A Little Present
“Wanna do it here?”
Pertanyaan tak lumrah yang dilayangkan oleh Heaven membuat Farrel menggigit bibir bawahnya. Menimbang-nimbang apakah keinginannya untuk melakukan itu adalah keputusan yang benar atau tidak.
“Gie?” panggil Heaven sambil mendekatkan wajahnya—berniat menyadarkan Farrel dari lamunannya.
“You sure?” tanya Farrel.
Heaven tersenyum kemudian membawa tangannya untuk mengusap rahang tajam milik laki-laki leo di depannya, “What if I said I often imagined how it feels to be fucked by you, do you believe it?” katanya.
Tentu saja membuat Farrel membelalakkan matanya lebar, “W-what?” tanyanya ragu.
“Kalo kamu mau dilanjutin aku okay, kalo kamu mau berhenti aku juga okay, Abang..” ucap Heaven menenangkan Farrel, tangan yang awalnya berada di rahang kini berpindah ke dada bidang sang dominan. Memberi usapan seakan-akan menyuruh degup jantung Farrel berdetak dengan degupan yang biasa saja.
“First thing first,” sahut Farrel. Terdiam sebentar, kembali menatap ke bawah dan lagi-lagi berpikir. “Hm?” sahut Heaven.
Farrel akhirnya membawa Heaven untuk duduk di pangkuannya, “First thing first..” sambil tangan kirinya melingkar pada pinggang Heaven dan tangan kanannya merapikan rambut Heaven, “.. Do you really want me?” tanyanya.
“Orang pacaran mana sih yang gak pengen having sex? It's all about curiosity tapi itu wajar kan meskipun cuma ngebayangin doang?”
“So the answer is?” tanya Farrel lagi.
“Of course, I do want you.”
“Aku takut nyakitin kamu, Ven.” ucapnya kemudian tangan sebelah kanannya menyusul tangan kirinya untuk melingkar pada pinggang Heaven.
“Kita belum coba, Gie. Gimana bisa tau?“
Keduanya pun terhanyut dalam keheningan. Bertengkar dengan keadaan dan perkataan yang terbang di pikiran keduanya.
“I'm a virgin,” ucap Heaven lebih dulu memecah keheningan.
Farrel tersenyum kemudian membawa tangan Heaven untuk ia kecupi punggungnya, “And I'm not. Sorry, Baby.” katanya.
“It doesn't matter though,” sela Heaven. “The thing more matter is when we both could feel loved by each other when we do it. You feel that I love you dan sebaliknya.” tambahnya.
“Kamu punya persiapan apa aja?” tanya Heaven seakan ingin menyudahi sesi tanya jawab ini. Dirinya hampir muak dengan pertanyaan-pertanyaan yang tentu saja sudah ada jawabannya, ia tak suka berlama-lama.
“I-I have lube, condoms, and..“
“And what?“
“Vibrator..“
Heaven tersenyum mirik. Kemudian dengan sensual mendekatkan wajahnya ke arah Farrel dan berucap tepat di depan bibir laki-laki leo itu—yang tentu saja hembusan nafasnya dapat dirasakan oleh laki-laki di depannya. “You act like you can hold it, but the truth is you crazily craving for it. I didn't expect you have those things. Really.” ucapnya sambil jari telunjuknya menelusuri seluruh bagian wajah tampan laki-laki di depannya.
Yang dikatai seperti itu pun tersipu. Wajahnya memerah seakan Heaven akan merenggut tubuhnya detik ini juga.
“Diem aja?” tanya Heaven sambil menjauhkan wajahnya. Dan belum ada balasan darii Farrel. Heaven si sumbuk pendek akhirnya berinisiatif menggerakkan dirinya di atas pangkuan Farrel.
“Masih mau diem?” tanyanya lagi namun kini dengan nada super sensual. He's seductive.
“Fuck.. Ven, stop it right there.” tutur Farrel sambil meremas pinggang Heaven.
“Are you sure..” ucapannya terhenti karena ia kembali mendekatkan dirinya ke arah Farrel. Namun sasarannya kali ini adalah telinga Farrel.
“..Abang?” lanjutnya sambil meniup dan sesekali menjilat telinga Farrel. Sedangkan yang dilecehkan kini semakin erat meremat pinggang yang lebih muda. Gundukan di bawah sana tercipta semakin jelas.
Sudah ditutupi hawa nafsu dan sedikit kemarahan karena pintanya tak diindahkan, Farrel menurunkan Heaven dari pangkuannya kemudian ia beranjak dari sofa, “I take the lube and the condom. Stay here.” ucapnya dengan kedua alis yang sudah saling bertautan dan kening penuh kerutan. Yang lebih muda tersenyum menang di situ.
—
“Ass up.” perintah Farrel.
Keduanya kini telah menanggalkan pakaian yang sedari tadi menghalangi aktifitas kotor mereka.
Ketika Farrel kembali dari kegiatan mencarinya, tanpa berniat berpindah tempat ke kamar, ia langsung melepaskan kaos dan celana pendeknya—melemparnya sembarangan. Sedangkan Heaven, pakaiannya dilepas paksa oleh Farrel kemudian dilempar ke sembarang arah pula. Jangan tanyakan apakah keduanya melewati sesi malu-malu. Tentu saja tidak. Heaven dan Farrel itu pasangan yang saling terbuka dan komunikasinya terjalin dengan baik, ingat kan? Jadi, masalah ini bukan masalah besar.
Jangan salahkan Farrel bila ia bertindak acak-acakan sebab yang di bawah kini tengah menderita, ditambah godaan dari Heaven membuatnya semakin ingin meledak kali ini juga.
Maka sekarang Heaven menumpu tubuh dengan kedua sikunya. Dengan tak tahu malu membelakangi Farrel dengan pantatnya yang terangkat tinggi.
Sedangkan Farrel di belakangnya menatap Heaven lapar. Punggung berukuran kecil, pinggang super ramping, dan bongkahan sintal tersaji di depannya. Bagaimana ia bisa sabar lebih lama lagi? Ia pun akhirnya dengan cepat membuka lube yang masih tersegel itu, kemudian segera menumpahkannya ke jari-jarinya. Tapi sebelum itu..
“Baby, do you want me to eat you out?” tanyanya gamblang sambil menggambar pola abstrak di punggung Heaven dengan satu jarinya.
Yang ditanya menganggukkan kepalanya ragu, “But it's all up to you. Aku gak mau mak—AAHHH!“
Belum sempat selesai berbicara, Farrel lebih dulu melahap lubang merah muda yang tentu saja sempit sekali. Kelihatan jika belum pernah terjamah.
“Mmhh.. Augie..” lenguh Heaven sambil tubuhnya bergerak resah.
Sedangkan yang lebih tua semakin melancarkan kegiatannya. Membuka pipi pantat Heaven dengan kedua tangannya kemudian dengan berani melesakkan lidahnya ke dalam lubang yang tengah berkedut sekarang.
“Augie..” panggil Heaven lagi. Bukan desahan yang ia keluarkan, tapi justru nama Augie, Augie, Augie yang keluar dari ranumnya.
Slurppp
Farrel betul-betul memakannya, menghabiskannya seolah-olah itu hanya miliknya seorang.
“Aaahhh,” lenguh Heaven sambil satu tangannya reflek mendorong kepala Farrel.
“Rel.. udaahhh—mmhh..” pintanya sambil tubuhnya bergerak maju, berniat menjauhkan gerilya yang sedang Farrel lakukan pada lubangnya.
Mengetahui gerakan-gerakan gelisah dari Heaven, Farrel pun menghentikan aksinya. Menjauhkan wajahnya dari lubang Heaven—tanpa melepaskan tangannya dari dua bongkah itu, kemudian memandangi hasil karyanya. Lubang Heaven terlihat basah. Layaknya orang bernafas, lubang Heaven terlihat keluar dan masuk seperti mengharapkan sesuatu menerobos kesana.
“Beautiful just for me.” pujinya sambil mengusap lubang itu dengan ibu jarinya.
“You good?” tanyanya pada yang lebih muda.
Sambil terengah yang lebih muda mengangguk, “Aku tau ini mungkin ngelunjak, tapi aku pengen liat muka kamu.” katanya.
Farrel yang mendengar itu dengan cepat membalikkan tubuh Heaven. Memposisikan yang lebih muda untuk merebahkan tubuhnya, sedangkan ia kembali dengan aksi nakalnya.
Farrel menatap yang lebih muda di bawahnya. Peluh menetes dari dahi hingga menyentuh pahatan konstelasi bintang di wajah cantiknya, mata sayunya, dan rambut yang basah akan keringat membuat Farrel ingin menggempur Heaven sekarang juga. Heaven is too hot, he can't handle it.
“Abang.. Please..” pinta Heaven sambil menatap Farrel, tak lupa melayangkan tatap sayunya.
“Please what?” goda Farrel sambil kembali mengurapi jari-jarinya dengan lube.
“Jangan dibiarin itu—aku—udah gatel.” ucapnya terbata.
“Mana nih otak pinternya? Yang selalu jadi kebanggaan dosen kok tiba-tiba jadi bodoh gini gara-gara habis dimakan lubangnya?” perkataan kotor Farrel membuat Heaven semakin merengek.
“Abaanngggggg.“
“Iya-iya ini loh. We do it slowly, Baby. Aku gak mau nyakitin kamu.” balas Farrel kemudian perlahan memasukkan satu jarinya ke lubang Heaven.
“So tight just for me.” puji Farrel.
“Mmhhh!“
Lenguhan Heaven semakin mengeras seiring dengan setiap dorongan jari Farrel di dalam sana.
“Aaahhh! P-perih, Gie..“
Farrel akhirnya bernisiatif membawa jari-jari dari tangannya yang lain untuk ia arahkan ke mulut Heaven yang sedari tadi terbuka dan mengeluarkan desahan. Kemudian ia tanpa ragu memasukkan 2 jarinya ke dalam mulut Heaven, “Kulum.” perintahnya kemudian dibalas kuluman oleh Heaven.
Farrel bisa merasakan dua jarinya berkelahi dengan lidah Heaven. Tapi di sisi lain, lenguhan Heaven yang kian mengeras itu makin lama makin memudar karena terhalang dengan kuluman itu.
“Tambwahin jarwnya, aku gwk pwapa.” pinta Heaven terdengar tak begitu jelas, mengingat kedua jari Farrel masih ada dalam mulutnya.
Farrel yang menangkap sinyal itu pun mendorong satu jarinya yang lain, sehingga kini terdapat 2 jari yang sedang menggempur lubang milik Heaven itu.
“Hm? Enak?” tanya Farrel sambil mengeluarkan dua jarinya dari mulut Heaven—kemudian ia gantikan dengan bibirnya. Diraup bibir Heaven yang sudah membengkak itu dengan rakus, menghalangi desahan kotor yang dapat keluar kapan saja.
“Mmhhh, Rel. Farrel. Mau keluar. Please...” rengek Heaven karena merasa penisnya berkedut karena stimulasi yang Farrel berikan. Matanya terpejam dan kepalanya bergerak ke kanan dan kiri menahan sakit sekaligus nikmat dorongan jari Farrel di bawah sana.
“You can cum,” ucap Farrel. Namun ucapan dan perbuatannya berbanding terbalik. Farrel justru menutup lubang kencing milik Heaven sehingga apa yang akan keluar dari sana tertahan, sedangkan gerakan jarinya sengaja ia pelankan.
“Tapi kalo aku udah masuk di sini.” tambahnya sambil mengeluarkan dua jarinya dari lubang Heaven kemudian menepuk-nepuk pelan lubang itu.
Hiks! Heaven merintih, baru kali ini ia tidak diperbolehkan untuk keluar. Padahal cairan juga cairannya sendiri, tubuh juga tubuhnya sendiri. Siapa Farrel berani mengatur? Namun, siapa Heaven berani menolak?
“Hey. It's okay. Aku bukannya mau ngehalangin kamu, tapi I promise it'll be better if we come together. When I'm inside you. Habis gini, okey?” ucap Farrel sambil mencium dahi Heaven berkali-kali.
“Mau posisinya kaya gimana? Hm?” tanya Farrel sambil melumuri penisnya dengan lube, tak lupa menambahkan sedikit lube lagi untuk diusapkan ke lubang Heaven.
Oh, lupakan kondom yang sedari tadi tergeletak di lantai. Farrel dan Heaven tak lagi mempedulikan itu. Yang penting kenikmatan duniawinya.
“Hiks! Gini—aja.. boleh?” pintanya terbata. Entah kenapa, Heaven menjadi seorang yang super manja dan menggemaskan semenjak kegiatan kotor ini dimulai.
Farrel mengangguk kemudian mengarahkan miliknya ke depan lubang senggama Heaven.
“Since this is your first time. Let me take care of you dan disini kamu tinggal terima semua service aku ya? Kalo sakit, perih, atau apa cakar aja punggung aku, pundak aku, atau jambak atau gigit juga gak papa. As long as it can reducing the pain. Okey?” ucap Farrel sambil memasukkan penisnya perlahan. Berusaha terus meracau agar Heaven fokus pada ucapannya bukan rasa sakit di bawahnya.
“Aaahhh.. Sakit. Sakit banget.“
“Abang..“
“Mmhhh.. pelan-pelan..“
Mendengar rintihan Heaven, gerakan Farrel untuk semakin memasukkan miliknya pun terhenti.
Heaven yang awalnya memejamkan mata erat pun membuka matanya, “Eung? Kenapa?” tanyanya.
“Gak tega, Sayang. You look—“
“Lanjutin, Gie. I'm okay. Aku buka mata aja biar kamu tau kalo aku gak papa.” sela Heaven.
Kemudian Farrel kembali melanjutkan aksinya, berusaha membenamkan miliknya di dalam sana. Mencari friksi yang dapat bawa keduanya menuju langit tertinggi.
“Fuck..,” racau Farrel ketika miliknya telah masuk sepenuhnya. Penisnya terasa diremat sangat erat, sensasi hangat melingkupi penisnya membuat kepalanya pusing.
“Heaven,“
“Mmhh, Abang..“
“Can I?” tanya Farrel sambil merendahkan badannya hingga wajahnya dan wajah Heaven tak berjarak sedikit pun. Kemudian Heaven balas dengan anggukan. “Please, be gentle.” pintanya kemudian saat itu juga Farrel mulai menggerakkan miliknya konstan.
“Aaahh! Aah! Mmhhh!” lenguh Heaven sambil meremat pundak Farrel. Kedua kakinya terangkat sempurna hingga bertemu dengan dadanya—membuat penis Farrel mendapat akses yang lebih besar untuk merojok lubangnya.
“So tight just for me..” puji Farrel kemudian menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Heaven. Mencium tiap inchi permukaan kulit dengan wangi parfum Chanel Coco Mademoiselle yang menguar di sana. Sesekali turun untuk sekedar menghisap tulang selangka yang terpahat indah. Aset yang paling Farrel banggakan.
“Mmhhh!“
“Where's.. your.. sweet.. spot?” tanya Farrel diiringi dengan dorongan yang lebih dalam dari pada sebelumnya di setiap katanya.
“AAAHHHH!“
“Sstophh, I can't bear it any longer. Please, please..” racau Heaven sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ah-uh, there you are.” ucap Farrel sambil menambah kecepatannya.
“C-can I cum first? It hurts- hiks! -me.” pinta Heaven sambil meremat lengan Farrel yang ia jadikan tumpuan.
Farrel merendahkan tubuhnya kemudian mencium bibir Heaven dengan gerakan acak, “Cum, Baby. Cum for me.” katanya tanpa melepas pagutan—sambil meraih penis Heaven, menggerakkan tangannya naik dan turun, membantu Heaven keluar lebih cepat.
'Abang. Abang. Augie. Mmhhh. Cum, cum, cum! Aaahhhh!“
Heaven pun merilis putihnya, membasahi tangan Farrel, perut Farrel, dan abdomennya sendiri.
Heaven terengah. Dadanya naik turun dengan cepat, membuat Farrel sedikit khawatir. “Hey? You good?” tanyanya sambil mengusap pipi Heaven lembut.
“I am. Lanjut aja.“
Mendapat lampu hijau, Farrel pun kembali mendorong penisnya, mengejar pelepasan yang mungkin akan menjemputnya dalam beberapa hitungan detik.
“Please..” racau Heaven sambil menatap mata Farrel, membawa Farrel untuk mendekat dengannya kemudian berucap tepat di depan bibir ranum laki-laki leo itu.
“What, Baby?” ucap Farrel terengah. Mengingat gerakannya yang semakin cepat.
“Come inside of me.” ucap Heaven kemudian memagut ranum yang lebih tua detik itu juga. Merasakan setiap dorongan yang Farrel berikan sambil memejamkan matanya erat; dengan alis yang tertaut tentunya.
“Shit.” racau Farrel di tengah pagutan itu.
“I'm coming.” katanya sambil memberi kecup kupu-kupu di bibir Heaven.
“Cum for me..“
“Fuck.....” ucap Farrel. Sambil meremat pinggang Heaven, pelepasannya sampai. Ia keluar di dalam lubang Heaven.
“So pretty just for me. Just for me. You are mine.” ucap Farrel lagi sambil menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Heaven, sedangkan yang diperlakukan seperti itu kini terengah-engah.
Dengan segenap tenaga yang tersisa, Heaven membawa kepala Farrel untuk ia bangunkan dari ceruk lehernya.
Kemudian Farrel pun kini menatap Heaven, “Hm?” dengan suara paraunya.
“You did a very great job. Skripsi itu suatu pencapaian yang besar and you did it”, ucap Heaven.
“Udah kan hadiahnya? Suka?” tambahnya.
Farrel tersenyum lebar, “Thank you, Baby. Semua karena support kamu. Aku gak bisa disini kalo gak ada kamu.” katanya.
“Okay kalo kamu suka sekarang keluarin adek besarmu itu dari lubangku. Sakit anjing!” protesnya sambil memukul dada bidang Farrel.
“Astaga, keasikan di dalem sana sampe lupa ngeluarin. Anget banget habisnya, Roger pasti seneng kali sering-sering main di sana.” balas Farrel sambil mengeluarkan miliknya perlahan.
“Roger?“
“Ya ini, adekku.” katanya sambil mengarahkan tangan Heaven untuk menyapa adeknya.
“GILAAAAAA!“
— fin