Selamat hari Ibu, Ma

TW // Abusive Parents Kalo merasa terganggu jangan dilanjut baca yaa..

Seperti yang Jaehyun bilang, ia sudah membelikan mamanya hadiah. Jaehyun tak pernah lupa untuk membelikan sesuatu ketika hari Ibu. Jaehyun merasa kalimat manis saja tak cukup, maka ia harus membelikan barang, setidaknya bisa dikenang dan disimpan.

Sambil menunggu Taeyong mengabari, Jaehyun mempersiapkan kejutan untuk Mamanya.

“Lo ngapain sih gak mau pisah aja?”

“Lo gak paham ya gue udah muak sama semua ini. Termasuk anak lo yang gak bisa apa-apa itu!”

Langkah Jaehyun terhenti. Lagi? batinnya.

Telinga Jaehyun panas, pasti gara-garanya masih sama dengan yang lalu. Kala ketika Jaehyun mengatakan dia tidak baik-baik saja, itu benar adanya.

Saat tak terdengar lagi suara ricuh dan saling melempar hujaman di sana, Jaehyun memutuskan untuk beranjak. Ia hanya ingin memberikan hadiah hari Ibu untuk Mamanya.

Mama dan Papanya belum sadar saat ia menuruni tangga, hingga akhirnya Jaehyun tiba pas di samping mamanya.

“Selamat hari Ibu, Ma” ucapnya sambil tersenyum.

Sang Papa yang ada disana hanya melirik sinis.

Sang Mama mendongak, tak mengucapkan apa-apa.

Jaehyun masih setia berdiri disana menyodorkan hadiah yang tak kunjung diterima.

“Ah anak sialan!”

Bukan Mamanya yang membalas, melainkan Papanya.

Papanya dengan tidak berdosa menghempas hadiah yang sedari tadi masih Jaehyun genggam.

Kue tart yang sudah ia pesan sejak satu minggu lalu rusak, berhambur di lantai, tak karuan.

Bucket bunga yang sudah ia desain sendiri terlepas dari ikatannya, cantiknya hilang.

Jaehyun yang melihat itu masih terdiam, pikirnya sedang memproses.

“Gak becus jadi anak!” tukas Papanya lagi.

Jaehyun yang sadar karena teriakan dari Papanya pun mengambil sisa-sisa bunga dan tart yang berhamburan, ia bereskan.

Namun..

Saat hendak mengambil potongan tart yang terlempar cukup jauh,

Perutnya ditendang..

Perut Jaehyun ditendang..

Sakit, Pa.. rintihnya dalam hati.

Jaehyun meronta dalam hati.

Tendangan itu hanya sekali, namun bentuk kekerasan yang ia terima setelahnya bertubi-tubi.

Surai tebal Jaehyun ditarik kasar hingga kepalanya ikut terangkat.

Pipinya ditampar, bahkan ditinju hingga ujung kanan dan kirinya membiru.

“P-pa.. maaf, Pa” rintih Jaehyun.

“Anak paling besar tapi untuk jadi berprestasi saja gak bisa? Lo lebih baik enyah kalo gak bisa bahagiakan orang tua!” ucap Papanya.

Apa kabar dengan Mamanya? Mamanya diam membeku, membisu di tempat duduknya. Mamanya bingung, Jaehyun buah hatinya tapi yang dikatakan suaminya ada benarnya. Jadi?

Saat Papa Jaehyun hendak menyiksa Jaehyun lebih dari ini, teriakan dari arah pintu terdengar.

“Cukup, Om”

Ucap Mark. Ia sedari tadi menunggu di depan pintu karena menurutnya tidak sopan untuk masuk di keadaan seperti ini.

Mark itu sepupu Jaehyun, Mark dititipkan orang tuanya di rumah Jaehyun karena satu sekolah. Kenapa mereka bisa ada di grade yang sama? Karena Mark akselerasi.

“Aku liat-liat dari luar kayanya Om gak ada niat buat berhenti sama sekali ya?” sarkas Mark.

“Aku juga mau minta tolong buat Om supaya ngulang kalimat Om soal Jaehyun gak berprestasi”

“Om dan Tante aja yang dasarnya gak ngeliat kehadiran Jaehyun sebagai Jaehyun. Om dan Tante gak tau kan dia ke Jogja berjuang olimpiade bawa nama sekolah?”

Papa dan Mama Jaehyun terdiam.

“Dia, yang katanya anak gak becus dan gak berprestasi ini juara satu olimpiade bahasa nasional Om, Te. NASIONAL.” ucap Mark sambil menunjukki Jaehyun yang sedari tadi masih bersimpuh di lantai.

“Bang, keluar” pinta Mark.

Jaehyun tak menggubris.

“Gue bilang keluar, sekarang” tekan Mark.

“Udah selesai” tambahnya.

Akhirnya Jaehyun dengan susah payah bangkit. Ia tak lupa kok soal janjinya dengan Taeyong.

Dengan susah payah pula ia menuju mobilnya kemudian meninggalkan rumahnya dengan keadaan babak belur.