubuhnya detik ini juga.

Diem aja?” tanya Heaven sambil menjauhkan wajahnya. Dan belum ada balasan darii Farrel. Heaven si sumbuk pendek akhirnya berinisiatif menggerakkan dirinya di atas pangkuan Farrel.

Masih mau diem?” tanyanya lagi namun kini dengan nada super sensual. He's seductive.

Fuck.. Ven, stop it right there.” tutur Farrel sambil meremas pinggang Heaven.

Are you sure..” ucapannya terhenti karena ia kembali mendekatkan dirinya ke arah Farrel. Namun sasarannya kali ini adalah telinga Farrel.

“..Abang?” lanjutnya sambil meniup dan sesekali menjilat telinga Farrel. Sedangkan yang dilecehkan kini semakin erat meremat pinggang yang lebih muda. Gundukan di bawah sana tercipta semakin jelas.

Sudah ditutupi hawa nafsu dan sedikit kemarahan karena pintanya tak diindahkan, Farrel menurunkan Heaven dari pangkuannya kemudian ia beranjak dari sofa, “I take the lube and the condom. Stay here.” ucapnya dengan kedua alis yang sudah saling bertautan dan kening penuh kerutan. Yang lebih muda tersenyum menang di situ.

Ass up.” perintah Farrel.

Keduanya kini telah menanggalkan pakaian yang sedari tadi menghalangi aktifitas kotor mereka.

Ketika Farrel kembali dari kegiatan mencarinya, tanpa berniat berpindah tempat ke kamar, ia langsung melepaskan kaos dan celana pendeknya—melemparnya sembarangan. Sedangkan Heaven, pakaiannya dilepas paksa oleh Farrel kemudian dilempar ke sembarang arah pula. Jangan tanyakan apakah keduanya melewati sesi malu-malu. Tentu saja tidak. Heaven dan Farrel itu pasangan yang saling terbuka dan komunikasinya terjalin dengan baik, ingat kan? Jadi, masalah ini bukan masalah besar.

Jangan salahkan Farrel bila ia bertindak acak-acakan sebab yang di bawah kini tengah menderita, ditambah godaan dari Heaven membuatnya semakin ingin meledak kali ini juga.

Maka sekarang Heaven menumpu tubuh dengan kedua sikunya. Dengan tak tahu malu membelakangi Farrel dengan pantatnya yang terangkat tinggi.

Sedangkan Farrel di belakangnya menatap Heaven lapar. Punggung berukuran kecil, pinggang super ramping, dan bongkahan sintal tersaji di depannya. Bagaimana ia bisa sabar lebih lama lagi? Ia pun akhirnya dengan cepat membuka lube yang masih tersegel itu, kemudian segera menumpahkannya ke jari-jarinya. Tapi sebelum itu..

Baby, do you want me to eat you out?” tanyanya gamblang sambil menggambar pola abstrak di punggung Heaven dengan satu jarinya.

Yang ditanya menganggukkan kepalanya ragu, “But it's all up to you. Aku gak mau mak—AAHHH!

Belum sempat selesai berbicara, Farrel lebih dulu melahap lubang merah muda yang tentu saja sempit sekali. Kelihatan jika belum pernah terjamah.

Mmhh.. Augie..” lenguh Heaven sambil tubuhnya bergerak resah.

Sedangkan yang lebih tua semakin melancarkan kegiatannya. Membuka pipi pantat Heaven dengan kedua tangannya kemudian dengan berani melesakkan lidahnya ke dalam lubang yang tengah berkedut sekarang.

Augie..” panggil Heaven lagi. Bukan desahan yang ia keluarkan, tapi justru nama Augie, Augie, Augie yang keluar dari ranumnya.

Slurppp

Farrel betul-betul memakannya, menghabiskannya seolah-olah itu hanya miliknya seorang.

Aaahhh,” lenguh Heaven sambil satu tangannya reflek mendorong kepala Farrel.

Rel.. udaahhh—mmhh..” pintanya sambil tubuhnya bergerak maju, berniat menjauhkan gerilya yang sedang Farrel lakukan pada lubangnya.

Mengetahui gerakan-gerakan gelisah dari Heaven, Farrel pun menghentikan aksinya. Menjauhkan wajahnya dari lubang Heaven—tanpa melepaskan tangannya dari dua bongkah itu, kemudian memandangi hasil karyanya. Lubang Heaven terlihat basah. Layaknya orang bernafas, lubang Heaven terlihat keluar dan masuk seperti mengharapkan sesuatu menerobos kesana.

Beautiful just for me.” pujinya sambil mengusap lubang itu dengan ibu jarinya.

You good?” tanyanya pada yang lebih muda.

Sambil terengah yang lebih muda mengangguk, “Aku tau ini mungkin ngelunjak, tapi aku pengen liat muka kamu.” katanya.

Farrel yang mendengar itu dengan cepat membalikkan tubuh Heaven. Memposisikan yang lebih muda untuk merebahkan tubuhnya, sedangkan ia kembali dengan aksi nakalnya.

Farrel menatap yang lebih muda di bawahnya. Peluh menetes dari dahi hingga menyentuh pahatan konstelasi bintang di wajah cantiknya, mata sayunya, dan rambut yang basah akan keringat membuat Farrel ingin menggempur Heaven sekarang juga. Heaven is too hot, he can't handle it.

Abang.. Please..” pinta Heaven sambil menatap Farrel, tak lupa melayangkan tatap sayunya.

Please what?” goda Farrel sambil kembali mengurapi jari-jarinya dengan lube.

Jangan dibiarin itu—aku—udah gatel.” ucapnya terbata.

Mana nih otak pinternya? Yang selalu jadi kebanggaan dosen kok tiba-tiba jadi bodoh gini gara-gara habis dimakan lubangnya?” perkataan kotor Farrel membuat Heaven semakin merengek.

Abaanngggggg.

Iya-iya ini loh. We do it slowly, Baby. Aku gak mau nyakitin kamu.” balas Farrel kemudian perlahan memasukkan satu jarinya ke lubang Heaven.

So tight just for me.” puji Farrel.

Mmhhh!

Lenguhan Heaven semakin mengeras seiring dengan setiap dorongan jari Farrel di dalam sana.

Aaahhh! P-perih, Gie..

Farrel akhirnya bernisiatif membawa jari-jari dari tangannya yang lain untuk ia arahkan ke mulut Heaven yang sedari tadi terbuka dan mengeluarkan desahan. Kemudian ia tanpa ragu memasukkan 2 jarinya ke dalam mulut Heaven, “Kulum.” perintahnya kemudian dibalas kuluman oleh Heaven.

Farrel bisa merasakan dua jarinya berkelahi dengan lidah Heaven. Tapi di sisi lain, lenguhan Heaven yang kian mengeras itu makin lama makin memudar karena terhalang dengan kuluman itu.

Tambwahin jarwnya, aku gwk pwapa.” pinta Heaven terdengar tak begitu jelas, mengingat kedua jari Farrel masih ada dalam mulutnya.

Farrel yang menangkap sinyal itu pun mendorong satu jarinya yang lain, sehingga kini terdapat 2 jari yang sedang menggempur lubang milik Heaven itu.

Hm? Enak?” tanya Farrel sambil mengeluarkan dua jarinya dari mulut Heaven—kemudian ia gantikan dengan bibirnya. Diraup bibir Heaven yang sudah membengkak itu dengan rakus, menghalangi desahan kotor yang dapat keluar kapan saja.

Mmhhh, Rel. Farrel. Mau keluar. Please...” rengek Heaven karena merasa penisnya berkedut karena stimulasi yang Farrel berikan. Matanya terpejam dan kepalanya bergerak ke kanan dan kiri menahan sakit sekaligus nikmat dorongan jari Farrel di bawah sana.

You can cum,” ucap Farrel. Namun ucapan dan perbuatannya berbanding terbalik. Farrel justru menutup lubang kencing milik Heaven sehingga apa yang akan keluar dari sana tertahan, sedangkan gerakan jarinya sengaja ia pelankan.

Tapi kalo aku udah masuk di sini.” tambahnya sambil mengeluarkan dua jarinya dari lubang Heaven kemudian menepuk-nepuk pelan lubang itu.

Hiks! Heaven merintih, baru kali ini ia tidak diperbolehkan untuk keluar. Padahal cairan juga cairannya sendiri, tubuh juga tubuhnya sendiri. Siapa Farrel berani mengatur? Namun, siapa Heaven berani menolak?

Hey. It's okay. Aku bukannya mau ngehalangin kamu, tapi I promise it'll be better if we come together. When I'm inside you. Habis gini, okey?” ucap Farrel sambil mencium dahi Heaven berkali-kali.

Mau posisinya kaya gimana? Hm?” tanya Farrel sambil melumuri penisnya dengan lube, tak lupa menambahkan sedikit lube lagi untuk diusapkan ke lubang Heaven.

Oh, lupakan kondom yang sedari tadi tergeletak di lantai. Farrel dan Heaven tak lagi mempedulikan itu. Yang penting kenikmatan duniawinya.

Hiks! Gini—aja.. boleh?” pintanya terbata. Entah kenapa, Heaven menjadi seorang yang super manja dan menggemaskan semenjak kegiatan kotor ini dimulai.

Farrel mengangguk kemudian mengarahkan miliknya ke depan lubang senggama Heaven.

Since this is your first time. Let me take care of you dan disini kamu tinggal terima semua service aku ya? Kalo sakit, perih, atau apa cakar aja punggung aku, pundak aku, atau jambak atau gigit juga gak papa. As long as it can reducing the pain. Okey?” ucap Farrel sambil memasukkan penisnya perlahan. Berusaha terus meracau agar Heaven fokus pada ucapannya bukan rasa sakit di bawahnya.

Aaahhh.. Sakit. Sakit banget.

Abang..

Mmhhh.. pelan-pelan..

Mendengar rintihan Heaven, gerakan Farrel untuk semakin memasukkan miliknya pun terhenti.

Heaven yang awalnya memejamkan mata erat pun membuka matanya, “Eung? Kenapa?” tanyanya.

Gak tega, Sayang. You look—

Lanjutin, Gie. I'm okay. Aku buka mata aja biar kamu tau kalo aku gak papa.” sela Heaven.

Kemudian Farrel kembali melanjutkan aksinya, berusaha membenamkan miliknya di dalam sana. Mencari friksi yang dapat bawa keduanya menuju langit tertinggi.

Fuck..,” racau Farrel ketika miliknya telah masuk sepenuhnya. Penisnya terasa diremat sangat erat, sensasi hangat melingkupi penisnya membuat kepalanya pusing.

Heaven,

Mmhh, Abang..

Can I?” tanya Farrel sambil merendahkan badannya hingga wajahnya dan wajah Heaven tak berjarak sedikit pun. Kemudian Heaven balas dengan anggukan. “Please, be gentle.” pintanya kemudian saat itu juga Farrel mulai menggerakkan miliknya konstan.

Aaahh! Aah! Mmhhh!” lenguh Heaven sambil meremat pundak Farrel. Kedua kakinya terangkat sempurna hingga bertemu dengan dadanya—membuat penis Farrel mendapat akses yang lebih besar untuk merojok lubangnya.

So tight just for me..” puji Farrel kemudian menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Heaven. Mencium tiap inchi permukaan kulit dengan wangi parfum Chanel Coco Mademoiselle yang menguar di sana. Sesekali turun untuk sekedar menghisap tulang selangka yang terpahat indah. Aset yang paling Farrel banggakan.

Mmhhh!

Where's.. your.. sweet.. spot?” tanya Farrel diiringi dengan dorongan yang lebih dalam dari pada sebelumnya di setiap katanya.

AAAHHHH!

Sstophh, I can't bear it any longer. Please, please..” racau Heaven sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Ah-uh, there you are.” ucap Farrel sambil menambah kecepatannya.

C-can I cum first? It hurts- hiks! -me.” pinta Heaven sambil meremat lengan Farrel yang ia jadikan tumpuan.

Farrel merendahkan tubuhnya kemudian mencium bibir Heaven dengan gerakan acak, “Cum, Baby. Cum for me.” katanya tanpa melepas pagutan—sambil meraih penis Heaven, menggerakkan tangannya naik dan turun, membantu Heaven keluar lebih cepat.

'Abang. Abang. Augie. Mmhhh. Cum, cum, cum! Aaahhhh!

Heaven pun merilis putihnya, membasahi tangan Farrel, perut Farrel, dan abdomennya sendiri.

Heaven terengah. Dadanya naik turun dengan cepat, membuat Farrel sedikit khawatir. “Hey? You good?” tanyanya sambil mengusap pipi Heaven lembut.

I am. Lanjut aja.

Mendapat lampu hijau, Farrel pun kembali mendorong penisnya, mengejar pelepasan yang mungkin akan menjemputnya dalam beberapa hitungan detik.

Please..” racau Heaven sambil menatap mata Farrel, membawa Farrel untuk mendekat dengannya kemudian berucap tepat di depan bibir ranum laki-laki leo itu.

What, Baby?” ucap Farrel terengah. Mengingat gerakannya yang semakin cepat.

Come inside of me.” ucap Heaven kemudian memagut ranum yang lebih tua detik itu juga. Merasakan setiap dorongan yang Farrel berikan sambil memejamkan matanya erat; dengan alis yang tertaut tentunya.

Shit.” racau Farrel di tengah pagutan itu.

I'm coming.” katanya sambil memberi kecup kupu-kupu di bibir Heaven.

Cum for me..

Fuck.....” ucap Farrel. Sambil meremat pinggang Heaven, pelepasannya sampai. Ia keluar di dalam lubang Heaven.

So pretty just for me. Just for me. You are mine.” ucap Farrel lagi sambil menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Heaven, sedangkan yang diperlakukan seperti itu kini terengah-engah.

Dengan segenap tenaga yang tersisa, Heaven membawa kepala Farrel untuk ia bangunkan dari ceruk lehernya.

Kemudian Farrel pun kini menatap Heaven, “Hm?” dengan suara paraunya.

You did a very great job. Skripsi itu suatu pencapaian yang besar and you did it”, ucap Heaven.

Udah kan hadiahnya? Suka?” tambahnya.

Farrel tersenyum lebar, “Thank you, Baby. Semua karena support kamu. Aku gak bisa disini kalo gak ada kamu.” katanya.

Okay kalo kamu suka sekarang keluarin adek besarmu itu dari lubangku. Sakit anjing!” protesnya sambil memukul dada bidang Farrel.

Astaga, keasikan di dalem sana sampe lupa ngeluarin. Anget banget habisnya, Roger pasti seneng kali sering-sering main di sana.” balas Farrel sambil mengeluarkan miliknya perlahan.

Roger?

Ya ini, adekku.” katanya sambil mengarahkan tangan Heaven untuk menyapa adeknya.

GILAAAAAA!

— fin

cw // kiss

Cup

Eumh..” lenguh Heaven di pagi hari. Sinar matahari telah berusaha menerobos pandangannya, ditambah kecupan di pundaknya membuatnya terbangun dan bergerak resah.

Morning, Beautiful Paradise.” ucap Farrel sambil memberikan senyuman terbaiknya.

Eung?” Heaven mengerjapakan matanya, berusaha mengumpulkan nyawa-nyawanya yang lain.

Does it still hurt?” tanya Farrel sambil mengusap lembut pinggang Heaven yang masih belum terbalut apa-apa.

Aku masih naked, kok kamu udah rapi aja?” protes Heaven—padahal rapi yang Heaven maksud hanyalah Farrel dengan celana pendeknya, tanpa atasan tentu saja.

Farrel terkekeh.

Wanna take a bath with me?

Heaven kemudian bergerak kesana kemari, mencari posisi yang pas untuk stretching. Ala-ala orang bangun tidur, masih suka mulet kesana kemari dulu sebelum bangun. Akhirnya ia pun bangun dari posisinya.

Mau digendong apa bisa jalan sendiri?” tanya Farrel meledek. Yang diledek kemudian melempar tatap sinis. “Tanggung jawab!” sahut Heaven sambil berkacak pinggang.

Iya, Sayang. Aku udah beli salep jauh sebelum we do that thing kok. Aman. Aku pasti tanggung jawab.

Sekarang aku bantu berdiri ya? Kita bersih-bersih habis gitu sarapan. Okey?” tambah Farrel. Kemudian dibalas anggukan oleh Heaven.

Keduanya jadi super clingy dan mode aku-kamu semenjak kejadian semalam. Entah akan bertahan berapa lama sesi ini. We'll see.

Sesaat setelah membaca pesan dari Heaven, Farrel dengan cepat membersihkan badannya kemudian menyeduh chamomile tea yang sempat Heaven beli beberapa hari lalu. Demi Tuhan, badannya terasa seperti mau remuk, kepalanya pusing, suhu tubuhnya memanas, bahkan sesekali diiringi dengan bersin-bersin.

Sakit menjadi ketakutan tersendiri bagi Farrel, ditambah Heaven pasti akan mengomelinya sepanjang hari. Tentang Gimana sih kok bisa sampe sakit? atau mungkin Makannya jangan es terossss, makan tuh juga yang bener yang akan terlontar dari ranum Heaven setiap kali Farrel sakit.

Kini waktu menunjukkan pukul 16.15 dan benar saja, Farrel mendengar suara pintu unit apartmentnya dibuka.

Farrel yang awalnya membuka mata sambil melamun kini pura-pura tertidur dengan selimut yang hampir menutupi seluruh badannya—sekaligus mencari afeksi, ingin diperhatikan Heaven.

Setelah 5 menit pura-pura terlelap, Farrel belum juga menemukan tanda-tanda Heaven memasuki kamarnya. Farrel mendecak kesal, “Lama amat gak masuk-masuk kamar, gumamnya.

Ceklek!

Panjang umur…

Farrel kembali dengan acara pura-pura tidurnya, sedangkan Heaven disana hanya mengintip, kepalanya menyembul ingin memastikan apakah Farrel benar-benar mengistirahatkan tubuhnya. “Segala sakit sih, Bang.” ucap Heaven.

Farrel memang laki-laki dengan ambisinya yang menggebu-gebu. Merasa Heaven terlalu lama di ambang pintu dan tak kunjung menghampirinya, ia pun memanggil Heaven. Tepat ketika Heaven akan menutup pintu kamar itu lagi.

Ven..” panggilnya dengan suara serak.

Pintu yang awalnya hampir tertutup pun terbuka kembali. Heaven kembali mengintip, siapa tahu ia salah dengar.

Ven. Sini.” pintanya.

Ngapain? Gue males deket-deket sama yang lagi sakit.” balas Heaven sarkas.

Farrel pun mencebikkan bibirnya. Selain tubuhnya yang sensitif ternyata suasana hatinya juga sama.

Setelah berkata demikian, Heaven sungguh beranjak dan menutup pintu kamar itu.

Farrel yang mengetahui itu berusaha tak memikirkannya terlalu berat, biar saja Heaven marah. Setidaknya hanya untuk sekarang.

Tak lama setelah itu, suara pintu kamar kembali dibuka terdengar lagi. Menampakkan Heaven dengan baskom yang Farrel duga berisi air hangat. Jangan lupakan kantong kresek di tangannya yang lain, yang Farrel duga berisi obat-obatan.

Heaven pun duduk di sebelah Farrel. “Geser!” katanya.

Heaven mulai memasukkan kemudian memeras handuk kecil yang akan ia gunakan untuk mengompres Farrel. Ia juga mengeluarkan beberapa obat yang baru saja ia beli di apotik, sebelumnya stok obat yang mereka punya masih banyak tapi Heaven rasa ada obat lain yang mungkin lebih manjur khasiatnya, makannya ia membeli obat lagi.

Sebelum menaruh perasan handuk ke dahi Farrel, Heaven terlebih dahulu memeriksa suhu tubuh Farrel dengan telapak tangannya. Sedangkan yang diperiksa memejamkan matanya perlahan sambil menikmati segala perawatan yang Heaven berikan, ini yang gue tunggu! batin Farrel menang.

Ngapain senyum-senyum?” protes Heaven. Senyum Farrel pun langsung memudar sedetik kemudian.

Ven..” panggil Farrel.

Tak ada balasan. Sebetulnya ingin memanggil lagi, tapi sumpah ia takut Heaven murka. Namun ia tak nyaman bila terus-terusan diam seperti ini.

Maaf.” akhirnya memberanikan diri untuk berucap lagi.

Yang diajak bicara kini malah menaruh perasan handuk ke dahi Farrel, tanpa membalas panggilan Farrel.

Ven, maaf. Gue—

Gak ada yang harus dipermasalahin. Orang juga gak ada yang mau sakit. Jadi mending lu diem, nurut aja sama apa yang gue kasih ke lu.” sela Heaven.

Farrel langsung terpaku. Heaven memang segalak itu ketika ia sakit, tapi galaknya amat sangat imbang dengan pedulinya. That’s the thing that makes Farrel fall deeper.

Sambil memilah obat yang ia beli sebelumnya, Farrel kembali menginterupsi, “Pengen gue cium tapi gue lagi sakit, ntar lo ketularan lagi.

Itu tau.” sahut Heaven singkat.

Setelah menemukan obat yang cocok dengan penyakit Farrel, alih-alih memberikan obat itu pada Farrel, Heaven justru menatapi Farrel dari kepala hingga kakinya. Hampir 1 menit Heaven seperti itu.

Farrel tersenyum, “Kenapa, Sayang? Hm?” tanyanya sambil mengubah posisinya menjadi duduk dan bersandar pada headboard kasur.

Kenapa?

Apanya yang kenapa?” tanya Farrel sambil tersenyum lagi. Kesayangannya itu mulai terlihat sedih dan khawatir kali ini.

Kenapa bisa sakit sih? Lu inget gak sih sidang lu tuh udah h-5? Gue yang takut tau, Gie. Jangan gini laahhh.

Lu habis ngapain? Dari mana?” tambahnya.

Farrel lagi-lagi menukik senyum.

Iya, maaf ya, bikin lo khawatir. Gue gak lupa kok kalo sidang udah h-5,” balasnya sambil mengusap lembut telapak tangan Heaven dengan ibu jarinya.

Sebenernya..

..gue habis kehujanan kemarin. Gue pulang ngampus malem kan, terus ujan dueresss banget. I had no clue, Sayang. Lo tau sendiri kan parkiran sama FT tuh sejauh apa?

Terus lu ujan-ujan gitu dari FT sampe parkiran?” sela Heaven. “Pinter.” tambahnya sambil melempar tatap sinis pada yang sedang sakit di sampingnya.

Hehehe…

Haha hehe lu. Udah pulang ngampus selalu larut, mikirin hafalan, mikirin sidang, ujan-ujanan lagi. Gue tau lu capek banget pasti malem itu, tapi kalo lu nekat terus kaya kemarin jatuhnya lu juga bakal sakit-sakit terus. Bukannya gue ngedoain yang jelek-jelek, tapi sekarang lu liat deh, cuacanya lagi gak nentu. Daya tahan tubuh tuh berasa lagi diuji. Jadi lu jangan sembarangan.

Farrel mencebikkan bibirnya, matanya berbinar dan terbuka semakin lebar. Bukan karena sedih tapi karena terharu, Heavennya se-perhatian itu dengan kesehatannya—padahal dirinya sendiri sering kali acuh.

Gue benci sakit. I wanna fucking hug you. Like right nowww.” ucapnya sambil merengek.

Minum dulu obatnya. Udah makan belum tadi?” tanya Heaven memastikan.

Udaaahhh, Sayang.” kemudian Heaven pun menyodorkan obat yang sudah ia pisahkan dari bungkusnya.

Cepet sembuh. Augie. Jangan sungkan minta tolong sama gue kalo lu butuh apa-apa. Maaf tadi gue sempet ngungkit sidang, padahal harusnya gak usah lah, anjing. Lu nya lagi sakit juga, malah bikin kepikiran.

Gue mau mandi.” ucap Heaven lagi kemudian hendak berdiri.

Ven, boleh cium?” interupsi Farrel.

Mendengar penuturan itu Heaven menghela nafas, “Cium kepalanya aja. Gue gak mau sakit juga,

nanti gak ada yang ngerawat lu.” katanya.

Farrel tersipu kemudian menarik lengan Heaven dan mencium pucuk kepalanya berkali-kali, “Thank you, Baby.

Heaven sudah membaringkan tubuhnya lebih dulu dari pada Farrel. Mengingat pacarnya itu selalu pulang larut akhir-akhir ini.

Terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, oh udah selesai, batin Heaven. Benar saja, Farrel kini memasuki kamarnya dengan Heaven—hanya menggunakan handuk yang terlilit di pinggangnya, tentu atasannya tak terbalut apa-apa.

Kebiasaan.” protes Heaven sambil melayangkan tatap sinis.

Farrel yang awalnya memilih-milih baju sambil membelakangi Heaven pun merespon, “Apa sih, Sayang, kok marah-marah.” katanya.

Rambut lu tuh basah. Keringin dulu kek baru masuk kamar. Liat, lantainya jadi kena tetesan rambut lu semua.

Wak ilaahhh galak banget ciii.” balasnya meledek kemudian berjalan ke arah Heaven setelah selesai memakai setelan tidurnya.

Jangan deket-deket, basah!

Bantu keringin. Will you?” pinta Farrel lagi-lagi sambil mengeluarkan jurus mata berkaca-kacanya.

Udah tua mau skripsian juga, masih aja begini. Huh!” protesnya tapi masih tetap merebut handuk yang disodorkan Farrel.

Love you.” sahut Farrel sambil mencuri kecup kupu-kupu di pucuk kepala Heaven. Kemudian ia duduk di lantai—memudahkan Heaven untuk mengeringkan rambutnya.

Setelah 5 menit rambutnya diusak kesana kemari bahkan dipijat sesekali, Heaven menjatuhkan handuk basah itu ke paha Farrel, bermaksud mengatakan udah tuh!

Buruan dijemur sana. Habis itu tidur.” ucap Heaven tetap perhatian, meskipun kini matanya setengah tertutup dan badannya sudah hilang ditelan telungkupan selimut.

Setelah menjemur handuk, Farrel ikut bergelung dalam selimut bersama dengan Heaven.

Tidur, Gie. Jangan liatin gue muluuu.” protes Heaven karena merasa ada yang terus-menerus menatapnya.

Belum ngantuk. Lagian lo cantik banget, gimana gue bisa gak liatin mulu?

Heaven terlampau kesal kemudian mengurapkan telapak tangannya ke wajah Farrel, “Helehhh.” katanya.

Farrel yang awalnya menumpukan siku kini merebahkan badan seluruhnya. Menatap langit-langit kamar sambil melamun; entah apa yang ada di pikirannya.

Gue mau latihan hafalan buat sidang mulai besok. Cuma mau minta maaf aja dulu, karena mungkin gue gak bisa nemenin lo kalo lo butuh gue.” ucapnya gamblang, pun tanpa memastikan Heaven mendengarkan atau tidak.

Iya gak papa. Kalo emang besok lu beneran mau hafalan sidang, sekarang lu tidur,

Heaven terdiam sebentar. Membuka matanya malas kemudian menghadap Farrel.

Mata lu, badan lu, pikiran lu itu capek, Gie. Butuh istirahat. Don't push them too hard.” tambahnya.

Farrel mengangguk.

Plus gak perlu minta maafff. Itu kewajiban lu. Gue disini bagian support kan?

Setelah mendengar penuturan Heaven, Farrel perlahan menutup matanya. Menyatukan energi-energi yang telah ia keluarkan hari ini—disimpan dan didaur ulang dalam dirinya agar bisa digunakan lagi besok pagi.

Heaven merapatkan jarak di antara keduanya setelah mengetahui Farrel mulai terlelap.

By,” panggil Farrel.

Heaven balas dengan deheman.

If I want you to give me a little gift for being a good boy, lo mau?

Heaven tersenyum tanpa membuka matanya, “Let's see how good this boy could be first.” katanya sambil mengarahkan jari telunjuknya ke dada Farrel, kemudian kembali terlelap sepenuhnya.

Heaven masih di dapur saat mengirim pesan pada Farrel, sedangkan yang dikirimi pesan berada di kamar. Heaven khawatir karena saat Farrel memasuki unit apartmentnya, bukan senyum yang ia temukan tapi justru tautan kedua alis di wajah tampan Farrel—menandakan suasana hatinya tak baik-baik saja.

Heaven masuk tanpa mengetuk dan menemukan Farrel bersandar pada headboard kasur sambil memainkan gawainya.

Hey,” sapanya sambil tersenyum.

Kedua alis yang awalnya bertaut berubah seketika menjadi tukikan di pipi kanan dan kirinya—membentuk senyuman.

Farrel pun merentangkan kedua tangannya manja, “Sini.” ucapnya.

Heaven kemudian bergabung dalam gelungan selimut yang sedikit berantakan itu, memeluk Farrel senyaman yang ia mampu. Kepalanya bersandar di dada Farrel, sedangkan Farrel masih dengan posisi awalnya—satu tangannya melingkar di pinggang Heaven.

Sambil menepuk-nepuk dada Farrel, “Kalo belum mau cerita gak papa, kapan-kapan aja.” katanya.

Banyak coret-coretan lagi,” balas Farrel.

Heaven mendongak sebentar, menatap mata sambil memastikan kesayangannya baik-baik saja.

Heaven paham maksud dari banyak coret-coretan lagi. Artinya skripsi Farrel belum di acc, lagi. Dan Farrel harus memperbaiki lagi untuk bisa menjemput skripsi.

It's okay. Ada gue. Tumpahin semuanya ke gue.” ujar Heaven sambil mengusap rahang tajam Farrel.

Farrel kemudian menggeleng.

Kalo gak ada lo, gue gak tau nasib gue gimana. Tiap gue capek, selalu ada lo dan pelukan lo yang kaya gini. Yang paling bisa ngobatin gue,

Makasih ya?” tambahnya.

Justru gue yang makasih karena lu selalu dengan gampangnya cerita keluhan-keluhan lu. Gue jadi merasa penting dan berguna banget buat lu. I'm glad for it, really.

Sambil mensejajarkan posisinya dengan Heaven—rebahan. Farrel bergumam, “Gue pengen cepet lulus, Ven. Pengen S2.” katanya sambil membawa Heaven ke dekapan yang lebih erat.

Heaven kaget.

Huh?” sahut Heaven sambil mendongakkan kepala.

Iya. Gue pengen S2. Boleh kan?

Heaven tersenyum lagi.

Siapa gue berhak ngelarang lu, Augie? Do what you wanna do. Gue kaget aja tadi karena ambisi cowo gue ngejar pendidikan sebegitu kerennya, bukannya gue gak suka.

Gak papa kalo masih banyak coretan di lembaran lu. Wajar, Gie. Namanya juga usaha pasti ada proses naik dan turunnya.

Doain gue ya?” sahut Farrel.

Pasti. Yang terbaik buat lu, semoga bisa kekejar skripsinya dalam waktu deket ini. Semangat donggg.

Cium dulu baru semangat.

Heaven pun beranjak dari dekapan Farrel kemudian menumpukan siku untuk menahan kepalanya.

Cup

Dikecupnya ranum Farrel.

Semangat, Abang. Aku sayang kamu.” ucapnya kemudian.

cw // kiss

Sesaat setelah mendapat pesan dari Aries, Farrel pun bergegas keluar dari kamarnya pelan-pelan—tak ingin membangunkan Bryan yang sudah sedari tadi terlelap.

Tok! Tok!

Masuk, Bang.” ajak Aries setelah membukakan pintu.

Kenapa sih dia?” tanya Farrel sambil berbisik.

Kaga tauuu. Gue mau tidur tuh susah soalnya suara dia kadang kenceng terus ngecil terus kenceng lagi. Begitu terus.

Terus ini gue harus gimana?

Keduanya terdiam sebentar sambil memikirkan solusinya.

Bang, bang,

Yang dipanggil pun mendongak.

Lo tidur sini aja kali ya? Gue tidur di ruang keluarga aja. Yang buat ngumpul tadi.” ucap Aries.

Farrel menggeleng cepat. “Weh jangan laahhh.” selanya.

Itu lagian si Heaven mimpi apaan lagi segala sebut-sebut nama gue.

Yaudah sih, Bang. Lo disini aja. Gue yang di luar, yang penting gue bisa tidur dengan tenang.” sahut Aries.

Gini deh. Lo di kamar gue, gue disini.

Gitu?

Dari pada lo di ruang depan situ.

Lo sekamar ama siapa?” tanya Aries.

Bryan,

Anjing???” sela Aries, tak sadar suaranya mengeras.

Sssuttt, bayi tidur nihh!” tutur Farrel yang langsung dibalas anggukan oleh Aries. “Sorry, sorry.” katanya.

Kasurnya misah kok di kamar gue. Ada dua sih, satu bed besar satunya kecil. Lo tidur di yang kecil aja, gak papa kan?

Aries pun menghela nafas lega. “Yaudah gue kesana dah ya?

Buru deh, kasihan banget lo sampe gak bisa tidur. Maafin ni bocil satu ya.

Aries terkekeh, “Yoo, santai. Duluan, Bang.

Setelah Aries keluar dari kamar, Farrel langsung menyamakan posisinya di samping Heaven. Menghadap ke samping sambil sikunya digunakan untuk menahan kepala.

Mimpi apa sihhh?” gumamnya gemas sambil menoel pipi yang lebih muda.

Mulut Heaven terlihat komat-kamit. Sebentar panggil Farrel, sebentar panggil Augie. And Farrel found it so cute.

Beberapa detik memandangi Heaven, kini atensi Farrel sepenuhnya mengarah ke plafon kamar itu. Jujur saja ia belum terlalu mengantuk, ditambah jam segini bukanlag jam tidurnya—jam tidurnya itu malam menjelang subuh biasanya.

Saat hendak memejamkan mata, tiba-tiba yang di sebelahnya bergerak resah dan sesekali terbangun dengan posisi shock—seperti orang bangun tidur kemudian kaget pada umumnya.

Augie!” racaunya. Padahal matanya masih tertutup, hanya saja posisinya setengah duduk.

Ssshh, hey hey.

Mendengar suara yang familiar, Heaven membuka matanya perlahan.

Hm? Augie?

Iya, ini gue. Gue disini.

Mau peluk, Gie.” pintanya sambil mencebikkan bibir dan merentangkan kedua tangannya manja—tanpa benar-benar memastikan itu Augie sungguhan atau bukan.

Farrel kemudian menukik senyum dan perlahan membawa Heaven ke arah dadanya. Mendekapnya sayang kemudian mengusap-usap pelan rambut hitam panjangnya.

Disini aja ya sampe pagi.” pinta Heaven dengan suaranya yang parau, lagi.

Iya, Baby. Tidur lagi yuk, udah ya.” balas Farrel kemudian mengeratkan dekapannya.

Sebelum menyusul Heaven ke alam mimpi, Farrel lebih dulu mencium dahi yang lebih muda kemudian berucap, “Have a nice dream, Wonderful.”.