Tags : pokonya ini having sex and pasti joroknya mendominasi, so yg gak nyaman bisa skip aja + kalo masih minor pls bgt gak usah mampir duluu
1885 words — © terjyong.
Setelah mengatakan “otw” pada Marko, tentu saja Shailendra dengan cepat kembali ke kamarnya.
Sebelumnya Shailendra sedang berada di luar sendirian, menikmati semilir angin Maldives. Namun fokusnya terpecah ketika Marko memanggilnya dengan sebutan 'Ai'. He's not used to that nickname. Marko selalu panggil selain Ai, so panggilan Ai layaknya sihir buat Shailendra.
Ketika Shailendra sampai di depan kamar, tak perlu mengetuk, ia langsung masuk dan betapa kagetnya ia saat melihat Marko ada di samping pintu berdiri dengan menyandarkan punggungnya di dinding. Tak lupa kedua tangannya yang dilipat ke depan kemudian tatapnya yang tak kalah dalam daripada lautan.
“L-loh? Kakabi ngapain disitu?” tanya Shailendra berusaha biasa saja.
Marko dengan cepat mendekati Shailendra, Shailendra yang mengira Marko akan menciumnya pun memejamkan mata rapat-rapat.
Ceklek.
“Kenapa nutup mata?” tanya Marko sambil tersenyum mirik.
Marko hanya menutup pintu di belakang Shailendra.
“Oh.. enggak, gak papa kok,”
“Aku ke toilet dulu ya.” ucap Shailendra.
“Siapa yang ngizinin kamu kabur?” tanya Marko mengintimidasi.
“En-enggak ada..”
“Ikut aku.” perintah Marko sambil mencekal lengan mungil Shailendra. Diajaknya Shailendra masuk ke dalam satu ruangan.
-
-
-
Shailendra menyamankan posisi duduknya di atas pangkuan Marko. Namun sama sekali tak ada niat untuk menatap mata seseorang di depannya itu.
“Kalo kamu belum siap aku gak bakal maksa, Ca.” ucap Marko sambil mengangkat tubuh Shailendra agar tak terduduk di pangkuannya lagi.
“Aku ke belakang dulu, hau—”
Ucapannya terpotong kala Shailendra dengan sigap menarik tangan Marko kemudian berdiri dan mencium Marko begitu dalam dan berani. Seakan menyalurkan kalimat, “Aku siap, aku siap kok.”
Marko kebingungan awalnya, namun ia tetap mengikuti ritme Shailendra begitu saja.
“Touch me.” pinta Shailendra di sela pagutannya dengan Marko. Bibirnya yang masih menempel pada milik Marko dan mata yang terbuka setengah menampilkan kesayuan membuat Marko sadar bahwa ia baru saja diberi kebebasan.
“I will.” balas Marko kemudian mencium Shailendra lagi.
Marko berjalan ke depan sedangkan Shailendra mundur perlahan ketika Marko menuntun keduanya untuk berpindah tempat, yaitu kamar. Jangan lupakan pagutan yang sama sekali tak terlepas.
Marko menuntun Shailendra ke ranjang king-size yang digunakan berdua pun masih sangat banyak sisa ruangnya itu. Ia dudukkan lagi Shailendra dalam pangkuannya.
Tangan kekar Marko kini mengambil aksi dengan berani menggerayangi tubuh molek Shailendra.
Awalnya tangan Marko hanya berada di leher Shailendra saja, namun kini turun ke punggung; diusaknya lembut dan penuh sayang.
Bagian terakhir, pantat Shailendra.
“Aku tau dari tadi kamu pengen gerakin ini di atas aku, don't be shy, baby. I'm fully yours tonight.” bisik Marko sambil menepuk kedua bongkahan berisi milik Shailendra.
“M-mmhh..”
Lenguh Shailendra pertama kali.
“Beautiful.” puji Marko sambil meneruskan kegiatan meremas bongkahan berisi milik kesayangannya itu.
“Touch me more, Kakabi.”
Shailendra mulai kehilangan akal. Tubuhnya menggeliat kesana kemari mencari friksi yang belum ia temukan sedari tadi.
Diminta untuk menyentuh lebih daripada ini, Marko justru menghentikan kegiatannya.
Shailendra yang awalnya memejamkan mata pun membuka matanya. Ia menatap Marko penuh tanda tanya.
“Mana yang mau disentuh, hm?” tanya Marko menggoda.
“Lama!” sahut Shailendra dan dengan keberanian entah darimana, ia melepas kaos oversizednya kemudian mengarahkan kepala Marko untuk singgah pada dada berisinya.
“Sini!” ucapnya sambil menahan kepala Marko agar tak kemana-mana.
“Jadi binal banget kalo udah gini,” gumam Marko di tengah bibirnya yang masih menempel di dada Shailendra, yang mungkin juga Shailendra dapat mendengarnya.
“Tsk!” Shailendra merajuk, mencebikkan bibirnya. Batinnya, “Udah diarahin bukannya peka malah diem.”
Saat Shailendra hendak berdiri, tiba-tiba ia merasakan sapuan hangat menghampiri dadanya dan perlahan bergeser hingga sampai pada noktah sensitif miliknya.
“Mmmhh Kakabi..” desahnya kemudian kembali mendudukkan dirinya di pangkuan Marko.
“Disentuh gini, hm?” tanya Marko sambil tak melepas kulumannya di puting kemerahan milik Shailendra. Dihisap, dipelintir, bahkan sesekali digigit kecil.
“Hah—aahh, j-jangan digigit..” pinta Shailendra sambil menggeliat di atas pangkuan Marko.
Dengan tidak sadar, ia membangunkan singa yang sedari tadi tidur di bawah sana.
“Arghh,” Marko menggeram ketika lagi-lagi Shailendra menggesekkan pantatnya di atas kepemilikannya.
“Langsung aja—aah, Ka. Foreplay kelamaan—eumhh” pinta Shailendra.
“It'll gonna hurt kalo langsung, Sayang”
Shailendra berdiri. Melepaskan celananya serta pakaian dalamnya yang sedari tadi menganggu kegiatannya dengan sang SUAMI.
Marko gelagapan. “Cantik banget,” pujinya sambil menganga. Baru kali ini ia menyaksikan secara langsung bagaimana tubuh telanjang Shailendra terpampang di depan matanya.
Marko juga keheranan darimana datangnya angin keberanian yang dengan tidak tahu diri menerpa Shailendra? Shailendranya menjadi sangat binal.
Kali ini Shailendra tak lagi duduk di pangkuan Marko, ia justru menarik tangan Marko agar berdiri seutuhnya.
Kemudian saat Marko berdiri, dengan cepat ia buka kaos hitam milik suaminya. Sedikit meraba tubuh atletis favoritnya itu tak masalah bukan?
Marko yang keenakan diraba memejamkan matanya, sedikit memiringkan kepalanya ke samping, dan tersenyum menandakan bahwa afeksi yang diberikan Shailendra membuatnya nyaman.
Saat tak merasakan rabaan pada tubuhnya lagi, Marko membuka matanya. Suami lucunya itu kini telah bersimpuh di hadapannya sambil menatap lapar celana pendeknya.
Shailendra mendongak, seakan meminta izin Marko untuk membuka celananya secara keseluruhan.
Marko mengangguk.
Dengan cepat Shailendra membuka celana Marko dan SURPRISE. Shailendra menganga. “Gede bangettt” batinnya. Matanya membola.
“You want it, sweetie?” tanya Marko sambil mengusak dan menyingkirkan rambut-rambut yang menghalangi wajah cantik Shailendra.
Shailendra mengangguk.
“Then it's all yours.”
Setelah mendengar itu, Shailendra dengan penuh keyakinan memasukkan seluruh kepemilikan Marko ke dalam mulutnya. Bisa tak bisa, cukup tak cukup, kuat tak kuat, Shailendra memasukkannya seluruhnya.
“Jangan dipaksa kalo gak kuat, Sayan—arghh. Fuck.”
Marko start cursing, it means he's being pleased.
Kepalanya mulai bergerak maju mundur, berusaha melahap semuanya seakan waktu di dunia sisa satu hari saja.
“Like that,” ucap Marko sambil mengelus pipi kanan Shailendra.
“Good boy..” puji Marko berkali-kali karena Shailendra takes him so well.
Shailendra tersedak.
“Enough, enough,” pinta Marko sambil berusaha menarik kepemilikannya dari mulut Shailendra.
Namun bukannya melepas, Shailendra justru menyempitkan mulutnya kemudian menarik kepemilikan Marko dengan mulutnya itu. Ia tak mau menyerah.
“Aahhh.. Sayang... Jangan gitu...” ucap Marko.
Marko yang mengetahui Shailendra tak ingin melepas pun membiarkannya melanjutkan kegiatannya.
Shailendra tersenyum saat matanya bertemu dengan Marko. Ia heran mengapa Marko tak memaksanya memperdalam kuluman itu? Biasanya orang lain akan melakukan deep throat bahkan menjambak rambut pasangannya ketika sedang blow job seperti ini. Namun rupanya rumus itu tak ada dalam kamus Marko.
“Minggir, Sayang. Aku mau keluar—argh, minggir, minggir. Lepas.” pinta Marko tegas.
Shailendra tak kunjung melepaskan kulumannya. Ia kini justru menghisap kepemilikan Marko pas di kepalanya saja, yang dimana membuat Marko akan semakin cepat mengeluarkan cairan orgasmenya.
“Ai, minggir!” perintah Marko.
Shailendra menatap Marko memelas kemudian menganggukkan kepalanya. Ia memberitahu Marko untuk mengeluarkannya di dalam mulutnya saja, tak apa.
“I'm cumming, Ca—Aaahh—Fuck..” ucap Marko menggeram, suaranya merendah, jauh lebih rendah daripada biasanya dan itu membuat Shailendra bergidik ngeri.
“Buka mulutnya.” perintah Marko namun dibalas gelengan oleh Shailendra.
Glek.
“Aaaaa” ucap Shailendra membuka mulutnya, mulutnya bersih, cairan Marko ditelan habis-habisan.
Rahang Shailendra dicengkeram Marko kemudian ditariknya agar berdiri sehingga tinggi mereka kini sejajar.
Marko tersenyum mirik, “Suka banget aku masukkin gitu mulutnya, hm? Suka disumpel gitu? Iya?” tanya Marko sambil mencium ujung bibir Shailendra.
Shailendra mengangguk.
Marko kini menciumnya lagi. Melumat bibir yang entah sejak kapan menjadi adiktifnya. Berbagi sisa-sisa rasa dari cairan milik Marko disana.
“Mmmhhh”
Shailendra kehabisan nafas.
Saat ia hendak memalingkan wajah dan melepas pagutannya, Marko menjatuhkan tubuhnya sedikit kasar ke kasur yang sedari tadi justru tak tersentuh.
“Aahh, pelan, Kakabi” rengek Shailendra.
“Tadi minta cepet, sekarang minta pelan. Maunya gimana?” tanya Marko sambil melebarkan kedua kaki Shailendra.
Ia arahkan kepemilikannya tepat di lubang surgawi milik Shailendra. Kepalanya masuk sedikit, sedikiiit sekali.
“AAAAHH MARKO, SA—AKIITT, STOPHH” teriak Shailendra kesakitan, tak lupa memukul dada bidang Marko berkali-kali.
“Please lepasin dulu, p—please keluarin, sakith eumhh banget.. Hiks..” tambahnya, kini dibarengi dengan air mata. Rasanya sungguh luar biasa, Shailendra tak dapat menampung sakitnya.
Marko tersenyum, mengecup dahi kesayangannya, kemudian mengeluarkan kepala penisnya dari sana.
“Sorry, I'm sorry.” ucapnya lembut.
“It's my very first time, Marko. Please be gentle...” balas Shailendra dengan suara sedikit bergetar.
“I know.. It's my first time too, sorry, sorry. I'm just gonna teasing you at first.”
Shailendra mengusap air matanya kemudian mengangguk.
“Nungging ya?” pinta Marko.
Dengan cepat Shailendra beranjak dan mengganti posisinya, kini punggungnya membelakangi Marko. Tak lupa bongkahan sintalnya yang kini terpampang di depan wajah Marko.
Marko mempersiapkan jemarinya.
Saat ia akan meludahi jemarinya, tangannya ditarik. “Sini biar aku yang kulum.” ucap Shailendra kemudian melahap habis dua jari Marko, membasahi secukupnya. “Fuck, you're so sexy.” ucap Marko sambil mengecup punggung mungil Shailendra.
“Enough” kata Marko.
“Pegangan sama apa aja yang bisa dipegang, I'm gonna push it in.”
Belum sempat Shailendra mengangguk Marko sudah memasukkan kedua jarinya di dalam lubang kehangatan itu.
“Fuck, sempit banget” geramnya saat Shailendra tak sengaja mengetatkan lubangnya.
“Eummhhh Kakabi. S—sakithh.”
Clok! Clok! Clok!
Bunyi jemari Marko yang kini bergerak keluar masuk dalam lubang milik Shailendra lebih cepat daripada sebelumnya.
Marko mendekatkan bibirnya pada telinga Shailendra.
“Call and moan just my name. Jangan pake nama selain namaku.” perintahnya telak.
“Mm—markoo aaahh, pelan-pelan mmhhh”
Lenguhan Shailendra tak ada habisnya. Siapa yang tak kesakitan? Ini kali pertamanya dan dorongan yang ia terima sekencang itu?
Marko memelankan gerakan jarinya, namun belum sempat Shailendra bernafas lega, benda tak bertulang milik Marko kini ikut serta menggempur lubang Shailendra.
“AAAAHHH MARKO.. STOPHH—EUMHH STOP” pintanya sambil memajukan tubuhnya hingga kepalanya bertemu dengan headboard kasur. Lidah Marko dengan sangat tidak sopan menyapu sekitaran lubangnya bahkan dua jarinya belum meninggalkan lubang itu.
Bibirnya bisa saja berkata stop tapi tidak dengan tubuhnya. Shailendra justru menekan kepala Marko sehingga lidah Marko dapat lebih dalam menyentuh dan tak terlepas dari kegiatannya memakan lubangnya.
Slurphh!
Lubang surgawi Shailendra dihisap habis-habisan.
“Mmhhh, stop, please please” pinta Shailendra terbata.
Marko pun menurut. Ia memberhentikan kegiatannya.
Shailendra yang hendak merubuhkan diri seluruhnya ke kasur pun tidak jadi, karena Marko dengan cepat membalik tubuh mungil Shailendra, sehingga kini keduanya saling berhadapan.
“I wanna see how hot your face when I fuck you.” bisik Marko sambil mengarahkan kepemilikannya, bersiap masuk ke lubang surgawi milik Shailendra.
“Fuck me hard then, so you could see—AAAHH FUCK!” ucapan Shailendra terputus karena Marko dengan tiba-tiba menggerakkan pinggulnya, mengeluar-masukkan kepemilikannya di dalam sana.
“Oh God, feels like heaven” ucap Marko.
Tempo gerakan Marko makin lama makin bertambah. Ia kini menyembunyikan wajahnya di tulang selangka Shailendra, berusaha membubuhkan karya pada canvas kosong itu. Tulang selangka Shailendra digigit, mungkin bekas gigi Marko dapat terlihat hingga 2 hari ke depan.
“Mmhhhh”
Shailendra hanya bisa melenguh.
“Enak ha—aahhh bangeth mmhhh, Markohh”
Marko tersenyum puas. Ia menang.
“Gak mau—eumhh pindah posisi ajaah? Kamu gak—aaah capek?” tanya Shailendra di sela lenguhannya.
Marko menggeleng.
“Mau gini aja sampe aku crot di dalam. You're so hot and I could stare at it forever.” ucapnya sambil mengecup ujung bibir Shailendra.
“I'm so close, Marko” ucap Shailendra kini membalas lumatan Marko. Ia memejamkan matanya erat, berusaha mencari friksi agar putihnya lebih cepat mendatangi.
“Together“
Marko menghentakkan miliknya sedikit kasar di dalam sana. Membuat Shailendra berteriak sekaligus kelojotan. Derit kasurpun semakin nyaring terdengar.
“Count to three” bisik Marko.
“One—eumhh”
“Two—aaahhhhhh, Markooo”
Belum sempat sampai pada hitungan ketiga, ternyata keduanya sudah saling melepas putihnya masing-masing.
Marko tak kunjung melepas miliknya, ia justru mengambrukkan tubuhnya di atas Shailendra. Ia mengecupi leher kesayangannya itu.
“I'm sorry if I'm being too rough,” ucapnya.
“It's okay, I like it anyway.” balas Shailendra lemas.
“I love you. Benih aku udah ada disini nih.” ucap Marko sambil mengelus perut gembil Shailendra.
Shailendra mengangguk dan tersenyum.
“Thank you and I love you too“