tuanmudalee

cw // kiss, a little bit nsfw.

Jaehyun tak main-main soal menghampiri Taeyong ke rumah untuk sekedar membubuhkan merah-merah pada dada milik Taeyong.

Kini Jaehyun dengan tak tahu diri masuk ke kamar kesayangannya kemudian berjalan mendekati Taeyong.

Sebisa mungkin menepis jarak yang ada di antara keduanya, Jaehyun menarik pinggang Taeyong agar Taeyong tak bergerak kesana dan kemari.

“Jee” protes Taeyong sambil berusaha menjauhkan tubuhnya.

Kaos yang akan Taeyong gunakan masih belum sepenuhnya menutupi tubuh bagian atasnya karena aksi Jaehyun yang sangat tiba-tiba membuatnya terdiam.

“Jee, minggir dulu. Baju aku belum bener—mmhhh”

Lenguhan pertama dalam hidup Taeyong lolos dan itu juga menjadi lenguhan pertama yang Jaehyun dengar selama beberapa bulan menjalin hubungan dengan Taeyong.

“Je.. stop” ucap Taeyong sambil mendorong dada bidang Jaehyun karena sang empunya kini malah asik bermain di area dadanya. Mencium setiap inchi seakan-akan itu miliknya seorang.

“Kan aku udah bilang jangan dipake dulu bajunya” sahut Jaehyun dengan bibirnya yang masih setia menempel pada tulang selangka Taeyong yang masih terekspos. Jangan lupa tangan nakalnya yang meremas pinggang Taeyong di bawah sana.

Taeyong menggigit bibirnya kencang. Menahan lenguhan lain lolos dari kurungannya. Ia sudah kepanasan, Jaehyun sungguh tak tahu diri.

Karena tak mendapat respon dari Taeyong, Jaehyun semakin merasa tertantang. Ia dengan gamblang menggigit dan menyesap leher Taeyong hingga menghasilkan bunyi slurp!

“Anghh jangan digigit Jeje..” protes Taeyong dengan suaranya yang kian melemah.

Jaehyun kemudian menjauhkan kepalanya dari dada Taeyong. Ia tersenyum melihat hasil karyanya terukir cantik di atas kanvas yang cantik pula. Jaehyun mengusap sayang jejak kemerahan itu.

“Je..” panggil Taeyong.

Jaehyun mendongak, namun alih-alih merespon, Jaehyun malah mendekatkan dirinya ke arah telinga Taeyong.

Don't you dare holding your moan. It's wonderful. You yourself is a masterpiece and that beautiful voice of yours could make me fly within just a second” bisik Jaehyun sambil menggoda cuping telinga Taeyong.

“Mmhhh”

Lolos lagi.

Good boy” puji Jaehyun kemudian mengusak surai dan mengecup telinga Taeyong.

Stop Je, takut diliat Bunda” pinta Taeyong sambil memainkan ujung baju Jaehyun. Kepalanya tertunduk, kepalang malu. Padahal mau.

“Bunda mau tidur tadi katanya. Kalo gak ketawan it means I can go further ya?” sahut Jaehyun sambil mengarahkan dagu Taeyong ke atas dengan satu jari, ia ingin Taeyong menatapnya.

Leave your shirt off, baby” goda Jaehyun kini mendudukkan Taeyong di pangkuannya.

Taeyong dengan ragu melepas kaosnya.

Jaehyun tak henti memandangi panorama indah yang beruntungnya hanya ia yang bisa melihat itu sedekat ini.

I give you 3 minutes, Je”

Make it 5” sahutnya namun matanya masih setia menatap lekat atasan polos Taeyong.

Can I?” Jaehyun meminta izin lagi.

Go on, lagian udah ada bekasnya nih satu. Itu aja gak minta izin kamunya. Buruann”

Terukir senyum pada wajah tampan Jaehyun kemudian ia dengan cepat mendekap Taeyong, menenggelamkan kepalanya, dan sisanya biar mereka, Tuhan, dan imajinasi kalian yang bekerja.

cw // kiss

Taeyong keluar dari kamarnya, menuruni tangga kemudian menemukan Jaehyun berdiri di samping sofa ruang tamu dengan kedua tangan dibuka lebar sekaligus direntangkan. Tak lupa plastik dengan tiga buah stereofoam berisi bubur ayam kesukaan mereka berdua.

Taeyong mencebikkan bibirnya.

“Lohh, kok malah mewek gitu sihh?” tanya Jaehyun dari lantai satu. Taeyong sekarang malah menghentikan langkahnya dan menatap Jaehyun dari lantai dua rumahnya.

“Sini, Sayang. Turun dulu” pinta Jaehyun.

Taeyong dengan lemas menuruni anak tangga itu. Hingga sampai pada anak tangga terakhir, Taeyong memberanikan diri menatap manik Jaehyun. Demi Tuhan, ia ingin menangis.

“Sayang, kenapa sih? Hm?” tanya Jaehyun sambil melangkah dan membawa dirinya lebih dekat dengan Taeyong. Kemudian dipeluknya Taeyong sambil diusap punggungnya.

“Cup-cup.. Cerita sama aku..”

Sedari tadi yang berbicara hanya Jaehyun, Taeyong belum juga memberi reaksi.

Tangisnya pecah. “HUAAAA JEJEEE”

Jaehyun yang mendengar itu hanya tersenyum, kesayangannya memiliki hari yang buruk, makannya jadi sedikit sensitif seperti ini. Sehingga Jaehyun memberi Taeyong ruang dan kesempatan untuk menumpahruahkan emosinya, Jaehyun bisa ajak Taeyong bicara lagi nanti.

Setelah beberapa menit tak lagi terdengar suara isakan dari Taeyong, Jaehyun melonggarkan pelukannya. Kini tangannya ia bawa ke samping kanan dan kiri pipi Taeyong.

“Udah?” tanyanya sambil mengusap bekas air mata di pipi Taeyong.

Taeyong mengangguk.

“Kenapa, Sayang? Mau cerita sekarang?” tanyanya lagi sambil membawa Taeyong duduk di sofa.

Sambil mengusap kasar bekas air matanya, Taeyong menyahuti, “Aku gak kenapa-napa sebenernya”

Jaehyun linglung, “Terus?” sahutnya.

“Aku cuma gak pengen pisah sama kamuuu. Tadi aku ngetiknya lama soalnya aku nyesel ngebiarin kamu langsung pulang gitu aja, pengen peluk kamu juga. Masih pengen ketemu kamu lebih lama” jelas Taeyong.

Jaehyun ingin meledak rasanya. “Ya Tuhan... Lucu bangettt sihhh???” ucapnya sambil menguyel-uyel pipi Taeyong.

“Jeujeu seukit ih” suara Taeyong sedikit teredam karena pipinya sedang ditekan-tekan oleh Jaehyun.

“Kalo sekarang, how you feel?” tanya Jaehyun kemudian mencuri lumatan ringan pada ranum Taeyong. Taeyong yang telah terbawa suasana pun sedikit menggeram saat Jaehyun mengakhiri lumatan itu sepihak. “Better?” tanya Jaehyun lagi.

Taeyong mengangguk malu.

“Kenapa kamu kesini?”

“Ya tadi kita janjian kan makan pojok abis pulang sekolah? Tapi sumpah aku gak tega ngajakin kamu ke pojok dengan kondisi kamu abis nangis kaya tadi. Terus udah sampe di depan rumah kamu maunya langsung pulang juga kan? Mana mungkin aku ngehalangin kamu”

Taeyong sumringah. Tubuhnya ia tumpukan sepenuhnya pada lengan Jaehyun sekarang. “Hehehe love you” ucapnya sambil melesakkan tangannya pada perpotongan ketiak milik Jaehyun.

“Idih bayi satu ini, cepet banget berubah moodnya” balas Jaehyun sambil mencubit gemas hidung bangir Taeyong.

“Makan ya? Buburnya keburu dingin” ajak Jaehyun.

“Wiihh kamu beli tiga? Aku makan kenyang dong, yey aku makan dua wuhuuu”

“Siapa yang beliin kamu dua? Orang ini satunya buat Bunda”

Taeyong yang awalnya asik menari-nari kecil pun kini ekspresi wajahnya berubah datar sekali, 😑 gitu. Sedangkan Jaehyun tertawa sepuas-puasnya.

;

Setelah selesai makan bubur berdua, Jaehyun bertanya. “Oh iya. Soal SPP kira-kira siapa ya yang bayar punya aku? Masa si Papa sih?”

Taeyong yang sedang minum pun hampir tersedak dengan pertanyaan itu.

“Pelan-pelan dong”

Taeyong menghampiri Jaehyun, ikut duduk di sebelahnya.

“Aku mau bilang sesuatu, tapi janji kamu gak marah ya?” tanya Taeyong sambil mengenggam erat jemari Jaehyun.

Jaehyun hanya mengangguk saja. Pikirannya masih terbagi dengan siapa sebenarnya yang membayar SPPnya.

“Yang bayar SPP kamu itu.. Bunda..” ucap Taeyong gamblang. Sungguh ia tak bisa berlama-lama menyembunyikan ini dari Jaehyun.

Jaehyun pun dengan cepat menolehkan kepalanya kemudian melotot. “Sayang?” tanyanya menuntut penjelasan.

You promised you won't be angry, Jeje” sela Taeyong.

Ceklek.

Pintu rumah terbuka. Kebetulan sekali, Bunda Taeyong baru saja pulang.

“Bun?” sapa Jaehyun basa-basi.

“Iye, sama-sama, Nang. Dimanfaatin yang bener ye uangnya? Sekolah lu bentar lagi selesai, harus bisa dong” tukas sang Bunda ketika mengetahui sorot mata Jaehyun membutuhkan sebuah penjelasan sekarang.

“Jeje harus makasih pake apa, Bun?” tanyanya.

“Makasihnya jagain si Taeyong anak Bunda satu-satunya bae-bae deh. Si Taeyong tuh badan sama umur doang gede, sifatnya kaga. Bunda sih berharapnya lu bisa bantu kontrol dia selama dia gak sama Bunda. Gitu aja udah cukup”

“Bun..”

“Iye udah begituuu. Bunda mau masuk dulu, cape nih”

“Makasih Bunda, love you

“Noh dipelototin si Taeyong, jangan love you-love you an ama Bunda”

Jaehyun kemudian menatap Taeyong lembut. “Thank you, Sayang..”

“Makasih kembali, Jeje. Belajar yang rajin ya? We graduate together, kaya kata kamu waktu itu. Okay?”

“SIAP GRAK!”

“Tunggu sampe aku bisa buktiin ke seluruh dunia kalo aku mampu ya?” tambah Jaehyun.

I will” sahut Taeyong kemudian mengecup dahi Jaehyun. They completing each other.

Sesaat setelah Taeyong memutuskan untuk pulang sendiri, Jaehyun dengan cepat menginjak pedal gas motornya. Mencari Taeyong kemanapun asal jangan sampai Taeyongnya pulang sendirian.

;

“Naik” ucap Jaehyun setelah menemukan Taeyong sedang duduk membungkuk di tepian halte bus.

Taeyong mendongakkan kepala. “Duluan aja” sahutnya.

“Naik, Taeyong” pinta Jaehyun. Membuat bulu kuduk Taeyong terpancing untuk berdiri karena nama aslinya dipanggil.

“Apa sih maunya kamu?” protes Taeyong namun tetap berjalan menghampiri Jaehyun dengan langkah kaki sedikit terpaksa.

Saat Taeyong tak segera menaiki motornya, Jaehyun dengan cepat meraih tangan Taeyong, menciumnya, kemudian mengusapnya sayang. “Naik, Sayang” pintanya lagi, kini lebih lembut daripada sebelumnya.

;

Keduanya pulang dengan keadaan yang sangat diam. Tak ada yang memulai obrolan. Jaehyun akui ia sedikit tak tahu diri karena habis berburuk sangka dengan Taeyong, sekarang ia kebingungan harus bagaimana terhadap Taeyong.

“Sayang, maaf” ucapnya setelah sedari tadi keduanya terdiam.

Hiks

Hiks

Taeyong sesenggukan.

“Maaf, Sayang. Aku gak maksud ngebentak kamu tadi. Maaf juga aku negative thinking ke kamu soal murid bakor baru itu”

“Aku cuma gak nyaman aja liat dia terlalu nempel gitu ke kamu” tambah Jaehyun sambil menatapi wajah sembab Taeyong dari pantulan kaca spionnya.

Taeyong makin sesenggukan.

“Maaf, Sayang...”

Hiks.. Kamu bisa tanya bai–hiks–baik. Kenapa langsung–hiks–kaya gitu tadi?” sahut Taeyong seraya terbata, arah pandangnya juga tak kunjung membalas pandang Jaehyun. Taeyong betah dengan posisi tertunduknya.

Jaehyun semakin tak tega ketika melihat air mata Taeyong lolos terus-menerus dari pipi kesayangannya itu.

“Iya, Sayang, maaf. Jangan nangis...”

“Ada yang bikin kamu sebel ya hari ini selain aku?” tanya Jaehyun.

Taeyong mengangguk.

“Aku habis dimarahin sama Bu Bertha–hiks– gara gara file ppt buat tugas hari ini ilang—HUAAA” jelas Taeyong kini sambil menempelkan dahinya pada punggung Jaehyun, tangisannya semakin menjadi.

“Cup-cup, Sayang. Maaf ya aku nambah-nambahin beban pikiran kamu. Udah-udah jangan nangis. Ini udah deket rumah. Cup-cup, Sayang” sahut Jaehyun sambil menautkan jemarinya pada jemari Taeyong yang sedari tadi bertenggar pada pinggangnya.

Dibawa tautan jemari itu ke arah bibirnya, Jaehyun kecup permukaan tangan Taeyong sambil menggumamkan kalimat, “It's gonna be okay, Sayang. Gapapa gapapa”

;

“Dah sampe rumah nih. Mau langsung masuk?” tanya Jaehyun.

“Iya”

Kemudian Taeyong turun dari motor Jaehyun. Hendak langsung masuk rumah, namun lengannya dicekal oleh Jaehyun, membuat badannya sedikit terhuyung.

Cup

Jaehyun dengan gamblang mencium bibir Taeyong. Di depan rumahnya.

Jaehyun menyungging senyum, “It's okay, jangan terlalu dipikirin ya?” pintanya.

“Dah sana masuk”

Cup

Taeyong pun membalas aksi gamblang Jaehyun dengan mencium pipi Jaehyun sebelum ia benar-benar masuk ke rumah.

Thank you. Hati-hati di jalan”

Baru saja memijakkan diri pada gravitasi. Shailendra melempar satu pertanyaan penuh arti namun berduri.

“Kenapa?”

Marko kebingungan.

“Kenapa gimana? Didn't you want this to end?

“Maksud kaka? Yang berakhir kitanya apa masalahnya?”

“Masalahnya, Sayang. Aku udah gak bisa lagi lebih lam—”

“Hussh hushh” potong Shailendra sambil menaruh jari telunjuknya di depan bibirnya, meminta Marko bungkam.

“Yang pertama, fine aku minta maaf karena kesannya aku lari dari masalah,”

“Sayang..”

Listen to me, Ka” sela Shailendra.

“Maaf. Tapi soal kaka gak bisa lebih lama kaya gini. Are you sure, Ka? Kalopun aku gak mergokin kaka, will you stop, Ka? Aku kira enggak”

“Maaf. Aku memang udah gak semenarik dulu, tapi kita bisa kan ka perbaikin bareng-bareng dulu? Validasi apa sih yang mau kaka dapet kok tega banget sampe selingkuhin aku?”

“Kita bukan bocah SMA lagi, Ka. Kita udah nikah, udah ada Kenzo, Ka. Aku.. Aku..”

Ucapan Shailendra terbata, tak terhitung berapa kali lagi ia harus menangis. Sungguh hatinya sakit memutar kejadian beberapa waktu lalu soal Marko.

“Sayang, aku minta maaf”

“Apa yang harus aku maafin dari kamu, Ka?”

“Maaf aku khilaf, aku—”

“Iya, Marko. I know. Tapi apa selingkuh itu satu-satunya cara yang kamu punya? Kemana larinya komunikasi yang sedari dulu kita jalin? Kenapa gak diomongin sih?” sela Shailendra.

“Aku udah tinggalin dia, Ca”

Don't call me kamu, please. It feels like I'm too far to be hold by you” tambah Marko.

Shailendra tersenyum mirik.

“Gitu? Ya kaka ninggalin dia karena udah ketawan sama aku. Iya kan?” sahutnya. “Dan, you feel like you're too far to be hold by me? The one who creates the distance between us is you, Ka. Jangan meminta lebih”

“Eca, enggak gitu..”

“Maunya kaka apa?”

“Baikan” sahut Marko singkat.

“Kaka kira kita berdua ini masih pacaran hah?”

I can't live without you, Ca”

“Apa yang mau kaka cari lagi dari aku? Bukannya aku udah gak bisa muasin hasrat kaka lagi? Bukannya aku udah gak kenceng lagi? Bukannya aku udah semakin tua dan gak mentingin penampilan lagi?”

You free to go, Ka. Daripada balik tapi harus nahan malu karena masih sama aku” tambah Shailendra.

Dengan cepat, Marko berjalan ke arah Shailendra. Tak peduli berapa ribu tolakan yang akan ia terima, Shailendranya butuh didekap, dijauhkan dari kekejaman dunia.

Buk! Marko mendekap Shailendra paksa.

Cry on my shoulder” pinta Marko sambil menahan tolak, pukul, dan tendangan dari Shailendra.

“Lepas, Ka.. Hiks..” ucapnya sambil melayangkan pukul pada bahu lebar Marko.

“Ssuut ssutt”

“Ada aku, Sayang. Ada aku” sahut Marko sambil mengusap sayang punggung Shailendra.

Shailendra rindu afeksi ini.

Hiks

Hiks

Hiks

;

Hampir sepuluh menit Shailendra berada dalam dekap hangat Marko, membanjiri helai tipis yang Marko gunakan. Terbentuk lingkaran besar dengan warna yang lebih gelap daripada warna kaos Marko yang sesungguhnya. Membuktikan bahwa Shailendra telah menangis sejadi-jadinya.

“Sudah?” tanya Marko, memberanikan diri bertanya pada Shailendra.

Ia pun merasakan anggukan dalam dekapannya, Shailendra sudah selesai menangis.

Jujur saja, sebetulnya Marko takut mendekap Shailendra terlalu lama seperti ini. Takut kesayangannya ini tak nyaman. Akhirnya Marko pun hendak melepaskan dekapannya. Kedua tangannya sedikit demi sedikit ia longgarkan.

Saat hendak melepaskan seutuhnya, tubuhnya justru ditarik kembali.

Shailendra menginginkan lebih.

Marko menukik senyum kemudian mendekap Shailendra lebih erat lagi. Bagai matahari di peluk awan pagi.

Say something” pinta Shailendra untuk yang pertama kali.

Marko menghela nafasnya berat.

“Eca..” panggil Marko sambil memainkan surai kecoklatan milik Shailendra.

Shailendra berdeham, suaranya teredam dalam dekap Marko.

If this is my last chance, let me—”

I'm not letting you go, Ka. Stay here. Apapun yang terjadi,”

“Udah cukup ka sebulan belakangan aku tersiksa. Kaka tau kan kalo kaka ibarat nadi? Kalo kaka hilang, aku bisa mati” sela Shailendra sambil menggelengkan kepalanya di pundak Marko. Ia tak akan melepas Marko dan tak akan ada rumus “last chance” di antara mereka berdua.

There's always a chance for them.

Should I stay?” tanya Marko memastikan kembali.

“Apapun yang terjadi, you should stay. Aku dan perasaanku gak akan bisa kemana-mana lagi, Ka. You locked them

“Maaf, Sayang”

“Jangan diulangin, Ka. Kita bukan anak kecil lagi”

Thank you, Sayang” sahut Marko kemudian mencari keberadaan dahi milik Shailendra. Mengecupnya seakan hari di dunia ini sisa satu hari.

Nyatanya cinta mereka layaknya nadi dan matahari. Bila salah satunya musnah, maka sisanya bukan musnah juga, melainkan luluh lantah.

Perasaannya diliputi keresahan, nafasnya tersendat asap kehitaman, dan darahnya berdesir bagai pasir di padang diterpa angin ribut.

Marko dengan cepat membawa tubuhnya menuju Shailendra secepatnya. Sudah cukup ia berhamburan dan hampir kehilangan jati dirinya selama satu bulan belakangan. Shailendra belahan jiwanya. Jiwa itu utuh dan satu, bila setengahnya tiada, bagaimana figur tubuh sisanya dapat hidup?

“Sayang, wait for me. Aku kesana” gumamnya berulang-ulang sambil terus menambah kecepatan pada pedal gas mobilnya di setiap tikungan yang ia lintasi.

Rintik hujan dan basahnya jalan tak menghalangi Marko menemui Shailendranya. Urusan tergelincir juga tak ia hiraukan, yang penting hanya Shailendra sekarang.

Lampu lalu lintas terakhir sebelum ia benar-benar sampai pada kediaman Shailendra.

Pijakan pada pedal gas ia kendurkan, erat pegang kedua tangan pada benda berbentuk lingkaran ia lepaskan, dan pembatasnya dengan udara penuh kesesakan itu ia beri ruang.

Marko telah sampai, ia keluar dari mobilnya, sesegera mungkin menghampiri yang tersayang.

Tok tok!

Marko gemetar sejadinya, air matanya berlomba-lomba meloloskan diri dari pagar pengurungnya.

Ceklek

Pintunya perlahan terbuka.

Marko sudah sepenuh jiwa dan raga siap menerima segala caci, hujat, serapah yang akan Shailendra dan sang Bunda katakan. Memang ia pantas mendapatkannya. Namun tak apa, ia datang kesini bukan untuk sakit hati, tapi untuk menyembuhkan dan mempersatukan yang sempat hancur agar kembali.

Marko tetap menunduk ketika pintu tersebut telah terbuka sempurna.

Memejamkan matanya erat.

Namun setelah beberapa detik terdiam, Marko justru merasakan usapan lembut pada tengkuk lehernya yang basah karena keringat.

“Masuk, Nak” ucap Bunda.

Sebetulnya ia ingin berlutut di hadapan sang Bunda, namun ia tak punya cukup waktu. “Bun, Eca, bun” hanya itu yang keluar dari ranumnya.

“Di dapur” balas Bunda sambil mengarahkan dagunya ke arah yang akan Marko tuju.

“Makasih Bunda” sahut Marko kemudia beranjak dari sana.

;

“Hey” sapa Marko dari belakang. Shailendra masih sibuk dengan acaranya di dapur.

“Bentar, Jean. Aku masih—”

Ucapannya terputus ketika ia memutuskan untuk berbalik menghadap sang asal suara.

It's me

Shailendra membeku. Seseorang yang ia rindu sekaligus yang membuat matanya menangis tersedu, ada di hadapannya.

Karena melihat Shailendra tak kunjung menunjukkan reaksi, Marko memberanikan diri berjalan mendekatinya.

Satu jengkal lagi hingga Marko dapat kembali meraih daksa seorang Shailendra.

Namun gagal.

Shailendra berbelok arah kemudian pergi meninggalkan Marko.

Apa Marko diam saja? Tentu tidak. Ia ikuti kemanapun Shailendra berjalan. Shailendra itu mata angin sekaligus petanya.

Saat sampai di ruang tamu, Shailendra memanggil sang Bunda sambil melempar raut wajah menuntut seperti, “Dia kenapa bisa disini?”.

Bunda malah mengangguk saja.

Karena tak mendapat jawab pasti, Shailendra dengan berat hati meminta Marko “Pergi.”

“Eca”

“Pergi, Ka”

“Shailendra, dengerin dul—”

“Aku belum siap ka! Aku bilang pergi ya pergi!” tukas Shailendra dengan nada tingginya padahal tubuhnya bergetar.

“Eca, aku ngira ini cara terakhir supaya aku bisa ngomong empat mata sama kamu. Tapi kalo kamu maunya aku pergi, yaudah aku pergi. Talk to me later, Ca. Aku mohon” pinta Marko kemudian perlahan meninggalkan rumah Shailendra.

Shailendra hanya menatapi lantai, ia tak sanggup.

Belum sempat Marko beranjak seluruhnya, satu suara mengusik telinga Shailendra.

Talk to him, gue yang nyuruh”

Itu Jeano.

Shailendra menatap mata Jeano, mencari letak gurauan disana. Namun nihil. Jeano sangat baik dan pengertian terhadapnya selama ini, haruskah ia mendengarkan Jeano kali ini?

13 Januari 2021, Pukul delapan hampir sembilan.

Bagai rembulan dikekang pagi, bagai matahari kehilangan cahaya, dan bagai air laut yang airnya surut. Jauh dan melepaskan Shailendra Yesaya adalah suatu ketidakmungkinan bagi seorang Abiyantaka Marko.

Hampir satu bulan Marko kehilangan kontak dengan yang tersayang. Shailendra sungguh hilang dan Marko hancur bukan kepalang.

Beribu cara dilakukan tapi Shailendra tetap Shailendra, sakit hati tetap sakit hati, dan pengkhianatan tetap pengkhianatan. Bahkan hewan pun tahu bagaimana sakitnya dikhianati.

Tepat pada hari ini, Marko kembali mengirimi Shailendra pesan. Bukan pesan singkat, itu lengkap hanya padat saja. Marko menanyakan ia sedang apa, apakah harinya bahagia, dan seterusnya.

Jika menjadi Shailendra, semua orang pasti tahu jawabannya. Tidak sedang apa-apa, harinya bahagia atau tidak tentu saja tidak. Mana ada yang bahagia sehabis diduakan?

Kemauan bulat Shailendra mencegat Marko untuk terus mengirimnya pesan. Marko tentu saja menuruti. Ia berpikir, ia bisa saja kehilangan Shailendra lebih cepat dari ini apabila ia melanjutkan mengirimkan pesan.

Sampai pada akhirnya Marko memilih jalan yang terakhir, Jeano. Marko jelas paham Jeano membencinya karena menjadi seorang bajingan. Tapi tak ada jalan keluar lagi selain yang satu ini. Jeanolah tumpuan harapan terakhirnya. Marko juga berpikir bila tak dibicarakan empat mata, bagaimana selesainya?

;

Sesampainya Jeano di rumah Shailendra, ia dengan cepat menyapa Bunda dari Shailendra kemudian berlari kecil menghampiri sobat yang katanya sedang mencari-cari dirinya. “Enjo, liat siapa yang dateng?” tanya Shailendra dengan raut muka yang tak kalah menggemaskan. “Yey Om dateng!!” Raut wajah Jeano seketika masam, “Kok om sih?” protesnya. “Enjo, Om Jean!!!” Bukannya menjawab, Shailendra malah mengalihkan perhatian. Kenzo yang diberitahu seperti itupun menendangkan kaki-kaki mungilnya ke udara, senang sekali ditengok Om Jean. “Widih bos kecil, ayo sini gendong” ucap Jeano sambil merentangkan kedua tangannya kemudian mengangkat tubuh mungil Kenzo untuk ia bawa dalam pelukannya. “Wuihh, berat banget anak Om. Banyak makan yaaa?” goda Jeano sambil mencubit ringan hidung bangir Kenzo. Kenzo tertawa. Namun bagai berada dalam semesta yang berbeda, Shailendra justru bungkam. Mengetahui buah hatinya kegirangan bermain dengan Jeano, membuatnya berdiam di belakang keduanya. “Kenapa rasanya lebih hancur? Marko, it should be you. It should be us right now.” batinnya. Seperti pada kuarter yang berbeda, Shailendra tak menyadari tirta bening telah meloloskan diri dari penjaranya yang paling indah. Mata dan kesedihan Shailendra tak punya tempat berdiam diri lagi; He cries. Jeano menoleh ke belakang. “Aku ke belakang dulu” ucap Shailendra sesaat setelah Jeano memergokinya, dengan cepat pula ia menyingkirkan air mata itu dengan kasar. “Biar gue yang ke depan,” potong Jeano. “Calm yourself down. Kenzo safe in my arms” tambahnya sambil berbisik kemudian beranjak dari tempatnya. Sebetulnya alasan Jeano ke depan bukanlah membawa Kenzo dan memberi Shailendra ruang, tapi lebih kepada karena ia sedang menunggu presensi dari seseorang.

Seperti biasa, hari ini Jaehyun bekerja part-time di cafe milik Sehun. Sebetulnya setiap kali ingin bertemu Taeyong, ia khawatir. Karena perasaan merasa bersalah seperti terus-terusan membelenggu dirinya. Ia belum membayar uang SPP sampai sekarang.

Tapi jika tak menemui Taeyong, darimana ia mendapat semangat?

Setelah menutup cafe, akhirnya Jaehyun pun memutuskan untuk menemui Taeyong. Ia memang lelah, tapi Taeyong adalah satu-satunya obat.

Jaehyun pergi ke rumah Taeyong jalan kaki. Ia terus-terusan bergumam di antara heningnya malam dan hembusan anginnya, “Gue takut gak sesuai sama ekspetasi Taeyong” atau mungkin “Uang darimana ini?” dan “Gue pengen graduate bareng Taeyong”

Bulan dan lampu-lampu jalan jadi saksi sekaligus kawan keresahannya. Perasaannya yang dilingkupi abu-abu itu terus membuat darahnya berdesir, menghabiskan energi saja.

Hingga tak menyadari bahwa ia sudah sangat dekat dengan rumah sang kekasih.

Jaehyun berhenti sebentar, menghela nafas dalam-dalam, mencoba terlihat baik-baik saja karena memang sudah seharusnya.

“Lu bisa, Jaehyun” monolognya, kemudian melanjutkan perjalanannya hingga sekarang kini ia tepat berada di depan rumah Taeyong.

Sedangkan Taeyong yang sedari tadi menunggu kehadiran Jaehyun pun dengan cepat membuka pintu rumahnya. Tersenyum menatap Jaehyun dan merentangkan tangannya lebar-lebar. Sebisa mungkin membawa daksa milik Jaehyun berada dalam miliknya seutuhnya.

Taeyong mengusap pelan punggung yang tak ia ketahui sedikit rapuh itu, “Capek?” tanyanya.

Jaehyun hanya menggelengkan kepalanya.

I miss this warm, I need this everyday” ucap Jaehyun sambil menyamankan pelukannya. Seakan pasangan yang tak bersua 5 tahun lamanya.

I know, I know” balas Taeyong sambil lagi-lagi mengusap sayang punggung Jaehyun.

“Lepas dulu ya? Kita duduk, kamu capek pasti” ucap Taeyong.

Jaehyun hanya melonggarkan peluknya, “Kita jalan ke taman komplek mau gak?” tanyanya.

Taeyong mengangguk.

Taman komplek tak jauh jaraknya dari rumah Taeyong, di sana juga pasti sepi karena sekarang sudah terlalu larut untuk ada anak kecil yang bermain. Kedua anak adam ini berjalan beriringan, tautan tangan yang bagaikan nadi itu tak terlepaskan; saling menghangatkan.

How's your day?” tanya Taeyong sambil mengayun-ayunkan tautan tangan keduanya.

Not bad

What happened?” tanya Taeyong lagi, Jaehyun seperti sedang tak bersemangat, membuatnya berpikiri yang tidak-tidak.

“Ayo duduk di ayunan?” ajak Jaehyun sambil membawa tautan tangan keduanya sehingga Taeyong mengikuti.

3 menit mereka butuhkan untuk saling mengunci diri, membiarkan semilir angin menerpa seluruh panca indera mereka. Hanya suara derit ayunan berkarat yang mengelilingi atmosfir di antara keduanya.

“Dingin gak?” tanya Jaehyun dan Taeyong mengangguk.

Kemudian dengan cepat Jaehyun menanggalkan hoodienya, memberikannya pada Taeyong. “Pake” pintanya.

“Jangaannn. Nanti hoodie kamu gak balik lagi loh. Mau?” tukas Taeyong.

Jaehyun menyungging senyum. “Pake sayang” pintanya lagi.

“Enggak usah, Sayang. Kamu aja yang pake ya? Kamu kecapean, jangan sampe masuk angin. Ya?” sahut Taeyong tak kalah lembut dan menghanyutkan. Sambil menyodorkan kembali hoodie itu dan mengusap permukaan lengan Jaehyun.

“Eh ternyata ternyata, kamu mau tau gak?”

Jaehyun menoleh ke arah asal suara kemudian tersenyum, “Kenapa?”

“PH English aku bagus tauuu”

“Berapa? Gak jadi remidi?”

“Dih doainnya gitu banget??”

“Bercanda, Sayang. Berapa, hm?” tanya Jaehyun sambil merapikan helaian rambut Taeyong yang terbang menutup matanya karena habis diterpa angin.

“90 wle, hehehehhe” sahut Taeyong sambil menjulurkan lidahnya.

You did a great job, Mià”

Then what about you?” tanya Taeyong. Menuntut sebuah cerita sederhana dari Jaehyunnya yang ia asumsikan sedang dilanda beban pikiran cukup berat.

“Aku—” Ringtone Jaehyun

Belum ada dua kata, ucapan Jaehyun terputus ketika suara notifikasi di handphonenya berbunyi.

Wait” ucapnya.

Saat membaca pesan masuk itu, raut wajah yang awalnya sudah masam pun semakin masam. Taeyong tentu saja khawatir.

Dengan berani, Taeyong memegang pundak Jaehyun. Ia beri pijatan kecil, berusaha menyalurkan rapalan kata “It's okay” “Everything's gonna be okay”.

Saat Jaehyun menyandarkan kepalanya pada pegangan ayunan, Taeyong tak sengaja melihat notifikasi yang masuk itu.

Taeyong mengangguk. Ternyata itu alesannya, gumamnya lirih.

“Balik yuk? Mau nginep di rumah aku ato pulang ke kos?” ajak Taeyong.

“Ke kos aja, gak mau ngerepotin kamu”

“Ayo bayi besar, bangunnn” ucap Taeyong karena Jaehyun tak lekas beranjak dari posisinya.

Give me a kiss, please” pinta Jaehyun sambil mencebikkan bibirnya.

Taeyong terbelalak, “Nanti diliat orang ih”

“Gapapa. Kan sekalian mau pamer kalo kamu punya aku” sahut Jaehyun kemudian ia berdiri sambil menarik uluran tangan Taeyong.

Taeyong yang tak punya kesiapan tanaga pun ambruk di pelukan Jaehyun. Bruk! “Aduhh”

Jaehyun dengan gamblang memiringkan kepalanya, berusaha mencari posisi ternyaman untuk mencium kesayangannya yang sedari beberapa hari lalu ia rindukan.

Taeyong tak menolak.

15 detik tak ada yang melepaskan lumatan ringan itu lebih dulu.

Hingga pada akhirnya Taeyong berhenti menggerakan ranumnya, “Everything is gonna be fine, boo” katanya di sela lumatan.

Jaehyun menghangat. Memang benar, tak ada yang lebih menyembuhkan dari pada peluk, kecup, dan rapalan kata dari seorang Taeyong.

tags: anal sex, cock-warming sex when pregnant, provocative word, pokonya jorok kek biasa

1040 words — © terjyong


Suasana hari ini cukup rimbun. Panas gak panas, hujan juga gak hujan. Mendung-mendung aja, kadang angin seliweran juga membuat siapapun ingin tidur.

Posisi Marko sekarang adalah di agensi. Fyi, setelah pensiun dari baseball, Marko dikejar-kejar dan sekarang direkrut oleh suatu agensi permodelan. Marko known as famous model right now.

Entah kebetulan atau apa, Marko sedang dilanda kantuk yang amat berat. Hampir 1,5 jam ia berbincang ini lah itu lah dengan tim managementnya. Tapi untuk tidur di kantor bukan suatu hal yang mungkin kan? Orang masih kerja, anggap saja begitu.

Akhirnya Marko memutuskan untuk berkeliling. Jalan-jalan santai siapa tahu bisa meredakan kantuknya.

Wush...

Terpaan angin plus cuaca mendung dengan tidak sopannya menerpa sekujur permukaan kulitnya.

And that's reminds him of Ai.

Mengingatkan dia bagaimana nyamannya berada dalam dekapan Ai. Tak ada sehelai kain pun yang menganggu, lampu kamar pun redup, air conditioner sengaja dibesarkan suhunya karena terbantu oleh angin mendung. Jangan lupa menutup diri dalam selimut.

Pikiran Marko jadi semakin liar tentanv bagaimana Ai menggerakkan pantat polosnya di depan kepemelikannya. “Fuck!” umpatnya.

Marko is horny.

Karena merasa terpaan angin di luar sudah tak bisa dikondisikan, Marko masuk.

Pas sekali saat ia baru saja duduk di salah satu sofa ruang tunggu, Ai mengiriminya pesan.

Awalnya Marko terkejut, “Kenapa lagi anak ini, dikira cerai segampang lempar batu ke sungai?” gumamnya sambil melanjutkan membalas pesan yang masuk dari kesayangannya itu.

Marko sebetulnya tahu Ai hanya sekedar mengikuti trend. Tapi karena Ai kekeuh minta cerai, otak kotor Marko pun mulai merencanakan yang aneh-aneh.

Selesai membalas pesan Ai dengan ancaman, Marko akhirnya memutuskan pulang. Ia bermapitan dengan staf yang ada disitu. Marko pulang menjemput obat hornynya.

Sesampainya di rumah, Marko membuka pintu diam-dian. Ai tentu tak menyambutnya karena Marko pulang saja dia tak tahu.

Setelah membuka pintu diam-diam, akhirnya Marko sampai pada tujuan terakhirnya yaitu pintu kamar. Marko sama sekali tak menciptakan barang 1Hz pun, handal. Dan betapa sumringahnya ia ketika mengetahui suami imutnya sedang terpejam. Ai sedang tidur.

I gotchu, pretty boy” monolognya sambil jalan mendekati Ai.

Pakaian yang sedari tadi masih melengkapi bagian tubuhnya pun ia tanggalkan seluruhnya. Sampai dalamannya pun langsung dilepas.

Horny setengah mati.

Setelah full-naked, Marko perlahan menelusup ke selimut yang digunakan Ai tidur.

Marko melotot ketika pahanya tak sengaja bersentuhan dengan kulit Ai. Ia tak tahu pasti itu kulit di bagian tubuh Ai yang mana tapi yang jelas Marko merasa ada yang aneh.

Karena merasa aneh, Marko pun mengintip. WOW, lebih kaget lagi. Ai doesn't wear his pants. Shailendra bottomless. Sungguhan celananya hilang entah kemana tak dipakai. Jadi yang bersentuhan dengan paha Marko barusan adalah pantatnya.

Karena posisi Ai sekarang membelakangi Marko, Marko jadi bisa lebih cepat melancarkan aksinya.

Verry well preparation, baby” bisiknya sambil mencuri kecup tepat di cuping telinga Ai. “Mmhhh” Ai mulai merespon keresahan.

Marko meludahi telapakan tangannya sebentar, ia arahkan ke area lubang Ai, kemudian ia usapkan disana. Pelaannn sekali seperti mengusap pantat bayi.

Setelah dirasa cukup basah, Marko mulai membasahi miliknya sendiri juga, supaya masuknya bisa langsung blum! gitu kan.

Setelah membasahi miliknya sendiri, Marko membuka sedikit dua bongkahan Ai, pelan-pelan ia mendorong penisnya sampai masuk seluruhnya.

Awalnya Marko memang tak bergerak. Sesuai janjinya, ia hanya ingin cock-warming saja. Tapi setelah melihat wajah Ai yang sekarang sedang menautkan kedua alisnya juga belah bibirnya yang terbuka, membuat Marko berubah pikiran.

Marko gerak.

Ai yang merasa nyeri di bawahnya pun dengan cepat membuka matanya. Ia menoleh ke belakang, melotot. “Aahhh Kakaa apaan inihhh”, protesnya sambil satu tangannya berusaha mengeluarkan penis Marko dari lubangnya. Namun sia-sia, Marko sedang horny, sedangkan ia baru bangun tidur; tak punya tenaga.

“Ternyata masukkin kamu waktu lagi hamil gak kalah enak” balas Marko semakin melantur.

“Eummhh Kakaaa stophh” pinta Ai yang kini memejamkan matanya keenakan.

Marko pun berinisiatif membawa rahang Ai untuk ditolehkan ke arahnya. Marko melumat bibir Ai rakus, berusaha meluapkan emosinya yang sedang campur-aduk itu.

“Mmhhhh”

Ai membalas ciuman Marko dengan badannya yang sedikit gemetar karena dorongan dari Marko cukup kencang dan intens.

Please jangan kenceng-kenceng, nanti anak kamu kesundul kepalanya. Kamu mau anak kamu bodoh? Aaahh Kaka pelanh pleasehh” pinta Ai sambil menggigit bibirnya, manahan lenguhan kotor dari sana.

“Masih mau cerai, hm?” tanya Marko tergesa-gesa sambil meningkatkan tempo gerakannya.

Ai yang mulai merasa kalau Marko moves too fast pun cuma bisa memejamkan matanya erat-erat, dia cuma bisa geleng-geleng saat Marko bertanya padanya barusan.

“EUMMHHH!”

Lenguhan Ai semakin kencang ketika Marko dengan sengaja mendorong penisnya disana sedalam yang ia bisa.

Like that, you always takes me so well” puji Marko.

Tak lama dari itu, Marko mengarahkan satu tangan Ai yang sedikit menganggu kegiatannya itu ke arah belakang kepalanya. Setelah merasa memiliki space, Marko menyergap puting mencuat itu habis-habisan. Marko juga membuat gerakan memutar menggunakan lidahnya yang tentu saja membuat Ai kelojotan.

“Aahhh too deephh Kaka.. Ha—aahh”

Shailendra ternyata sudah bocor duluan.

“Masih mau cerai nggak?” tanya Marko lagi-lagi memperdalam dorongannya.

“Enggak gak mau cerai. Ampun —eumhh. Maaf haaahhh maafff”

Setelah mendapat jawaban Marko memberhentikan kegiatannya. Jujur sebetulnya ia tak tega melakukan yang barusan itu pada Ai yang sedang hamil cukup besar. Tapi bagaimana lagi kantong hormon kalau sudah bocor mana bisa ditambal kan?

“Keluarin Ka, nyeri” pinta Ai sambil mendorong perut Marko ke belakang, supaya penisnya keluar.

“Nggak mau. Aku kan tujuannya warming tadi”

“Kasian anak kamu Ka, kesundul titit papahnya” ucap Ai mencebikkan bibirnya.

“Makasih udah bikin aku horny di kantor” sahut Marko sambil mengecup belakang teling Ai, mengingat posisinya masih membelakangi.

“Mmhhh, udah jangan main di telinga akuu”

“Kamu belum keluar kan?” tanya Ai.

“Gampang” sahut Marko.

“Sini aku bantuin”

Marko yang awalnya kepalanya bertumpu sepenuhnya pada bantal pun beranjak. Berusaha mencari kesungguhan pada mata Ai.

Ai menoleh ke arah Marko. “Sini aku bantuin, Sayang” ucapnya sambil mengusap bibir bawah Marko.

“Emut ya?” pinta Marko.

“Iya”

“Sampe keluar?” tanyanya.

“Iya”

“Keluar di mulut?” tanyanya lagi.

“Aku potong juga lama-lama titit kamu. Bawel deh” tukas Ai sambil menarik tangan Marko supaya suaminya itu berganti posisi menjadi duduk.

Ai pun pelan-pelan turun dari kasur. Pelan-pelan juga ia posisikan badannya untuk bersinpuh di depan penis Marko. Kemudian ia mulai memberi stimulasi kecil ke penis Marko, diurut sebentar setelah itu langsing ia masukkan ke dalam mulutnya.

“Eumh.. anget banget” ucap Marko sambil mengelus rambut Ai.

Ai mengulang gerakannya sampai Marko mencapai putihnya.

As always, Ai eats Marko up so well like usually.

FIN.

Tags : pokonya ini having sex and pasti joroknya mendominasi, so yg gak nyaman bisa skip aja + kalo masih minor pls bgt gak usah mampir duluu

1885 words — © terjyong.

Setelah mengatakan “otw” pada Marko, tentu saja Shailendra dengan cepat kembali ke kamarnya.

Sebelumnya Shailendra sedang berada di luar sendirian, menikmati semilir angin Maldives. Namun fokusnya terpecah ketika Marko memanggilnya dengan sebutan 'Ai'. He's not used to that nickname. Marko selalu panggil selain Ai, so panggilan Ai layaknya sihir buat Shailendra.

Ketika Shailendra sampai di depan kamar, tak perlu mengetuk, ia langsung masuk dan betapa kagetnya ia saat melihat Marko ada di samping pintu berdiri dengan menyandarkan punggungnya di dinding. Tak lupa kedua tangannya yang dilipat ke depan kemudian tatapnya yang tak kalah dalam daripada lautan.

“L-loh? Kakabi ngapain disitu?” tanya Shailendra berusaha biasa saja.

Marko dengan cepat mendekati Shailendra, Shailendra yang mengira Marko akan menciumnya pun memejamkan mata rapat-rapat.

Ceklek.

“Kenapa nutup mata?” tanya Marko sambil tersenyum mirik.

Marko hanya menutup pintu di belakang Shailendra.

“Oh.. enggak, gak papa kok,”

“Aku ke toilet dulu ya.” ucap Shailendra.

“Siapa yang ngizinin kamu kabur?” tanya Marko mengintimidasi.

“En-enggak ada..”

“Ikut aku.” perintah Marko sambil mencekal lengan mungil Shailendra. Diajaknya Shailendra masuk ke dalam satu ruangan.

- - -

Shailendra menyamankan posisi duduknya di atas pangkuan Marko. Namun sama sekali tak ada niat untuk menatap mata seseorang di depannya itu.

“Kalo kamu belum siap aku gak bakal maksa, Ca.” ucap Marko sambil mengangkat tubuh Shailendra agar tak terduduk di pangkuannya lagi.

“Aku ke belakang dulu, hau—”

Ucapannya terpotong kala Shailendra dengan sigap menarik tangan Marko kemudian berdiri dan mencium Marko begitu dalam dan berani. Seakan menyalurkan kalimat, “Aku siap, aku siap kok.”

Marko kebingungan awalnya, namun ia tetap mengikuti ritme Shailendra begitu saja.

Touch me.” pinta Shailendra di sela pagutannya dengan Marko. Bibirnya yang masih menempel pada milik Marko dan mata yang terbuka setengah menampilkan kesayuan membuat Marko sadar bahwa ia baru saja diberi kebebasan.

I will.” balas Marko kemudian mencium Shailendra lagi.

Marko berjalan ke depan sedangkan Shailendra mundur perlahan ketika Marko menuntun keduanya untuk berpindah tempat, yaitu kamar. Jangan lupakan pagutan yang sama sekali tak terlepas.

Marko menuntun Shailendra ke ranjang king-size yang digunakan berdua pun masih sangat banyak sisa ruangnya itu. Ia dudukkan lagi Shailendra dalam pangkuannya.

Tangan kekar Marko kini mengambil aksi dengan berani menggerayangi tubuh molek Shailendra.

Awalnya tangan Marko hanya berada di leher Shailendra saja, namun kini turun ke punggung; diusaknya lembut dan penuh sayang.

Bagian terakhir, pantat Shailendra.

“Aku tau dari tadi kamu pengen gerakin ini di atas aku, don't be shy, baby. I'm fully yours tonight.” bisik Marko sambil menepuk kedua bongkahan berisi milik Shailendra.

“M-mmhh..”

Lenguh Shailendra pertama kali.

Beautiful.” puji Marko sambil meneruskan kegiatan meremas bongkahan berisi milik kesayangannya itu.

Touch me more, Kakabi.”

Shailendra mulai kehilangan akal. Tubuhnya menggeliat kesana kemari mencari friksi yang belum ia temukan sedari tadi.

Diminta untuk menyentuh lebih daripada ini, Marko justru menghentikan kegiatannya.

Shailendra yang awalnya memejamkan mata pun membuka matanya. Ia menatap Marko penuh tanda tanya.

“Mana yang mau disentuh, hm?” tanya Marko menggoda.

“Lama!” sahut Shailendra dan dengan keberanian entah darimana, ia melepas kaos oversizednya kemudian mengarahkan kepala Marko untuk singgah pada dada berisinya.

“Sini!” ucapnya sambil menahan kepala Marko agar tak kemana-mana.

“Jadi binal banget kalo udah gini,” gumam Marko di tengah bibirnya yang masih menempel di dada Shailendra, yang mungkin juga Shailendra dapat mendengarnya.

“Tsk!” Shailendra merajuk, mencebikkan bibirnya. Batinnya, “Udah diarahin bukannya peka malah diem.”

Saat Shailendra hendak berdiri, tiba-tiba ia merasakan sapuan hangat menghampiri dadanya dan perlahan bergeser hingga sampai pada noktah sensitif miliknya.

“Mmmhh Kakabi..” desahnya kemudian kembali mendudukkan dirinya di pangkuan Marko.

“Disentuh gini, hm?” tanya Marko sambil tak melepas kulumannya di puting kemerahan milik Shailendra. Dihisap, dipelintir, bahkan sesekali digigit kecil.

“Hah—aahh, j-jangan digigit..” pinta Shailendra sambil menggeliat di atas pangkuan Marko.

Dengan tidak sadar, ia membangunkan singa yang sedari tadi tidur di bawah sana.

“Arghh,” Marko menggeram ketika lagi-lagi Shailendra menggesekkan pantatnya di atas kepemilikannya.

“Langsung aja—aah, Ka. Foreplay kelamaan—eumhh” pinta Shailendra.

It'll gonna hurt kalo langsung, Sayang”

Shailendra berdiri. Melepaskan celananya serta pakaian dalamnya yang sedari tadi menganggu kegiatannya dengan sang SUAMI.

Marko gelagapan. “Cantik banget,” pujinya sambil menganga. Baru kali ini ia menyaksikan secara langsung bagaimana tubuh telanjang Shailendra terpampang di depan matanya.

Marko juga keheranan darimana datangnya angin keberanian yang dengan tidak tahu diri menerpa Shailendra? Shailendranya menjadi sangat binal.

Kali ini Shailendra tak lagi duduk di pangkuan Marko, ia justru menarik tangan Marko agar berdiri seutuhnya.

Kemudian saat Marko berdiri, dengan cepat ia buka kaos hitam milik suaminya. Sedikit meraba tubuh atletis favoritnya itu tak masalah bukan?

Marko yang keenakan diraba memejamkan matanya, sedikit memiringkan kepalanya ke samping, dan tersenyum menandakan bahwa afeksi yang diberikan Shailendra membuatnya nyaman.

Saat tak merasakan rabaan pada tubuhnya lagi, Marko membuka matanya. Suami lucunya itu kini telah bersimpuh di hadapannya sambil menatap lapar celana pendeknya.

Shailendra mendongak, seakan meminta izin Marko untuk membuka celananya secara keseluruhan.

Marko mengangguk.

Dengan cepat Shailendra membuka celana Marko dan SURPRISE. Shailendra menganga. “Gede bangettt” batinnya. Matanya membola.

You want it, sweetie?” tanya Marko sambil mengusak dan menyingkirkan rambut-rambut yang menghalangi wajah cantik Shailendra.

Shailendra mengangguk.

Then it's all yours.”

Setelah mendengar itu, Shailendra dengan penuh keyakinan memasukkan seluruh kepemilikan Marko ke dalam mulutnya. Bisa tak bisa, cukup tak cukup, kuat tak kuat, Shailendra memasukkannya seluruhnya.

“Jangan dipaksa kalo gak kuat, Sayan—arghh. Fuck.”

Marko start cursing, it means he's being pleased.

Kepalanya mulai bergerak maju mundur, berusaha melahap semuanya seakan waktu di dunia sisa satu hari saja.

Like that,” ucap Marko sambil mengelus pipi kanan Shailendra.

Good boy..” puji Marko berkali-kali karena Shailendra takes him so well.

Shailendra tersedak.

Enough, enough,” pinta Marko sambil berusaha menarik kepemilikannya dari mulut Shailendra.

Namun bukannya melepas, Shailendra justru menyempitkan mulutnya kemudian menarik kepemilikan Marko dengan mulutnya itu. Ia tak mau menyerah.

“Aahhh.. Sayang... Jangan gitu...” ucap Marko.

Marko yang mengetahui Shailendra tak ingin melepas pun membiarkannya melanjutkan kegiatannya.

Shailendra tersenyum saat matanya bertemu dengan Marko. Ia heran mengapa Marko tak memaksanya memperdalam kuluman itu? Biasanya orang lain akan melakukan deep throat bahkan menjambak rambut pasangannya ketika sedang blow job seperti ini. Namun rupanya rumus itu tak ada dalam kamus Marko.

“Minggir, Sayang. Aku mau keluar—argh, minggir, minggir. Lepas.” pinta Marko tegas.

Shailendra tak kunjung melepaskan kulumannya. Ia kini justru menghisap kepemilikan Marko pas di kepalanya saja, yang dimana membuat Marko akan semakin cepat mengeluarkan cairan orgasmenya.

“Ai, minggir!” perintah Marko.

Shailendra menatap Marko memelas kemudian menganggukkan kepalanya. Ia memberitahu Marko untuk mengeluarkannya di dalam mulutnya saja, tak apa.

I'm cumming, Ca—Aaahh—Fuck..” ucap Marko menggeram, suaranya merendah, jauh lebih rendah daripada biasanya dan itu membuat Shailendra bergidik ngeri.

“Buka mulutnya.” perintah Marko namun dibalas gelengan oleh Shailendra.

Glek.

“Aaaaa” ucap Shailendra membuka mulutnya, mulutnya bersih, cairan Marko ditelan habis-habisan.

Rahang Shailendra dicengkeram Marko kemudian ditariknya agar berdiri sehingga tinggi mereka kini sejajar.

Marko tersenyum mirik, “Suka banget aku masukkin gitu mulutnya, hm? Suka disumpel gitu? Iya?” tanya Marko sambil mencium ujung bibir Shailendra.

Shailendra mengangguk.

Marko kini menciumnya lagi. Melumat bibir yang entah sejak kapan menjadi adiktifnya. Berbagi sisa-sisa rasa dari cairan milik Marko disana.

“Mmmhhh”

Shailendra kehabisan nafas.

Saat ia hendak memalingkan wajah dan melepas pagutannya, Marko menjatuhkan tubuhnya sedikit kasar ke kasur yang sedari tadi justru tak tersentuh.

“Aahh, pelan, Kakabi” rengek Shailendra.

“Tadi minta cepet, sekarang minta pelan. Maunya gimana?” tanya Marko sambil melebarkan kedua kaki Shailendra.

Ia arahkan kepemilikannya tepat di lubang surgawi milik Shailendra. Kepalanya masuk sedikit, sedikiiit sekali.

“AAAAHH MARKO, SA—AKIITT, STOPHH” teriak Shailendra kesakitan, tak lupa memukul dada bidang Marko berkali-kali.

“Please lepasin dulu, p—please keluarin, sakith eumhh banget.. Hiks..” tambahnya, kini dibarengi dengan air mata. Rasanya sungguh luar biasa, Shailendra tak dapat menampung sakitnya.

Marko tersenyum, mengecup dahi kesayangannya, kemudian mengeluarkan kepala penisnya dari sana.

Sorry, I'm sorry.” ucapnya lembut.

It's my very first time, Marko. Please be gentle...” balas Shailendra dengan suara sedikit bergetar.

I know.. It's my first time too, sorry, sorry. I'm just gonna teasing you at first.”

Shailendra mengusap air matanya kemudian mengangguk.

“Nungging ya?” pinta Marko.

Dengan cepat Shailendra beranjak dan mengganti posisinya, kini punggungnya membelakangi Marko. Tak lupa bongkahan sintalnya yang kini terpampang di depan wajah Marko.

Marko mempersiapkan jemarinya.

Saat ia akan meludahi jemarinya, tangannya ditarik. “Sini biar aku yang kulum.” ucap Shailendra kemudian melahap habis dua jari Marko, membasahi secukupnya. “Fuck, you're so sexy.” ucap Marko sambil mengecup punggung mungil Shailendra.

Enough” kata Marko.

“Pegangan sama apa aja yang bisa dipegang, I'm gonna push it in.”

Belum sempat Shailendra mengangguk Marko sudah memasukkan kedua jarinya di dalam lubang kehangatan itu.

Fuck, sempit banget” geramnya saat Shailendra tak sengaja mengetatkan lubangnya.

“Eummhhh Kakabi. S—sakithh.”

Clok! Clok! Clok!

Bunyi jemari Marko yang kini bergerak keluar masuk dalam lubang milik Shailendra lebih cepat daripada sebelumnya.

Marko mendekatkan bibirnya pada telinga Shailendra.

Call and moan just my name. Jangan pake nama selain namaku.” perintahnya telak.

“Mm—markoo aaahh, pelan-pelan mmhhh”

Lenguhan Shailendra tak ada habisnya. Siapa yang tak kesakitan? Ini kali pertamanya dan dorongan yang ia terima sekencang itu?

Marko memelankan gerakan jarinya, namun belum sempat Shailendra bernafas lega, benda tak bertulang milik Marko kini ikut serta menggempur lubang Shailendra.

“AAAAHHH MARKO.. STOPHH—EUMHH STOP” pintanya sambil memajukan tubuhnya hingga kepalanya bertemu dengan headboard kasur. Lidah Marko dengan sangat tidak sopan menyapu sekitaran lubangnya bahkan dua jarinya belum meninggalkan lubang itu.

Bibirnya bisa saja berkata stop tapi tidak dengan tubuhnya. Shailendra justru menekan kepala Marko sehingga lidah Marko dapat lebih dalam menyentuh dan tak terlepas dari kegiatannya memakan lubangnya.

Slurphh!

Lubang surgawi Shailendra dihisap habis-habisan.

“Mmhhh, stop, please please” pinta Shailendra terbata.

Marko pun menurut. Ia memberhentikan kegiatannya.

Shailendra yang hendak merubuhkan diri seluruhnya ke kasur pun tidak jadi, karena Marko dengan cepat membalik tubuh mungil Shailendra, sehingga kini keduanya saling berhadapan.

I wanna see how hot your face when I fuck you.” bisik Marko sambil mengarahkan kepemilikannya, bersiap masuk ke lubang surgawi milik Shailendra.

Fuck me hard then, so you could see—AAAHH FUCK!” ucapan Shailendra terputus karena Marko dengan tiba-tiba menggerakkan pinggulnya, mengeluar-masukkan kepemilikannya di dalam sana.

“Oh God, feels like heaven” ucap Marko.

Tempo gerakan Marko makin lama makin bertambah. Ia kini menyembunyikan wajahnya di tulang selangka Shailendra, berusaha membubuhkan karya pada canvas kosong itu. Tulang selangka Shailendra digigit, mungkin bekas gigi Marko dapat terlihat hingga 2 hari ke depan.

“Mmhhhh”

Shailendra hanya bisa melenguh.

“Enak ha—aahhh bangeth mmhhh, Markohh”

Marko tersenyum puas. Ia menang.

“Gak mau—eumhh pindah posisi ajaah? Kamu gak—aaah capek?” tanya Shailendra di sela lenguhannya.

Marko menggeleng.

“Mau gini aja sampe aku crot di dalam. You're so hot and I could stare at it forever.” ucapnya sambil mengecup ujung bibir Shailendra.

I'm so close, Marko” ucap Shailendra kini membalas lumatan Marko. Ia memejamkan matanya erat, berusaha mencari friksi agar putihnya lebih cepat mendatangi.

Together

Marko menghentakkan miliknya sedikit kasar di dalam sana. Membuat Shailendra berteriak sekaligus kelojotan. Derit kasurpun semakin nyaring terdengar.

Count to three” bisik Marko.

One—eumhh”

Two—aaahhhhhh, Markooo”

Belum sempat sampai pada hitungan ketiga, ternyata keduanya sudah saling melepas putihnya masing-masing.

Marko tak kunjung melepas miliknya, ia justru mengambrukkan tubuhnya di atas Shailendra. Ia mengecupi leher kesayangannya itu.

I'm sorry if I'm being too rough,” ucapnya.

It's okay, I like it anyway.” balas Shailendra lemas.

I love you. Benih aku udah ada disini nih.” ucap Marko sambil mengelus perut gembil Shailendra.

Shailendra mengangguk dan tersenyum.

Thank you and I love you too

“Haaiiii!” sapa Taeyong ketika berhasil memasuki mobil Jaehyun.

Jaehyun menyungging senyum saat melihat itu. “Sini deh, ada sesuatu tuh di muka kamu” pinta Jaehyun.

Taeyong pun menurut saja sambil mendekatkan wajahnya.

Cup

Jaehyun mengecup ranumnya.

Taeyong melotot, “Ihhh bohong kamu, dosa yaaa” tukasnya.

Morning kiss is not that bad, right?” sahut Jaehyun kemudian menyalakan mobilnya.

“Siap?” tanyanya.

Taeyong mengangguk antusias.

“Aku punya satu bocil kesayangan aku disana, nanti kamu kenalan ya ama dia” ucap Taeyong.

Ayay Capt!

- - - -

Sesampainya di panti asuhan itu, Taeyong langsung bisa melihat kerumunan disana. Rupanya ia disambut oleh teman-teman kecil juga sang Ibu Pantinya.

Taeyong berlari kecil.

Saat sampai tepat di depan mereka, Taeyong menyalami tangan sang Ibu Panti. “Apa kabar, Ibu?” tanyanya lembut.

Sang Ibu Panti terharu dan dengan cepat memeluk Taeyong, tak butuh waktu lama juga untuk sang Ibu menangis.

Taeyong hanya mengusap punggungnya pelan. “Ibu jangan nangis dong, diliat anak-anak tuh” hibur Taeyong.

Saat sang Ibu Panti melepas pelukannya. Taeyong berjongkok di hadapan teman-teman kecilnya; berusaha menyamakan tingginya dengan mereka.

“Hei, apa kabar?” tanyanya sambil mengusak rambut anak-anak disana satu persatu.

“KANGEN KAKAK!!!!” balas anak-anak itu bersamaan.

Jaehyun yang melihat itupun terkejut bukan main. Taeyongnya ternyata suka menyambangi Panti Asuhan, terlebih yang kurang terawat seperti ini.

Merasa keasikan dengan anak-anak, Taeyong hampir melupakan kehadiran Jaehyun disitu.

“Siniii” ajak Taeyong pada Jaehyun dengan gestur tangan melambai-lambai.

Saat Jaehyun berhenti, ia tersenyum.

“Ibu..” panggil Taeyong.

Sang Ibu Panti masih setia menunggu penjelasan Taeyong.

“Ini pacar Taeyong” tambahnya.

Sang Ibu Panti pun tersenyum sangat sumringah, tak lupa melihat ke arah Taeyong dan Jaehyun bergantian. Mengusap sayang lengan kedua anak adam itu. “Ibu bangga sama kamu” ucapnya.

“Cie cieee kakakkk” ledek anak-anak itu, lagi-lagi bersamaan.

“Ih emang kalian tau pacar itu apa?” ledek Taeyong balik.

“Masuk yuk masuk” ajak Taeyong.

- - - -

Saat semuanya kembali memasuki ruangan, Taeyong berusaha membuat suasana disitu lebih meriah.

“Siapa yang mau es krim???” tanyanya antusias.

“Akuuu” “Aku” “Saya” “Kakak, mau” balas anak-anak itu saling bersahutan.

“Semuanya dapet es krim”

“YEYYYY!” sorak anak-anak itu.

“Eitss” “Tapi semuanya makan siang duluu, kalo gak makan es krimnya hangus” tambah Taeyong.

Sang Ibu Panti yang sedari menunggu di ujung pintu pun memanggil anak-anak, mengarahkannya ke arah meja makan.

How cute” gumam Jaehyun sambil berjalan mendekati Taeyong yang masih setia memantau anak-anak itu.

I'm so proud of you” ucap Jaehyun sambil memeluk Taeyong dari samping.

“Jangan deket-deket, Jeje. Ini masih di panti, nanti diliat anak-anak”

“Hehehe”

- - - -

Saat acara makan bersama sudah selesai. Anak-anak itu kembali ke ruangan tempat mereka berkumpul bersama Jaehyun dan Taeyong.

“Duduk yang manis ya semuanya” perintah Taeyong saat hendak memberikan es krim pada masing-masing anak disitu.

“Tapi sebelum itu, kakak boleh ngomong sebentar gak ya?” tanyanya.

“Bolehhhhh”

“Kakak mau kenalin orang itu, yang di pojok situ” ucapnya sambil menunjuk Jaehyun, sehingga semua pandangan yang ada disitu tertuju pada Jaehyun.

“Namanya Kak Jaehyun. Kakak sama Kak Jaehyun bakalan kasih kalian mainan dan alat tulis baru. Pada mau gak???”

“MAUUUUU!!!” sahut anak-anak itu sangat antusias.

“Kalo mau ada syaratnya”

“Syaratnya adalah.. Kalian bilang gini ke Kak Jaehyun: Kak Jaehyun bagi mainan dan alat tulis barunya donggg, gitu ya?” ucap Taeyong kemudian dibalas anggukan oleh anak-anak itu.

“Habis kakak bagi es krimnya, kalian boleh samperin Kak Jaehyun. Jangan lupa antri ya tapinyaaa” jelas Taeyong.

“Baik Kaakkkk”

- - - -

Setelah membagikan semua mainan dan alat tulis baru, Jaehyun menghampiri Taeyong. Agaknya kesayangannya itu kelelahan, sebab sekarang ia hanya duduk, memainkan handphonenya dan mengipaskan tangannya di depan wajahnya.

“Hey” sapa Jaehyun sambil menyodorkan air mineral pada Taeyong. “Thank you” balasnya.

“Aku mau tanya deh”

“Sok tanya aja” sahut Taeyong.

“Itu bocah yang disitu, daritadi aku perhatiin diem mulu. Kenapa ya?” tanya Jaehyun sambil menunjuk ke arah anak yang ia sebut.

Taeyong mencari keberadaan anak yang disebut Jaehyun.

“ASTAGA AKU LUPA, LILO!” ucap Taeyong sedikit keras. Lilo itu salah satu anak kesayangannya yang sempat ia ceritakan sebelum sampai di Panti.

“Kamu disini aja, cape banget tuh kayanya. Biar aku yang kesana”

“Jangan, ntar yang ada Lilo makin marah”

Jaehyun mengangguk, “Percaya sama aku”

Kemudian Taeyong kembali duduk dan memerhatikan Jaehyun berjalan ke arah Lilo-nya.

- - - -

“Halo, Jagoan” sapa Jaehyun sambil mendudukkan diri di sebelah sobat kecil itu.

Yang disapa hanya mendongakkan kepala, kemudian kembali acuh lagi.

“Kamu kenapa, Jagoan? Ada yang mau kamu omongin sama Kakak?” tanya Jaehyun dengan nada selembut mungkin.

Yang ditanya hanya menggeleng, belum juga mengeluarkan suara.

“Alat tulis dan mainan baru, kamu sudah dapet belum?” tanya Jaehyun lagi.

Sobat kecil itu mengangguk lagi, kini sambil mengangkat dua benda yang dimaksud Jaehyun.

“Kakak punya ide. Mau kakak bisikin gak?” tawarnya pada sobat kecil itu.

Sobat kecil yang awalnya lemas itu kini sedikit antusias, ia menganggukkan kepala.

— Jaehyun berbisik —

Sobat kecil yang bernama Lilo itupun sekarang tersenyum ceria, seakan tak ada hari esok, ia juga melompat sangat riang.

“Gimana?” tanya Jaehyun sambil menaik turunkan alisnya.

Lilo tersenyum lagi dan membalas Jaehyun dengan acungan jempolnya.

“Kalo gitu Lilo harus janji, Lilo gak boleh sedih ya?”

“Iya, Kak Jaehyun!” balasnya. Akhirnya ia bersuara. Jaehyun lega mendengar itu.

“Tos dulu dong, Jagoan” ajak Jaehyun.

Duk! Lilo membalas aluran tangan Jaehyun.

“Sini dipangku sama Kakak”

“Lilo berat lohh” tolaknya.

“Lilo coba tengok ke sana deh. Ada Kak Taeyong disana kan?”

Lilo mengangguk.

“Kakak aja bisa gendong Kak Taeyong, masa pangku Lilo Kakak gak bisa”

Lilo akhirnya menurut.

“Lilo teriak gih, mau gak?” tanya Jaehyun.

“Teriak apah?” tanyanya sambil memasang muka 😯

“Bilang: Kak Taeyong makasih ya, Lilo love Kakak, gitu”

Lilo dengan cepat berdiri kemudian melingkupkan kedua tangan mungilnya di samping kanan dan kiri mulutnya, agar suaranya bisa terdengar lebih jelas. “Kak Taeyong makacih ya, Lilo lob Kakak” teriaknya sesuai dengan kemauan Jaehyun.

Jaehyun ikut tersenyum saat Taeyong menemukan asal suara itu.

“Makasih Lilooo! Kakak Love Lilo juga!”

Taeyong melayangkan finger heartnya kemudian tersenyum, “How lovely”.