tuanmudalee

Meskipun Taeyong sempat sedikir merajuk tadinya, namun ia tentu saja tetap mengizinkan Jaehyun menyambangi kamarnya.

Taeyong menyuruh Jaehyun untuk menganggap kamar ini rumah keduanya. Jaehyun senang tentu saja.

“Masih kurang lama peluknya?” tanya Taeyong.

Iya, sedari tadi mereka berbagi dekap dan hangat di dalam ruangan ini. Terpaan angin dari air conditioner, bed sheet, dan cermin di kamar Taeyong yang jadi saksinya.

“Masih” balas Jaehyun sambil terus mengeratkan peluknya.

“Sambil tiduran dong, punggung aku capek” pinta Taeyong.

Jaehyun yang mendengar itu langsung menindih badan Taeyong kemudian menyamankan posisinya, jangan sampai peluknya terlepas.

“Iya-iya sayang aku gak kemana-mana, santai aja meluknya” goda Taeyong.

Posisi keduanya sekarang seperti spooning. Punggung Taeyong menempel pada dada bidang Jaehyun, dagu Jaehyun bertengger di pucuk kepala Taeyong.

Beberapa menit terdiam, Taeyong iseng bertanya pada Jaehyun.

“Je”

“Hm”

“Terus mobil kamu gimana? Disita juga?”

“Tau dah disita apa gak, tapi udah aku bawa sih mobilnya” balas Jaehyun sambil tertawa.

“Kemarin kebetulan habis dari rumah kamu aku bawah mobil kan? Nah ya udah itu aku ke rumah ambil baju terus berangkat lagi pake mobil”

Mulut Taeyong membentuk “O” setelah mendapat jawaban.

“Terus itu motornya?” tanyanya lagi, tak lupa mata berbinarnya itu.

“Aku bawa juga, yang. Kemarin mobilnya aku taro rumah Jo bentar, aku ke rumah lagi ambil motornya. Gak peduli dicariin juga. Siapa suruh ngusir aku” jelasnya.

“Huss gak boleh gitu” sahut Taeyong sambil menoel lengan Jaehyun yang membelit pada pinggangnya.

“Biarin”

“Ntar kalo aku BU banget tinggal WTS kan” balas Jaehyun.

“Dasaarrr anak nakal”

- - -

“Nanggg, ayo makan duluu!” panggil Sang Bunda dari lantai satu.

“YAAA BUNN” balas Taeyong.

“Lepas dulu peluknya, kita makan dulu”

“Aku boleh gak makan?” tanya Jaehyun.

“Boleh”

Tangan Jaehyun membentuk gestur YES!

“Tapi habis gitu gak usah cium sama peluk-peluk aku lagi ya?” tambah Taeyong.

YES! nya luntur.

“Gak jadiii, ini bangun mau makan kokk” ucapnya cepat-cepat berdiri.

Taeyong tersenyum penuh kemenangan, kemudian keluar kamar mendahului Jaehyun.

- - -

“Loh sejak kapan Nak Jeje disini?” tanya Bunda Taeyong.

“Sejak tadi, Bun”

“Duduk, duduk. Makan dulu”

Saat semuanya sudah disiapkan oleh Bunda, Jaehyun tak kunjung melahap makanannya.

Bunda yang mengetahui itu pun bertanya, “Kenapa kok gak dimakan?”

Jaehyun melempar tatapnya pada Taeyong. Taeyong mengerdikkan bahunya, he had no clue what's Jaehyun talking about.

“Anu, Bun. Jaehyun boleh gak—” belum selesai bicara, Taeyong motong ucapan Jaehyun. “Oohh”

Sang Bunda yang sedari tadi menoleh menyimak Jaehyun kini gantian menoleh menyimak Taeyong.

“Jaehyun izin nginep disini ya, Bun? Sampe uangnya cujup buat bayar kos” ucap Taeyong.

“Kenapa gitu?”

Taeyong menatap Jaehyun kemudian menganggukkan kepalanya. Memberi Jaehyun ruang untuk menjelaskan sendiri pada Sang Bunda.

“—Jadi gitu, Bun”

Bunda hanya mengangguk.

“Kalo Bunda gak ngijinin, Je—” ucapannya terpotong lagi.

“Ngijinin. Kaga apa-apa disini aja” ucap Sang Bunda.

Jaehyun berbinar, “makasih Bunda” kemudian berdiri dari kursinya dan memeluk Bunda.

“Ini yang anaknya Bunda yang mana dah”

Taeyong merajuk.

cw // kiss

Baru saja Jaehyun menjagang motornya dan melepas helmnya. Ia mendengar suara pintu dibuka.

Ceklek

Jaehyun mendongak.

Binarnya bertemu dengan yang lebih binar di depannya, Taeyong sedang tersenyum sambil merentangkan kedua tangannya. Siap menerima Jaehyun dalam peluknya.

Jaehyun tersenyum kemudian dengan cepat menghampiri Taeyong.

Buk

“Woah calm bayi” ucap Taeyong sambil menyamankan dagunya di pundak Jaehyun.

I miss you” ucap Jaehyun.

Taeyong mengecup lembut telinga Jaehyun yang kini semakin memerah. Tak lupa mengusak surai tebal kesayangannya. “Kemarin habis tidur bareng sekarang kangen tuh gimana konsepnya?” tanyanya kini sambil mengusap punggung Jaehyun.

“Lepas dulu ya peluknya, ayo masuk dulu” ajak Taeyong.

“Kamu segala gak pake jaket sih” tambahnya sambil berusaha melepas peluknya.

Jaehyun menggeleng dalam pelukan Taeyong.

“Gak mau lepas, gini aja sambil masuk” balasnya.

“Gimana bayiii”

Kemudian Jaehyun berjalan maju yang dimana membuat Taeyong otomatis berjalan mundur. Terulang begitu sampai memasuki rumah seutuhnya.

“Gini caranya” ucap Jaehyun.

Cup

Jaehyun mengecup leher mulus dan tak bernoda milik Taeyong.

“Heh geli!” ucap Taeyong sambil menepuk lengan Jaehyun. Kegiatan barusan mengagetkannya.

Cup

Jaehyun mengecupnya lagi.

Namun kini bibir tebalnya bersarang di leher mulus Taeyong lebih lama, diberi sesapan sedikit.

Mmhhh Je”

Taeyong melenguh sambil tangannya berusaha menjauhkan badan Jaehyun.

“Je, masih di sini. Jangan aneh-aneh” perintah Taeyong.

Jaehyun melepas sesapannya di leher Taeyong dan melonggarkan peluknya. Ia menatap karyanya yang baru saja ia bubuhkan di sana. “Liat, cantik banget” ucapnya sambil mengelus titik kemerahan di leher Taeyong.

Jaehyun mendekatkan wajahnya hingga hidungnya dengan hidung Taeyong bertabrakan, “Berarti kalo di kamar boleh ya? Lagian aku gak aneh-aneh kok. Cuma satu aneh aja” ucapnya berbisik kemudian tersenyum menggoda yang lebih mungil di hadapannya.

Taeyong menatap Jaehyun sinis.

Berhubung dekapan Jaehyun tak seerat tadi, Taeyong mengambil kesempatan untuk kabur.

Bye aku mau ke kamar” tukasnya.

“Loh? Katanya peluk 1000x”

“Eh ayaanggg”

“Siniiii” pinta Jaehyun sambil berjalan mengejar Taeyong yang sedari tadi ngibrit menuju kamarnya.

Sambil berjalan dan sesekali menghentak-hentakkan kakinya, Taeyong bergumam, “Di kira aku gak kepanasan apa ya disana”.

“I'm here” ucap orang itu sambil tersenyum.

“Sayang” panggil Jaehyun sambil berusaha meraih tangan Taeyong untuk ia genggam.

Tapi

Taeyong menghindar bahkan menepis raih-an dari Jaehyun.

“Mià, maaf” ucap Jaehyun. Bukannya fokus pada film di depannya.

Talk to me later, Jaehyun” balas Taeyong telak dan membuat Jaehyun diam.

Namanya dipanggil artinya dunia sedang tak baik-baik saja.

- - - -

Film spiderman yang mereka tonton pun selesai. Tentu saja seluruh penonton dipersilakan keluar karena theatre digunakan untuk bergantian.

Taeyong dengan cepat berdiri dan hendak mendahului Jaehyun.

Namun Jaehyun menggapai lengan Taeyong.

“Aku gandeng aja” pinta Jaehyun kemudian berjalan menggandeng Taeyong.

“Lepasin, Je” pinta Taeyong di tengah kerumunan orang itu.

Namun Jaehyun justru semakin mengenggamnya erat.

- - - -

“Mau mampir makan?” tanya Jaehyun.

“Aku pulang dulu, gojek aku udah sampe” balas Taeyong.

Jaehyun ingin menangis saja rasanya. Ia terlalu mengecewakan Taeyong.

“Pulang sama aku, Mià”

“Aku bisa sendiri”

“Mià” panggil Jaehyun dengan nada meminta untuk kedua kalinya.

“Aku tadi kesini sendiri kan? Ya pulangnya aku sendiri juga” tukas Taeyong.

“Mià please

Ketiga kalinya.

Kemudian Taeyong tak menolak ketika diajak Jaehyun menuju mobilnya.

- - - -

“Aku minta maaf” ucap Jaehyun saat sedari tadi tak ada yang berani menghidupkan atmosfir di dalam mobilnya.

“Buat apa?” tanya Taeyong sambil memainkan ujung bajunya dan sesekali melihat ke luar jendela.

Taeyong tak menatap mata Jaehyun sama sekali. Matanya lagi-lagi kepanasan, ia mati-matian menahan lolos air matanya.

“Maaf aku terlambat. Maaf ya gak nepatin janji aku sama kamu” ucap Jaehyun lagi.

“Mià, could you look me in my eyes?” pinta Jaehyun.

Taeyong menggelengkan kepalanya.

“Maaf sayang..” ucap Jaehyun lagi.

Sungguh ia kehabisan kata. Taeyong yang seperti ini tak pernah ia jumpai. Sekali menjumpai itu semua karena salahnya sendiri.

Jaehyun yang sedari tadi tak melepas tatap dari Taeyong langsung sadar ketika kesayangannya menangis.

Taeyong memang menoleh ke arah jendela, tapi air matanya yang berjatuhan, Jaehyun dapat melihatnya.

“Taeyong, aku minta maaf”

“Maaf, maaf, maaf. Please, jangan nangis. Maaf, maafin aku sayang” pinta Jaehyun sambil menempelkan dahinya pada lengan Taeyong. Jaehyun kecewa pada dirinya sendiri. Bodoh.

Am I ghost to you, Je?” tanya Taeyong.

Akhirnya berbicara.

How could you claimed yourself like that?” balas Jaehyun, berusaha mencari tatap Taeyong namun percuma. Taeyong masih acuh.

“Kalo kamu anggep aku ada, cerita sama aku kalo ada apa-apa”

“Say—”

“Kalo kamu percaya sama aku, kamu gak akan takut buat ngomong apapun sama aku”

“Aku rela nahan semua-semuanya supaya gak nyakitin kamu. Tapi aku bodoh, ternyata aku yang malah kesakitan sekarang” ucap Taeyong.

“Kenapa malah milih dateng ke aku? Laura lagi nungguin kamu sekarang” tanya Taeyong.

“Jo suruh aku puter balik, buat ketemu kamu” balas Jaehyun sambil mengeratkan genggamannya pada jemari Taeyong.

Taeyong tersenyum mirik.

“Berarti kalo Jo gak nyuruh kamu, kamu gak akan ke aku ya?”

“Cukup tau aku, Je” tambahnya.

“Bukain pintunya, aku mau pulang” pinta Taeyong.

“Taeyong, bukan gitu. Maksud aku gak gitu” balas Jaehyun panik.

“Jaehyun, you know what? All this time I kept quiet. I keep and quiet and quiet so I could keep you. Sekarang, keputusannya di kamu. Kamu mau aku tetep diem tapi bertahan atau aku lantang tapi berhenti?” tanya Taeyong.

“Aku gak mau dua-duanya, Sayang..” balas Jaehyun, matanya mulai berkaca-kaca. Ia tak mau ditinggal Taeyong.

“Jaehyun, aku gak suka sama orang yang suka ingkar janji dan gak jujur”

“Maaf. Aku,”

“Aku..”

“Iya kamu. Kamu bohong dan ingkar janji makannya kamu gak bisa jawab”

“Kalo kehadiran aku disini cuma jadi tembok pembatas antara kamu sama kebebasan kamu, then let me go. Biar gak ada lagi yang membatasi kamu. You can fly high anywhere you want” tambah Taeyong.

“Sayang..” ucap Jaehyun terbata.

Please, No. Jangan ngomong gitu. Aku gak mau ditinggalin kamu. I need you, Taeyong. I love you” tambahnya sambil berusaha memeluk Taeyong.

Taeyong tak menolak.

Jaehyun membenamkan seluruh wajah tampannya pada ceruk leher Taeyong.

I love you. Maaf, maaf, maaf. Jangan pergi” pinta Jaehyun.

“Aku benci sama aku yang gak bisa marah sama kamu. I can't ignore the fact. I love you too. That much” balas Taeyong.

Hug me, Taeyong” pinta Jaehyun.

Kemudian tangan Taeyong perlahan membalas pelukan Jaehyun. Taeyong sayang sekali dengan orang ini.

“Aku bisa jadi tameng kamu buat hadapi Laura. Jangan diem aja kalo dia ganggu kamu. Aku gak suka liatnya” tegas Taeyong.

“Maaf”

“Sudah selesai” balas Taeyong.

“Aku gak akan bisa marah lama-lama” tambahnya.

Jaehyun mengeratkan peluknya.

“Jangan janji lagi kalo kamu gak bisa tepati. Mending bilang gak bisa daripada harus kaya tadi” pinta Taeyong.

Cup

Jaehyun menjawab pinta Taeyong dengan kecupan sekilas pada bibirnya. Tak lupa senyum dengan cacat di belah kanan dan kiri pipinya.

Keduanya melupakan fakta bahwa sedari tadi mobilnya masih setia berada di parkiran mall, belum keluar sama sekali.

Setelah mengiyakan ajakan Taeyong untuk mengobati lukanya. Jaehyun dengan perasaan dan penampilan acak-acakan memasuki rumah Taeyong.

Seperti kata Taeyong, biar Bunda yang mengobati.

“Bun, bunda” panggil Taeyong.

“Sini kamu duduk sini dulu” suruhnya pada Jaehyun.

Sang Bunda pun mendatangi asal suara, “Lah katanye mau pergi, Nang?” tanyanya.

“Anak kesayangan Bunda tuh, liat deh” ucap Taeyong.

Bunda tentu kebingungan, tapi tetap menghampiri Jaehyun yang sedang duduk meringkuk di sofa itu.

“Nang, kenape?” tanya Bunda pada Jaehyun.

Yang ditanya menengadahkan kepalanya, orang tua bicara harus ditatap matanya. “Bun” panggil Jaehyun sambil tersenyum, senyum manis kebangaannya.

“Taeyong ambilin p3k” ucap Bunda sigap tepat setelah melihat penampilan acak-acakan Jaehyun.

- - - -

“Selamat hari Ibu, Bunda” ucap Jaehyun sambil mengenggam tangan Bundanya Taeyong.

Sebetulnya Bunda masih mengobati luka Jaehyun, tapi satu tangannya tiba-tiba dicekal Jaehyun. Jadi sekarang satu tangan mengobati Jaehyun, satunya lagi digenggam Jaehyun.

“Makasih, Nak Jeje” balas Bunda sambil tersenyum.

“Tapi lu bisa gak tolong ngucapinnya nanti dulu? Ini betadine di ujung bibir lu mau netes” tambah Bunda.

Taeyong yang mendengar itu hanya bisa terkekeh dan menggelengkan kepalanya.

“Dah selesai” ucap Bunda setelah selesai menempel hansaplas pada ujung dahi Jaehyun yang ternyata juga terluka.

Jaehyun masih terdiam di tempatnya. Menikmati usapan kecil dari Bunda pada surai lebatnya. Ia ingin punya mama seperti Bunda.

“Jangan jera ya, Nang?” pinta Bunda.

“Sekarang anak Bunda ada dua, jangan sungkan-sungkan kalo mau cerita sama Bunda” tambahnya.

Jaehyun tersenyum senang.

“Makasih Bunda” ucap Jaehyun tak lupa mengenggam tangan Bunda.

“Ehemm” sela Taeyong.

“Yang disini gak di makasihin?” tukasnya.

“Makasih sayang” balas Jaehyun sambil merentangkan dua tangannya, mengundang Taeyong dalam pelukannya.

Ketika Taeyong mendapati pesan dari Jaehyun, ia pun segera keluar dan benar saja mobil Jaehyun sudah terparkir sembarang disana.

Taeyong memasuki mobil Jaehyun.

“Haloo” sapanya sambil hendak memakai sabuk pengamannya.

“Mià”

Panggil Jaehyun tertatih, suaranya serak, nafasnya berderu. Kepalanya masih tertunduk.

“Je?” “Look at me, Jeje” pinta Taeyong

Jaehyun menggelengkan kepalanya, “Aku takut” katanya.

“Jaehyun” panggil Taeyong selembut mungkin.

Dengan sedikit kaku, Jaehyun mengangkat wajahnya kemudian mencari dimana letak tatap Taeyong; tatap yang akan ia balas setelahnya.

Taeyong kaget.

“Sayang, ini kenapa..”

Taeyong hampir tak bisa berkata.

Jaehyun menunduk lagi, kini tundukkan kepalanya semakin dalam. Ia malu, ia takut, dan ia sakit.

“Sakit, Mià” ucap Jaehyun.

“Jangan ditahan. Nangis yang banyak, aku disini. Aku yang bantu sembuhkan” balas Taeyong kemudian membawa Jaehyun ke dalam peluknya.

“Jung Jaehyun yang punya punggung paling kuat”

“Jung Jaehyun ini yang selalu menghadang petaka dunia yang mungkin menimpa keluarga”

“Jung Jaehyun ini yang selalu jadi andalan dan kepercayaan semua orang”

“Jaehyun, gak apa-apa kalo kamu belum jadi andalan Mama dan Papa. Kamu tetep andalan aku, andalan Mark, andalan Jo, andalan Yuta, andalan Jeno, andalan satu olim Inggris, dan andalam Sir Richard”

Ucap Taeyong masih setia mengusap punggung Jaehyun yang mungkin sekarang empunya sedang terisak di ceruk lehernya.

“Jaehyun, punggung kuat ini, jangan dibiarin jera ya?” pinta Taeyong sambil menepuk punggung Jaehyun.

“Kenapa?” tanya Jaehyun, suaranya terdengar seperti teredam.

“Kalo kamu jera siapa yang jadi andalan aku? Katanya kamu sayang sama aku?”

“Lagian punggung ini terbuat dari baja kan? *Will you believe me when I say that this back is holding so many responsibilities?” tambah Taeyong.

Jaehyun mengangguk di pelukan Taeyong.

Good boy” puji Taeyong kini mengusap sayang surai tebal Jaehyun yang sempat berantakan karena kejadian sebelumnya.

Now tell me what happen

“Aku dipukulin Papa. Katanya aku anak gak becus, aku disuruh enyah aja” balas Jaehyun.

Taeyong tersenyum.

Tak perlu banyak bertanya, Jaehyun hanya butuh didengar kali ini. It's give and take thing.

“Masuk ya? Biar diobatin Bunda lukanya”

“Jangan. Hadiah dan dinner sama Bunda, gimana?” tanya Jaehyun sambil melepas peluk perlahan.

It doesn't matter, sayang” balas Taeyong mengusap ujung bibir Jaehyun yang terluka.

“Jagoanku lebih penting dari segalanya” ucap Taeyong kemudian mengecup dahi Jaehyun perlahan.

Cup

Kepala Jaehyun tetap ditahan dengan kedua tangan mungilnya.

Kemudian kedua ujung bibir Jaehyun yang biasanya digunakan untuk mengukir senyum dan mengukir lesung juga dikecup sekilas.

Cup

Cup

It's gonna be okay, I'm here

TW // Abusive Parents Kalo merasa terganggu jangan dilanjut baca yaa..

Seperti yang Jaehyun bilang, ia sudah membelikan mamanya hadiah. Jaehyun tak pernah lupa untuk membelikan sesuatu ketika hari Ibu. Jaehyun merasa kalimat manis saja tak cukup, maka ia harus membelikan barang, setidaknya bisa dikenang dan disimpan.

Sambil menunggu Taeyong mengabari, Jaehyun mempersiapkan kejutan untuk Mamanya.

“Lo ngapain sih gak mau pisah aja?”

“Lo gak paham ya gue udah muak sama semua ini. Termasuk anak lo yang gak bisa apa-apa itu!”

Langkah Jaehyun terhenti. Lagi? batinnya.

Telinga Jaehyun panas, pasti gara-garanya masih sama dengan yang lalu. Kala ketika Jaehyun mengatakan dia tidak baik-baik saja, itu benar adanya.

Saat tak terdengar lagi suara ricuh dan saling melempar hujaman di sana, Jaehyun memutuskan untuk beranjak. Ia hanya ingin memberikan hadiah hari Ibu untuk Mamanya.

Mama dan Papanya belum sadar saat ia menuruni tangga, hingga akhirnya Jaehyun tiba pas di samping mamanya.

“Selamat hari Ibu, Ma” ucapnya sambil tersenyum.

Sang Papa yang ada disana hanya melirik sinis.

Sang Mama mendongak, tak mengucapkan apa-apa.

Jaehyun masih setia berdiri disana menyodorkan hadiah yang tak kunjung diterima.

“Ah anak sialan!”

Bukan Mamanya yang membalas, melainkan Papanya.

Papanya dengan tidak berdosa menghempas hadiah yang sedari tadi masih Jaehyun genggam.

Kue tart yang sudah ia pesan sejak satu minggu lalu rusak, berhambur di lantai, tak karuan.

Bucket bunga yang sudah ia desain sendiri terlepas dari ikatannya, cantiknya hilang.

Jaehyun yang melihat itu masih terdiam, pikirnya sedang memproses.

“Gak becus jadi anak!” tukas Papanya lagi.

Jaehyun yang sadar karena teriakan dari Papanya pun mengambil sisa-sisa bunga dan tart yang berhamburan, ia bereskan.

Namun..

Saat hendak mengambil potongan tart yang terlempar cukup jauh,

Perutnya ditendang..

Perut Jaehyun ditendang..

Sakit, Pa.. rintihnya dalam hati.

Jaehyun meronta dalam hati.

Tendangan itu hanya sekali, namun bentuk kekerasan yang ia terima setelahnya bertubi-tubi.

Surai tebal Jaehyun ditarik kasar hingga kepalanya ikut terangkat.

Pipinya ditampar, bahkan ditinju hingga ujung kanan dan kirinya membiru.

“P-pa.. maaf, Pa” rintih Jaehyun.

“Anak paling besar tapi untuk jadi berprestasi saja gak bisa? Lo lebih baik enyah kalo gak bisa bahagiakan orang tua!” ucap Papanya.

Apa kabar dengan Mamanya? Mamanya diam membeku, membisu di tempat duduknya. Mamanya bingung, Jaehyun buah hatinya tapi yang dikatakan suaminya ada benarnya. Jadi?

Saat Papa Jaehyun hendak menyiksa Jaehyun lebih dari ini, teriakan dari arah pintu terdengar.

“Cukup, Om”

Ucap Mark. Ia sedari tadi menunggu di depan pintu karena menurutnya tidak sopan untuk masuk di keadaan seperti ini.

Mark itu sepupu Jaehyun, Mark dititipkan orang tuanya di rumah Jaehyun karena satu sekolah. Kenapa mereka bisa ada di grade yang sama? Karena Mark akselerasi.

“Aku liat-liat dari luar kayanya Om gak ada niat buat berhenti sama sekali ya?” sarkas Mark.

“Aku juga mau minta tolong buat Om supaya ngulang kalimat Om soal Jaehyun gak berprestasi”

“Om dan Tante aja yang dasarnya gak ngeliat kehadiran Jaehyun sebagai Jaehyun. Om dan Tante gak tau kan dia ke Jogja berjuang olimpiade bawa nama sekolah?”

Papa dan Mama Jaehyun terdiam.

“Dia, yang katanya anak gak becus dan gak berprestasi ini juara satu olimpiade bahasa nasional Om, Te. NASIONAL.” ucap Mark sambil menunjukki Jaehyun yang sedari tadi masih bersimpuh di lantai.

“Bang, keluar” pinta Mark.

Jaehyun tak menggubris.

“Gue bilang keluar, sekarang” tekan Mark.

“Udah selesai” tambahnya.

Akhirnya Jaehyun dengan susah payah bangkit. Ia tak lupa kok soal janjinya dengan Taeyong.

Dengan susah payah pula ia menuju mobilnya kemudian meninggalkan rumahnya dengan keadaan babak belur.

Hari itu Varen sedang penugasan dokter di Palembang, hari terakhir. Varen dengan ria memikirkan akan membawa oleh-oleh apa saat kembali ke Jakarta, sebelum ia mendengar kabar Jade sekarat..

Akhirnya Varen dengan paksa mengundurkan dirinya dari acara penutupan penugasan di Palembang dan terbang ke Surabaya dengan tergesa. Ia takut Jade-nya hilang.

Dengan tiket pesawat seadanya dan perasaan yang berantakan, Varen berangkat.

- - -

Sesampainya di Surabaya, Varen membuka handphonenya, ia berniat bertanya dimana letak rumah Jade. Namun, ternyata Tara sudah mengirimkan lokasinya terlebih dahulu. Varen sedikit kikuk, tadi sempat menghalangi kok sekarang malah mempersilakan?

Akhirnya Varen pun berangkat dengan taxi ke kediaman Jade.

Setelah sampai di halaman rumah Jade,

Congratulations, Dokter Varen!”

Tiba-tiba seisi rumah meneriakinya.

Tentu saja Varen kaget, ini maksudnya apa? pikirnya.

Saat Varen mengedar pandang terdapat Bima dan Tara disana, ada teman karib Jade juga, lengkap semuanya.

Namun, ia tak kunjung menemukan sosok Jade.

“Jade mana?” dua kata pertama yang keluar dari mulut Varen.

“Disini, Adek Sayang.” balas seseorang yang belum terlibat eksistensinya.

Varen semakin bingung.

“Ini apa sih maksudnya?” Varen mulai jengkel.

Kemudian kerumunan orang itu perlahan terbuka menjadi dua, menampilkan sosok tampan dengan setelah Jenderal, it's Jade.

Varen tersenyum pahit.

Jade berjalan perlahan ke arah Varen, berusaha terus menyelami manik indah Varen dari sana. Menyalurkan ketenangan karena ia tahu Varen pasti kelimpungan.

“Saya disini,” ucap Jade setelah menapakkan kakinya pas di hadapan Varen.

“Katanya pendarahan?” tanya Varen ketus.

“Pendarahan karena cintamu, boleh?”

Yang lain menyahut, “BASI BASIIII!”

Kemudian Jade berlutut dan menyodorkan kotak kecil berbahan bludru berwarna biru, warna favorit Varen. Jade membukanya, kotak itu menampilkan cincin dengan berlian kecil namun cantik sekali.

Will you be my forever partner, Varen Diratama?”

“Tunangan dengan saya mau ya?” ucap Jade.

Varen menangis. Air matanya lolos membasahi wajah manisnya.

Merasa terlalu lama terharu, Varen mengusap kasar wajahnya kemudian mengangguk cepat.

Jade diterima.

Jade kemudian berdiri dan memasangkan cincin itu di jari tengah Varen.

Thank you, I love you.” ucap Jade sambil mengecup dahi Varen dan memeluk Varen.

Varen mengangguk di pelukan Jade, “I love you too, Mas”

Ketika Taeyong melewati depan kelas Jaehyun, ia heran. Tumben sekali seorang Jaehyun sudah meninggalkan kelas pada jam segini?

Sebetulnya kelas mereka bersebelahan, hanya terpisah oleh tangga saja. IPS 2, kelas Jaehyun, kemudian tangga, baru IPS 3, kelas Taeyong.

Hampir seharian tidak bertegur sapa dengan Jaehyun, Taeyong merasa bersalah. Ia terus berpikir apakah tindakannya untuk menenangkan pikiran ini benar? Apakah ia tak terlalu egois? Dan sebagainya.

- -

Saat Taeyong mengetahui bahwa Jaehyun sudah tidak di kelasnya, ia pun bertanya pada murid IPS 2 yang berada di situ. Beberapa dari mereka mengetahui kalau Jaehyun pulang lebih dulu karens sakit.

Tentu saja Taeyong khawatir.

Maka ia langsung menghubungk sahabat Jaehyun, Jo, untuk memastikan.

“Ternyata bener sakit” gumamnya setelah mendapat balasan dari Jo.

Taeyong lebih khawatir lagi, karena ia tidak berkomunikasi dengan Jaehyun, ia juga tidak tahu akan kemana Jaehyun pergi. Taeyong cuma bisa berharap Jaehyun pulang ke rumah, bukan ke tempat lain.

- - -

Sesampainya di rumah, Taeyong membuka pagar kemudian masuk dengan kepala tertunduk ke bawah. Ia jadi ikut lemas mendengar kabar Jaehyun sakit.

Saat Taeyong sudah selesai melepas sepatu dan memasuki rumah, ternyata sudah ada yang menyambutnya disana.

Saling beradu tatap sekitar 1 menit.

Jaehyun tersenyum melihat kesayangannya.

Baru 1 hari tapi terasa seperti 1 windu.

“Hey” sapa Jaehyun.

Taeyong masih kikuk.

Kemudian Jaehyun berdiri dari duduknya dan menghampiri Taeyong.

“Aku kangen” ucap Jaehyun kemudian mendekap yang lebih mungil di depannya.

Taeyong malah melamun. Ini gue harus bereaksi apa ya, pikirnya.

“Aku kangen” ucap Jaehyun sekali lagi.

Dekapannya semakin erat.

Perasaan Taeyong menghangat.

Sejujurnya tidak ada yang Taeyong permasalahkan, ia hanya butuh sendiri.

“Kamu sakit apa?” tanya Taeyong, tak lupa membalas dekapan Jaehyun.

“Sakit kangen” ucap Jaehyun mendusalkan kepalanya ke ceruk leher Taeyong.

“Yang bener, Jaehyun”

“Aku sayang banget sama kamu. Maaf bikin kamu kesel. Jangan sampe lupa buat pulang ya, kamu rumahku”

Taeyong berkaca-kaca. Ia mendongak sedikit guns mencegah air matanya lolos membasahi pipinya.

Tidak mendapat jawaban pasti, akhirnya Taeyong sedikit menjauh dari dekapan itu. Ia memegang dahi Jaehyun, mengecek suhu tubuhnya.

“Badan kamu anget” ucapnya.

“Aku belum makan dari kemarin”

“Biar apa kaya gitu?”

Jaehyun mengeratkan lingkaran tangannya pada pinggang Taeyong sambil membalas, “Aku maunya mogok makan, tapi liat Jeno bawain makanan katanya dari kamu. Aku langsung makan lagi sampe abis malah. I'm a good boy, right?”

Taeyong senang sekali melijat Jaehyun yang seperti ini.

Taeyong mengangkat satu tangannya untuk mengusap pipi kanan Jaehyun, “Thank your for being a good boy” pujinya sambil tersenyum.

Tbc

Excuse me, Sir.” ucap Zero pada pimpinan pasukan AS.

What do you want?”

Wait, you're not from here. Don't you?” tambah pimpinan itu.

Yes, Sir. We are reporters, from Indonesia” sahut Fero.

“Indonesia huh? What do you guys want?” tanya pimpinan itu mulai curiga.

We're just gonna ask some questions to you, Sir” balas Zero.

Kemudian pimpinan AS itu menjawab segala pertanyaan yang dillontarkan empat sekawan yang ternyata penyamaran ekstremnya berhasil di depan pimpinan AS.

Sesampainya di markas, Yoel menghela nafas pelan.

“Kenapa, Brigjen Yo?” itu suara Fero.

“Lega saya, ternyata penyamaran kita berhasil. Semudah ini?”

Sementara di sisi lain, Jade dan Zero mengotak-atik kamera yang digunakan untuk memotret kegiatannya bersama pimpinan pasukan AS itu.

Kemudian Jade mengangkat benda kecil yang mengeluarkan cahaya merah. “Saya juga lega benda ini aman” ucapnya.

Benda kecil bercahaya merah itu microphone. Ya, benar. Mereka memasang microphone di kamera. Mereka bukan hanya memotret tapi juga merekam semua percakapan yang berlangsung.

Rencana besar itu belangsung cukup lama, lancar tanpa lika-liku.

Hingga pada akhirnya, salah satu mata-mata pasukan AS menemukan pasukan N127 sedang sembunyi-sembunyi saat akan memasukan markas mereka. Tak lupa mata-mata itu memotret beberapa foto dari wajah-wajah pasukan N127 dan lebih sialnya lagi empat sekawan itu masuk dalam list potretannya.

Pimpinan pasukan AS murka kemudian memutuskan untuk menyerang pasukan N127 secepatnya. Mereka bertikai di negara orang, bukan tempat mereka.


Desiran pasir di padang yang tandusnya tak seberapa, semilir angin panas yang melukai relung hati, dan perasaan ingin bebas yang belum tercapai. Disinilah Jade, Zero, Fero, dan Yoel.

Empat sekawan ini sudah pasti menaruh diri di garis terdepan ketika berperang, tapi para bintara dan tamtama kesayangan mereka menghalau keras keinginan itu.

Tiga bintara dan dua tamtama kebanggaan mereka siap memasang badan apapun yang akan terjadi.

Ketika semua pasukan N127 sedang terlelap, bunyi tembakan lolos mengganggu telinga mereka. Hingga pada puncaknya ledakan terjadi di area parkir markas mereka.

Dengan itu semua pasukan bersiap-siap, sudah waktunya.

Selang 8 menit saling melempar tembak, tiga bintara dikabarkan gugur tertembak dari jarak 2000 mil. Mereka tertembak oleh penembak jitu, penembak itupun tak diketahui siapa.

8 jam belum juga surut pertikaian ini.

Hingga pada masanya Yoel tertembak di bagian lengannya ketika akan keluar dari suatu bangunan. Sebelum tertembak ia berkata “Jenderal di belakang saya, saya duluan” pada Jenderal Jade yang akhirnya dituruti oleh sang empunya nama.

Kemudian Jade yang posisinya paling dekat dengan Yoel pun segera menghampiri dan menghubungi unit gawat dan darurat di seberang sana.

“Lapor Pasukan N12714021997, saya butuh bantuan. Yoel tertembak, depan gedung B26, sekarang!”

“Lapor Pasukan N127009765 terima.”

Setelah mendapat balasan, Jade berdiri hendak waspada alih-alih ada penyerangan yang tiba-tiba menghujam dirinya. Tak lama setelah Yoel dibawa, Jade berjalan mundur, kemudian DOR..

Jade tertembak di bagian perutnya.

Jade tersungkur tak berdaya, darahnya berceceran membasahi bata yang ada di jalanan. Zero pun dengan tergesa-gesa menghubungi unit gawat dan darurat itu. Namun..

Mereka berkata mereka kewalahan. 8 jam berjalan perang sudah terdapat hampir 200 pasukan yang terluka, mereka bilang jika Jenderal Jade diobati, mereka tak yakin bisa mengobati yang lain juga.

Saat HT antara Zero dan pihak kesehatan masih terhubung, tiba-tiba terdengar suara lain yang masuk. “Biar saya yang menangani.”

Dengan itu, Jade langsung dibawa untuk diberi pengobatan segera. Sementara Fero dan Zero melanjutkan pertumpahan darahnya di medan perang.

Irak, Baghdad 2003.

Hanya perlu empat pekan bagi para tenaga tentara Amerika Serikat untuk menerobos padang pasir Irak menuju jantung kota, Baghdad, tak lupa menyingkirkan Saddhana.

Waktu itu, keadaan pasukan Saddhana sudah tak lagi solid. Pasukan kacau balau, bahkan kabur karena telah menyerah. Untuk apa berperang lagi, mereka tahu mereka telah kalah. Tidak ada yang berusaha menghentikan invasi tersebut, kecuali anggota paramiliter Irak.

Kolonel Sarzan McKeel dari pasukan AS keluar dari tank dan tersenyum bahagia ketika berhasil menyingkirkan Saddhana. Rakyat Irak pun bersukacita dengan menghancurkan patung Saddhana dengan melemparinya batu, dan sebagainya.

Saddhana yang merasa dirinya tertangkap basah pun melarikan diri dari Irak.

Selang beberapa tahun berjalan, pasukan AS masih menduduki Irak.

AS menduduki Irak dengan membawa permasalahan dan pertikaian yang lebih rumit daripada sebelumnya. Rakyat Irak yang awalnya senang akan kehadiran AS, sekarang malah membenci mereka. AS justru membawa petaka.

Ribuan prajurit gugur, ratusan cidera dan cacat, tapi belum juga ditemukan jalan keluar.

Rakyat Irak hampir menyerah, hingga pada akhirnya Pemerintah Irak memutuskan untuk memberitakan pada seluruh dunia bahwa negaranya butuh bantuan.


“Lapor Pasukan N1270140628, Irak membutuhkan bantuan, negara mengutus pasukan kita. Siap Selesai.”

Ucap salah satu juru bicara Tentara di markas itu.


Pasukan N1270410628 pun siap berangkat ke Irak dengan misi membantu berdirinya politik rakyat Irak sekaligus mengeluarkan kependudukan AS dari Irak secepatnya.


“Siap Grak!” ucap Jenderal Jade kala apel.

Pasukan N127 telah siap seutuhnya. Apapun yang akan terjadi biar Tuhan yang menentukan.

“Kalian telah memahami tugas masing-masing. Mari kita sembunyikan proses dan pamerkan hasil. Mari kita sedikit berharap dan perbanyak berbuat. Kita ini satu, kita tegar dan saling menguatkan. Jangan pernah lupa bahwa kita tak bisa disini bila tanpa sebuah tim. Paham?”

Kemudian keseluruhan barisan pasukan itu menjawab serentak, “Siap paham!”

“Sebelum apel selesai mari kita menyanyikan lagu kebangsaan kita Indonesia Raya dan juga mengheningkan cipta demi mengenang jasa para pahlawan yang secara tidak langsung kita lanjutkan hari ini dan di masa depan.” ajak Jenderal Jade.

“Selesai.” ucap Jenderal Jade.

Hari itu, 28 September 2008, Pasukan Tentara N127 berkobar.