tuanmudalee

Langit kota Tangerang ternyata ikut merasakan sedih yang Taeyong rasakan. Yang awalnya biru sumringah, kini berubah menjadi abu-abu. Mendung dan hembusan anginnya membawa serta rasa sesak yang Taeyong rasakan.

A month ago.

“Siap?” tanya Jaehyun saat Taeyong sudah memasuki mobilnya sepenuhnya. Pakaian satin serba cream dengan dalaman kaos putih menambah kesan lemah lembut pada Taeyong. Jaehyun suka itu.

You look soooo pretty” pujinya sambil menyisir halus surai kehitaman milik Taeyong.

Thank youuuu

“Mama kamu sukanya apa, Je?” tanya Taeyong berusaha mengurangi rasa nervousnya. Entah kenapa, degup yang ia rasakan bahkan 2x lebih cepat daripada saat menunggu hasil penerimaan mahasiswa di UI.

“Sukanya kamu, makannya aku bawa kamu ketemu Mama”

“Aih yang bener!”

“Bener, Sayang. Udah gak usah bawa apa-apa. Aman kok” tutur Jaehyun.

Taeyong akhirnya menuruti perkataan Jaehyun. Namun hal itu membuatnya justru semakin nervous, apalagi mengetahui jarak rumah Jaehyun tak jauh lagi dari posisi mereka sekarang.

Taeyong terus menatap ke luar jendela, mengerjapkan matanya kesana-kemari agar pikirannya dapat terdistraksi. Jemarinya juga meremas kuat kain celananya yang sedikit kebesaran.

Taeyong sedikit tersontak kala ada yang melepaskan remasan jarinya dan mengangkat tangannya ke udara.

“Hey, don't be nervous. I'm here” ucap Jaehyun menenangkan sambil mengecupi permukaan mulus tangan milik Taeyong. Tak lupa mengusap dan sesekali menggenggam tangan yang meredam ribuan kegelisahan itu.

;

It's here, Baby. Yuk turun?” ajak Jaehyun.

Jaehyun keluar dari mobil terlebih dahulu. Hal itu membuat Taeyong sedikit kecewa, ia kira Jaehyun akan menunggunya, ternyata ia berlalu duluan.

Dengan segala tenaga yang masih ada, Taeyong melepas sabuk pengamannya. Otak dan badannya terus beradu, antara haruskah ia keluar sekarang atau tidak.

Saat masih sibuk dengan keputusannya, pintu mobil itu terbuka.

You think I'm gonna leave you here all alone when you feel this nervous? No, baby, I'm not” ucap Jaehyun sambil mengelus pipi Taeyong, memberi usapan kenyamanan disana.

Taeyong akhirnya turun dari mobil, merapikan pakaiannya, dan meraih uluran tangan Jaehyun. Setelah merasa uluran tangannya sudah terisi, Jaehyun beranjak.

“Yuk masuk, it's gonna be okay, trust me” ucapnya lalu menggandeng Taeyong untuk masuk ke dalam rumah sepenuhnya.

;

“Mam, it's Taeyong!” teriak Jaehyun saat memasuki rumahnya karena ia tak mendapati kehadiran Mamanya disana.

Terdengar suara langkah kaki yang sedikit tergesa, Mama Jaehyun keluar dari sebuah ruangan dengan pakaian rapi juga rambutnya yang tertata cantik.

“Pagi, Tante” sapa Taeyong sambil mengulurkan tangannya. Harapannya kali ini hanya satu, uluran tangannya dibalas.

“Astagaaa, Pagi, Ganteng”

Ternyata lebih dari balasan uluran tangan, Mama Jaehyun justru langsung cipika-cipiki dengan Taeyong.

“Gemes sekali. Kamu kan yang namanya Taeyong? Aduh rapi-rapi banget kayak mau kondangan aja” Puji Mama Jaehyun sambil mencubit ringan pipi gembil Taeyong.

Mendengar penuturan dan respon positif dari Mama Jaehyun, mood Taeyong berubah drastis. Ia senang bukan main. Ternyata ia diterima disini, usahanya untuk tidak gugup akhirnya pun berhasil.

“Udah makan belum, Nak?” tanya Mama Jaehyun sambil membawa Taeyong ke sofa. Kasihan anak orang kalau disuruh berdiri terus.

“Duduk dulu sini, Tante ambilin minum ya. Mau minum apa? Jus? Susu? Milkshake?”

Taeyong tersipu, “Air putih aja, Tante” balasnya.

“Walah. Yaudah bentar ya”

“Aku ke kamar dulu yang, bentaran” ucap Jaehyun, mencium pipi Taeyong kemudian berlari kecil meninggalkan Taeyong.

“Cowo gila, ada mamanya main nyosor aja!” gumam Taeyong masih mengerjapkan matanya, kaget dengan perlakuan tiba-tiba kekasih bongsornya.

;

“Mam, what should I say to him?” tanya Jaehyun resah. “Takut, Maaaammm” rengeknya.

Ya, maksud Jaehyun ke kamar adalah ke dapur. Menghampiri Mamanya untuk mengkonsultasikan sesuatu.

Mamanya ke belakang juga bukan untuk ambil air saja tentunya. Ada hal yang harus keduanya bicarakan, it's an important thing. Rahasia negara.

Hold my hand, Jae” pinta sang Mama.

Saat Jaehyun sudah meraih tangan Mamanya, Mamanya mengusap dahinya, merapikan rambut dan juga baju yang dipakainya dengan satu tangannya yang lain.

You've done a great job so far. Udah berani punya usaha sendiri bahkan jadi CEO tapi giliran urusan gini aja kok ciut?”

“Maammm, seriously?”

“Kamu tinggal bilang, Taeyong will you marry me? Udah. Itu aja. Selesai”

“Mama tau kamu tipe orang yang bisa merangkai kalimat indah, mama tau kamu bukan tipe orang yang kalo apa-apa banyak ngomong. Kamu selalu mengutamakan action. Jadi gak usah ribut cari kata-kata yang bagus, yang penting semuanya berasal dari sini” tutur sang Mama sambil menunjuk dada Jaehyun dengan jari telunjuknya.

“Apapun yang mau kamu sampaikan, gak peduli seberapa bagus dan panjang kalimatnya, yang penting niatnya. Kalo dari hati kamu tulus, mau bagaimanapun orang akan tetep nerima itu dengan tulus juga. Ngerti?” tambahnya.

Jaehyun mengangguk.

Now go. Mama nyusul, pura-pura kaget nanti” ucap sang Mama.

Jaehyun kembali mengangguk antusias, tak lupa senyum merekah dengan deretan gigi yang juga ikut ia tunjukkan.

;

I'm back, Baby” sapa Jaehyun sambil memeluk Taeyong dari belakang—Taeyong kini terduduk di sofa yang dimana ia tak bisa melihat siapapun yang datang dari belakangnya bila ia tak menolehkan kepala. Jaehyun mengalungkan lengannya kemudian membubuhi kecupan kupu-kupu pada surai tebal milik kesayangannya.

“Je ih jangan gitu, ntar diliat Mama kamuuu” protes Taeyong.

Saat Jaehyun melepas pelukan itu, ia berjalan menghampiri Taeyong dan ikut mendudukkan diri di samping Taeyong.

About the secret I have said to you yesterday, you wanna know that?” tanya Jaehyun.

Taeyong mengangguk, jemarinya menggambar pola abstrak di lutut Jaehyun yang terbalut celana jeans hitam.

Close your eyes first

Right now? Really?

Yes, Baby. Right now

Perintah Jaehyun segera dituruti. Taeyong menutup matanya.

Jaehyun tersenyum, mengecup dahi kesayangannya kemudian berlutut di depan Taeyong. Ia membuka sesuatu yang Taeyong belum tahu bahwa sesuatu itu merupakan kotak cincin yang sudah Jaehyun beli satu bulan yang lalu.

You're allowed to open your eyes now” perintah Jaehyun.

Taeyong membuka matanya perlahan.

To you dearest soul that I love so much, Lee Taeyong, will you marry me?”

Taeyong tercekat. Nafasnya seakan terhambat oleh sesuatu. Degup jantungnya seperti dipompa, berdetak tak karuan. Membawa telapak tangannya untuk ia telungkupkan di depan mulutnya.

“Je....”

He's speechless.

Jaehyun memiringkan kepalanya, menagih jawaban yang belum Taeyong berikan.

Taeyong mengangguk cepat, “Yes, Jaehyun. Yes, I will

Jaehyun tersenyum, beranjak dari posisi berlututnya kemudian membawa daksa Taeyong untuk ia dekap seerat mungkin.

Thank you, thank you, Taeyong” ucapnya sambil mengecup pundak Taeyong. “Oh, Baby. I'm sorry if I make you cry. Cup cup sayang” ucapnya sambil mengelus ceruk leher belakang Taeyong.

“Taeyong, ini air—oh my God!!!”

Mama Jaehyun beraksi, pura-pura kaget.

Jaehyun yang mengetahui itu langsung menatap dan mengedipkan sebelah mata ke Mamanya. They plan run smoother than they think.

Sedangkan Taeyong, saat mendengar suara Mama Jaehyun, ia segera melepas pelukan Jaehyun. Namun gagal karena Jaehyun mendorong pundaknya sehingga ia kembali berada dalam pelukan itu.

“Lepas ih, Jeje, itu ada mama kamuuu”

“Makasih, Tante. Maaf ya” ucap Taeyong tersipu.

“Akhirnya jadi juga kalian berdua”

“Tante... tau?”

Jaehyun tertawa tertahan, membuat Taeyong melotot ke arahnya.

“Tau, Nak. Jaehyun cerita ke Tante tepat setelah dia sampai rumah. Excited sekali menceritakannya. Katanya juga sih, cincin itu sudah dibeli sama dia dari bulan lalu. Cuma belum nemu waktu yang pas aja hihihi”

Jaehyun melotot, “MAAMMM KOK DIBUKA KARTUNYA JAE” protesnya.

Taeyong terkekeh sekaligus malu, ternyata hanya ia saja yang kebingungan dan kaget disini.

“Selamat ya kalian berdua. Taeyong jangan panggil Tante, panggil Mama” pinta Mama Jaehyun.

“Eh? I-iya.. Ma..”

“Mama tunggu undangan nikahnya” ucap Mama Jaehyun sambil mengacungkan jempol dan mengedipkan sebelah matanya, kemudian melenggang pergi meninggalkan dua anak adam yang sedang di mabuk cinta itu.

“Dasar kamu yaaa!!!!!”

“Aaaww aww ampun sayanngggg, jangan dijambak rambut akuuuu”

Taeyong selesai mengingat memori satu bulan yang lalu, memori dimana ia sangat bahagia ketika Jaehyun melamarnya. Membubuhinya dengan segala rasa cinta yang ia punya. Cinta yang mungkin untuk sepersekian sekon ke depan akan sirna.

“Ternyata semua itu cuma sementara ya, Je? It's so hurt, Je. Sesek banget dada aku” rintih Taeyong sambil memegang dadanya, sesekali meremas bajunya.

Hatinya sakit, perasaannya tercabik. Tak pernah ia duga Jaehyun yang ia kira cintanya untuk sehidup dan semati mengkhianati kesetiaannya.

“Kakak!”

Itu Lilo. Si kecil yang menjadi inspirasi Jaehyun untuk membangun sebuah sekolah. Lilo yang berhasil menjadikan Jaehyun seseorang yang seperti sekarang. Lilo berlari sangat cepat ketika melihat kehadiran Taeyong dan Jaehyun.

Saat sampai di depan mereka, Lilo berhenti.

“Hayo, kenapa berhenti? Yang Lilo maksud kakak yang mana? Bingung ya?” goda Taeyong sambil mengusak surai lebat milik Lilo.

Lilo terkekeh kecil, “Tau aja” balasnya.

Karena tak kunjung mendapat peluknya, Jaehyun berjongkok, mensejajarkan tinggi badannya dengan tinggi badan Lilo. Jaehyun mencubit hidung mungil nan bangir milik Lilo.

“Dasar” katanya.

“Lilo kangen Kak Jay” ucapnya sambil menopangkan telapak tangan mungilnya di atas kepala Jaehyun, seperti mengusap anak kecil, padahal yang kecil siapa?

“Kalo sama kakak gak kangen?”

Taeyong bertanya juga dan kini ikut mensejajarkan posisinya dengan Lilo.

“Kangen!” sahut bocah itu.

“Lilo mau sekolah gak?” tanya Jaehyun.

Bola mata Lilo yang sudah lebar dari sananya pun semakin melebar, terlihat keantusiasannya di sana ketika mendengar kata sekolah. Lalu ia mengangguk.

“Kita ijin sama Bu Firda dulu yuk?” ajak Taeyong kini berdiri dan mengulurkan tangannya agar Lilo menggandengnya.

“Kak Jay juga mau digandeng” rengek Jaehyun.

Lilo dengan cepat mengulurkan satu tangannya yang lain.

“Yuukkk jalan”

;

“Ibu!” sapa Taeyong.

“Kaget, Nak. Ya ampun..”

“Masak apa tuh kayanya enak banget?”

“Jangan deket-deket nanti bau, tunggu di ruang tengah saja seperti biasanya” perintah Bu Firda.

“Eh Ibu, udah selesai?” sapa Jaehyun saat mendapati eksistensi Bu Firda di dekatnya.

Bu Firda menyungging senyum yang mungkin siapapun tak dapat mendeskripsikan senyum itu. Bahkan Jaehyun dan Taeyong.

Jaehyun dan Taeyong bisa apa? Mereka juga ikut tersenyum.

“Ibu bau dapur, tapi kalau Ibu boleh egois, Ibu mau peluk kalian” ucap Bu Firda.

Tanpa babibu, Taeyong meraih daksa Ibu yang menyimpan berbagai macam keresahan itu. Taeyong mengusap sayang punggung Bu Firda, berbagi ketenangan lewat pijatan di jemari Bu Firda.

Jaehyun pun sama. Ia mengisi ruang kosong yang sengaja Taeyong beri agar ia bisa bergabung dalam pelukan itu. Jaehyun merasakan keteduhan. Bahagia milik Bu Firda dapat ia rasakan di dalam pelukan itu.

“Makasih ya, Ibu, udah bertahan buat anak-anak sampe sekarang. Mulai sekarang apapun yang terjadi, Ibu gak bakal sendiri lagi. Ada saya, ada Taeyong” ucap Jaehyun.

“Terima kasih ya, kalian berdua. Ibu tidak bisa balas apa-apa, tapi pasti Tuhan balas kalian dengan yang lebih baik lagi nantinya. Terima kasih sudah mau berbagi bahagia dengan anak-anak ini. Kalian memang sungguh anak-anak hebat” tutur Bu Firda sambil menepuk-nepuk punggung kedua anak adam yang ada di pelukannya itu.

;

“Lilo, kita ke sekolah yukkk?” ajak Taeyong.

“Bu, boleh ya?” izin Taeyong pada Bu Firda yang langsung dibalas anggukan.

“Sebentar yang” sela Jaehyun saat Taeyong hendak meninggalkan tempat itu. “Aku mau ajak satu perempuan kecil, I have a crush on her on the first place” tambahnya.

Taeyong bingung. Siapa?

“Tunggu di mobil aja, ini kuncinya” ucap Jaehyun.

“Lilo, let's goooo!”

Setelah mengetahui bahwa Jaehyun sudah berada di ruang tamu rumahnya, Taeyong dengan cepat memilih setelan baju dan merias wajahnya tipis-tipis.

God thank you for you blessing and the breath that you gave to us today. Semoga hari ini aku bisa liat senyum Bu Firda, Lilo, dan anak-anak lainnya. I'm so excited” monolognya diselingi dengan doa.

“Dah siap!”

;

Prince, leggoooo” ucap Taeyong setelah mencapai anak tangga paling bawah, mengajak Jaehyun berangkat sekarang.

Baby doll udah selesai?”

As you can see, Prince

What I see is pretty. You're so pretty today

“Dari pada kamu ngardus mulu mending kita berangkat” tukas Taeyong.

“Merusak suasana ih kamu” ucap Jaehyun sambil merentangkan satu lengannya, berusaha merengkuh pundak mungil Taeyong untuk ia ajak jalan keluar rumah bersama.

;

“Menurut kamu reaksi Bu Firda bakal kaya apa, Je?” tanya Taeyong membuka obrolan.

Jaehyun yang mendengar itu menukik senyum. Pandangannya masih terfokus pada jalannya di depannya, satu tangannya fokus menggerakan setir, dan tangan lainnya ia gunakan untuk menggenggam sekaligus mengusap tangan Taeyong dengan ibu jarinya.

“Kemarin aku sempet chat Bu Firda, yang”

“Oh yaa?? And then, what happened??”

“Aku baru bilang halo bu firda, beliau udah langsung terimakasih banyak mas jaehyun. Aku kaget doonggg” tuturnya.

You deserve it anyway

“Aku rada sungkan soalnya Bu Firda makasih makasih terus, gimanaaa gitu rasanya”

“Makasih ya, Prince. Kamu pacar aku yang paling keren”

“Kalo beneran keren cium dong”

“Modus kamu selalu ciam cium ciam cium”

“Ya soalnya kamu pacar aku, kalo aku minta cium emangnya salah???”

Cup

“Bawel” sela Taeyong setelah mengecup pipi gembil dengan lubang cacat milik Jaehyun.

“Di sini gak dikiss juga?” tanya Jaehyun sambil menunjuk dahinya.

Cup

“Di sini?” kini menunjuk pipi kirinya.

“Di sini?”

Taeyong memutar bola matanya malas, kini yang Jaehyun tunjuk ialah ranumnya.

Cup, Cup, Cup

Three kisses he got.

I wish it was a real kiss” ucap Jaehyun.

It is tough???”

No, that's just a peck

Whatever

;

Dunia berasa milik berdua, sampai tak terasa mereka akhirnya sampai di parkiran Panti Bintang Kejora. Padahal jarak dari rumah Taeyong ke panti tidak begitu jauh, tapi karena mereka begitu menikmati, seakan dari Tangerang ke Bandung mereka lewati.

“Ayo turun”

“Tunggu” sela Taeyong.

“Hm?” tanya Jaehyun sambil memiringkan kepalanya.

Taeyong mengalungkan lengannya di leher jenjang Jaehyun, tersenyum sambil memperhatikan tiap inchi pahatan indah di depannya, tak lupa menyingkirkan helaian rambut yang menghalau penglihatan kekasihnya, “You did a very great job, Jaehyun, I'm so proud of you” ucapnya.

Jaehyun tersenyum.

“Peluk?” tanya Taeyong.

Jaehyun mengangguk antusias.

I missed this warm hug, yours is the warmest, I swear. Kalo aja jarum jam gak berdentum, detik gak bergerak, menit gak berjalan aku gak bakalan lepasin pelukan kamu. I need it like I need food when I'm starving” ucap Jaehyun.

“Mumumumu tayang tayang, peluk semenit lagi abis tu kita turun yaa?”

Jaehyun mengangguk dalam pelukan.

“Kita mau kemana sih?” tanya Taeyong sambil menyambungkan handphonenya dengan radio mobil milik Jaehyun.

“Serpong”

“Tumbennnn????”

You ask me about something yesterday and I wanna show that today” ucap Jaehyun.

“Ih apa yaa aku mikir keras, kepo banget”

I hope you like it

“Apapun yang kamu kasih pasti aku suka kookkk” sahut Taeyong sambil mengusap pipi gembil Jaehyun dengan ibu jarinya.

“Tunggu ya?”

“Iyaaaa, Sayang”

;

Jaehyun pun mengarahkan Taeyong saat keduanya telah sampai di tempat tujuan.

“Ini tempat apa, Je?”

“Bentar ya aku cari satpamnya dulu. Ikut apa tunggu sini?”

“Tunggu sini deh, mau duduk”

“Jangan kemana-mana”

“Hooh sana cepet”

;

Jaehyun akhirnya kembali, namun ia kembali dengan membawa satpam yang tadi ia cari.

“Kenapa?” tanya Taeyong.

“Yuk” ajak Jaehyun sambil mengulurkan tangannya.

“Pak Arga masih sering kesini gak, Pak?” tanya Jaehyun sambil melihat ke kanan dan kiri.

“Masih, Den. Kadang Den Mark dan Den Jeno juga mampir. Den Jaehyun aja yang jarang kesini hehehe”

“Iya nih, Pak. Saya lagi gak ada waktu akhir-akhir ini”

“Baru banget jadi ya, Pak?” tambah Jaehyun.

“Sebetulnya sudah dari seminggu yang lalu sih, Den, seingat saya. Tapi Pak Arga kan orangnya sempurna banget, jadi ada yang aneh sedikir dipoles lagi, poles lagi. Akhirnya baru betul-betul selesai itu ya kemarin—ke arah sini, Den” ucap Pak Satpam itu sambil mengarahkan Jaehyun dan Taeyong.

“Dah nyampe. Saya tinggal ke depan lagi ya? Takutnya ada yang cari di depan”

“Makasih ya, Pak” ucap Taeyong.

;

“Apa ini, Je?” tanya Taeyong sambil mengedarkan pandangannya. Bangunan berwarna-warni dan luas ada di hadapannya.

A school

“Maksudnya? Gimana?”

“Ini sekolah. Aku sama Jo, Yuta, Jeno, Mark yang bangun. Buat Lilo dan seisi Panti Bintang Kejora”

Taeyong terbelalak.

You said you wanna know what I've been saying to Lilo that day. Here's the answer

Sambil merangkul pundak mungil Taeyong, Jaehyun bercerita.

I was planning to build this school for Lilo. He deserves it. Anak-anak Bintang Kejora deserves it

“Waktu aku bilang mau bikinin dia sekolah, dia happy banget bukan main. I was touched. Akhirnya bangunan ini ada. Sorry for not telling you about everything, literally everything

Taeyong terisak.

“Sayang, why are you cryingggg

“Aku gak tau lagi sama kamu—hiks”

“Kenapa gitu? Maaf, Sayang”

“Hati kamu terbuat dari apa sih? Hah?”

“Aku capek bangga sama kamu. Selalu ada sisi dalem diri kamu yang bikin aku bangga. Ketika aku ngomong you've come so far. Jeje, I'm not joking. Kamu udah jalan jauhhh banget. And I'm so happy for you” ucap Taeyong sambil memukul dada bidang milik Jaehyun.

“Makasih udah selalu merhatiin orang lain ketika kamu sendiri lagi kesusahan”

Baby...”

“Ssuutt no, no aku belum selesai”

“Makasih juga selalu berusaha mengasihi siapapun tanpa pandang bulu. Makasih juga karena kamu udah buktiin ke semua orang kalo kamu mampu berdiri di atas kaki kamu sendiri, buat diri kamu sendiri juga. Makasih udah jadiin kebahagiaan orang lain sebagai bahagia kamu juga. Kamu hebat, Jaehyun”

Am I?”

You really are” ucap Taeyong sambil mengusap kedua pipi Jaehyun.

Kiss me then if I really a good boy

Sure

Kemudian ranum keduanya bertemu. Saling berbagi rasa di tengah bangunan megah. Terdapat rasa bangga yang Taeyong salurkan di dalam pagutan itu. “Thank you for being an angel with such a wonderful heart and mind” ucapnya di sela pagutan lembut keduanya.

Saat pagutan tersebut perlahan mengendur, Jaehyun menempelkan dahinya dengan milik Taeyong. Memuji dan memamerkan pada gedung sekolah di sekelilingnya tentang betapa indah presensi yang ada di depannya.

I love you, kita ke panti ya kalo kamu ada waktu luang. Anak-anak pasti seneng”

Wanna hold you tightttt” rengek Taeyong.

“Ini, Sayang. Udah bisa dipeluk sepuasnya kan sekarang?”

Sambil mengeratkan peluknya, Taeyong lagi-lagi mengusap sayang punggung sekuat baja tersebut.

“Punggung hebat. Makasih ya punggung udah jadi tameng terkuatnya cowo aku. Dia bisa sampe sini karena kamu kuat banget. Makasih, Punggung. Makasih, Jaehyun”

Hari ini Taeyong kuliah kelas pagi. Biasanya jam 7 ia sudah meninggalkan rumah. He's beyond excited karena cowonya mau pulang. Temu kangen sepuasnya hari ini.

“Bun, Taeyong berangkat” pamitnya sembari mengambil 2 slice roti dengan selai cokelat di dalamnya.

Sang Bunda yang sedang mencuci baju di ruang belakang pun menyahuti dari sana, “Ya ati-ati gak usah ngebut bawa mobilnya” ucapnya.

Ya, sekarang Taeyong sudah diberi izin untuk mengendarai mobil sendiri. Kemana-mana ia sendiri, lagian sudah dewasa kan? Tak bisa juga kalau terus bergantung pada orang lain, terutama pada Jaehyun.

;

Waktu menunjukkan pukul 2 siang. Tepat saat Taeyong sudah menyelesaikan seluruh kelasnya pada hari ini. Beruntung tak ada jadwal tambahan sehingga ia bisa langsung kembali pulang.

Saat sampai di depan rumah moodnya berubah drastis; bibirnya ia cebikkan ke depan dan alisnya ia tautkan keduanya. Marah.

Saat berhasil memarkirkan mobilnya di tempat yang tersisa, Taeyong memasuki rumah dengan menghentakkan kakinya keras. Seperti bocah sekolah dasar sedang merajuk.

“Bunn, di depan mobil siapa sih ah, makan tempat banget. Ngeselin dah” ucapnya sambil melempar tas ke segala arah dan menjatuhkan diri di sofa ruang tamunya.

Saat asik mencari posisi ternyaman untuk merebahkan diri, muncul satu suara yang berhasil menginvasi gendang telinganya.

“Mobil aku”

Taeyong yang awalnya terpejam dengan cepat membuka matanya. Ia bahkan bangkit dari posisinya. Mencari keberadaan suara itu. Memastikan bahwa itu bukan hanya suara dari pikirannya yang sedang beradu dengan rasa rindunya terhadap Jaehyun.

“Hey, I'm home” sapa Jaehyun tersenyum kemudian merentangkan kedua tangannya lebar, siap menerima sosok yang ia rindukan selama beberapa hari belakangan.

Taeyong berjalan terhentak lagi, namun kini dengan kecepatan maksimal. Berusaha meraih Jaehyun secepat mungkin, sosok yang ingin ia peluk akhirnya menampakkan batang hidungnya. Taeyong rindu sekali.

“Mumumu gemes banget sayang aku, sini peluk dulu sini. Jangan marah-marah doongg”

“Kenapa kamu udah disini aja sihhhh” protes Taeyong sambil menyamankan posisi dagunya di pundak Jaehyun.

I thought you know it already, it's surprise, right?” sahut Jaehyun mengusap sayang punggung Taeyong. “Feel better?” tanyanya, kemudian tak lama ia merasakan anggukan di pundaknya.

“Maaf yaa, mobil kamu jadi gak bisa parkir yaaa?”

“Huum” “Tapi karena itu mobil kamu aku gak jadi marah” tambah Taeyong.

“Hmm gemes banget sih, sini mana aku mau liat muka cemberutnya” pinta Jaehyun sambil mengecup berulang kali pucuk kepala Taeyong.

“Ini mukanya” ucap Taeyong.

“Cantikkk” puji Jaehyun kini menyelipkan helai rambut Taeyong ke belakang telinganya, kemudian mengecup dahi kesayangannya.

“Mandi dulu ya? Dandan yang cakep abis tu kita cabut, okey?”

Taeyong mengangguk.

“Eh buseett malah peluk-pelukan di situ. Jeje lu jadi bantuin Bunda kaga sih, itu bawang bombaynya waktunya ditumis” protes Bunda sambil berkacak pinggang, heran dengan kelakuan dua anak muda itu.

“Kabuuurrrr”

“Sayang kok aku ditinggaalll”

“Eh eh jangan pegi lu, tumis dulu bawang bombaynya enak ajeee”

“Ini kalo kita makan di angkringan gapapa kan?” tanya Jo sembari mengarahkan setir bundarnya ke segala arah, mencari tempat makan yang cocok untuk mereka singgahi.

“Kaga ngape udah, pada pake topi sama masker kan? Aman kalo gitu. Gue udah laper banget kaga kuat” sahut Yuta.

Mendapat persetujuan, Jo pun akhirnya berhenti di depan angkringan pinggir jalan yang bisa dibilang tempatnya cukup luas. Ada lesehan di sana, favorit mereka itu lesehan. Feelnya lebih dapet.

Setelah melewati hari yang panjang dan cukup melelahkan, 5 pengusaha muda sukses itu kini berhasil menyelonjorkan kakinya, bersandar pada tembok dengan santainya, dan menghisap sigaret dengan leganya. Tapi kalau sigaret agaknya ada satu yang absen.

“Gue aja ya yang ambil lauknya?” tanya Mark menawarkan diri.

“Samain aja” balas 4 orang lainnya.

Saat Jeno mematik sigaretnya, ia bertanya sambil mengapit sigaret itu di antara bibirnya agar tak terjatuh dari tempatnya. “Bang Je sejak kapan gak ngeroko lagi?”

“Gue masih ngeroko kok, cuma udah gak seintens dulu. Bini gue galak”

“Bahasa luuu” lagi-lagi kepala dengan otak pintar di dalamnya itu kena toyor oleh temannya, kali ini oleh Yuta.

“Serius lu semua kurang-kurangin roko dah, gak baik juga buat masa depan. Anjay masa depan” tutur Jaehyun.

“Ini udah sukses kan, jadi gapapa lanjut ngeroko?” tanya Jeno kelewat polos.

“Yee serah lu dah bocil”

Saat sedang berbincang, perlahan minuman yang mereka pesan berdatangan, ada yang minum teh hangat ada yang kopi hitam ada pula yang es teh. “Makasih, Mas” ucap Jo pada mas-mas yang mengantar minuman mereka.

“Cowo lu pada gimana? Marah-marah kaga?” tanya Jo sambil menyeruput kopi hitamnya.

“Cowo lu marah ya?” sahut Mark.

“Kaga sih, cuma serem banget anjing ngomongnya kalo udah pake capslock

“Aiyaa sama, Jaemin juga abis ngomong pake tulisan biasa makin ke belakang capslock semua anying takuutt” sahut Jeno.

“Ecan sih gak marah, cuma minta jelasin aja. Gue tau sih semua pasti pada nuntut penjelasan. Kalo dipikir-pikir kita salah juga gak sih? 1,5 tahun sembunyi-sembunyi kaya mafia asu” balas Mark sambil mengetukkan sigaretnya ke asbak, supaya abunya tak bertebaran.

“Lo gimana?” tanya Yuta menunjuk Jaehyun. Menagih jawaban karena sedari tadi empunya itu hanya mendengarkan yang lain saja.

“Gue?”

“Gak tega sih sama Taeyong. Gue boongin dia kek orang selingkuh aja hahahaha”

“Terus terus?”

“Yaa dia kaga marah sih, kalo shock mah wajar, cowo lu semua pasti juga sama. Kaga ada yang musti gue ceritain sumpah dah, dia reaksinya gak yang WOW gitu soalnya”

Tepat setelah Jaehyun selesai bicara, makanan yang mereka pesan akhirnya datang.

Satu santapan, dua santapan mereka nikmati dalam keheningan. Sudah jadi aturan dan kebiasaan bagi mereka untuk sebisa mungkin menikmati makanan, ngobrol bisa nanti masih banyak waktu.

“Jarang-jarang kan bisa ngobrol begini?” tanya Jeno buka suara.

“Bukan jarang lagi kalo kata gue mah, gak pernah malah” sahut Yuta.

Ting!

Notifikasi Jaehyun berbunyi. Notifikasi yang hanya ia saja yang bisa membaca, senyum merekah langsung terpatri di raut tampannya. Kemudian ia mengedar pandang ke setiap 4 orang di sekelilingnya.

“Kenapa, Bang?” tanya Mark karena merasa Jaehyun bertingkah aneh.

“Kita ada satu projek lagi kan yang waktu itu gue ngajak kalian? Inget kaga?” tanyanya antusias. Yang lain mengangguk tapi tidak dengan Jo.

“Yang mane lagiiii” tanya Jo. “Oohh yang ntu, tau gue inget”

“Terakhir gue nengokin udah keren banget anjiiingg, lu semua kudu sering-sering kesana dah” ucap Jo.

“Progresnya udah sampe seberapa?” tanya Jaehyun.

“Palingan minggu ini ato gak minggu depan mentok, udah jadi” sahut Jo sambil melahap sate telur puyuh terakhirnya.

Boys, thank you ya?” ucap Jaehyun tiba-tiba.

4 orang yang awalnya fokus dengan kegiatannya masing-masing kini mengangkat kepalanya, menyatukan pandang pada satu pusat yang sama, kemudian serentak mematri senyuman.

“Justru kita yang makasih, kalo gak ada lo mana mungkin kita sampe sini?” tutur Jeno.

“Kalo gak ada lo juga mana mungkin kita paham apa sih artinya berbagi, kita juga gak mungkin ngerti rasanya mengasihi orang yang lebih membutuhkan tuh kaya apa” tutur Mark.

“Kalo gak ada lo juga, kita gak tau anjiingg rasanya ngebikinin furniture buat orang lain. Kita gak tau caranya berbisnis kaya sekarang” tutur Yuta.

“Terakhir. Mau bilang apa lu?” tunjuk Jaehyun pada Jo karena ia saja yang belum bilang “kalo gak ada lo”.

“Ya kalo gak ada lo mana mungkin kita kemarin masuk berita? Mana mungkin juga kita bisa meeting sama pengusaha top kaya Pak Steve? Mana mungkin juga ada Mara kalo bukan karena usulan lo. Jujur aja kita di sini cuma bantu lo, awalnya sih gitu. Tapi makin kesini lo semua sadar kan kalo kita gak bakal bisa jalan sendiri-sendiri? Apalagi Mara dibangun berlima, sampe kapanpun juga harus diurus berlima. Iya kan? Bener sih kata yang lain, harusnya kita yang makasih sama lo. Lo gak ngerasa ya lo udah berjuang selama beberapa tahun belakang ini buat diri lo sendiri dan orang lain? Lo diusir lah, lo ini lah itu lah. Tapi look at you now, you became an executive and expensive big boy. Try to say thanks to yourself cause he has given you chance to fight again, showing his best to the world again. Lo yang sebetulnya THE MAN itu, kita ini pendamping lo” tutur Jo, sangat panjang dan menguras emosi.

“Udah kan? Ayo pulang” tambah Jo sambil mengemasi barang bawaannya, bersiap untuk pulang.

Yang lain pun terbuyar dari lamunan sematanya dan ikut membereskan barang bawaan mereka.

“Je yang bayar” ucap Jo kemudian ngibrit masuk mobil.

-_– Ekspresi wajah Jaehyun kurang lebih seperti itu sekarang.

“Jamet-jamet kebiasaan. Sok deep talk ujungnya juga tetep aje gueee” gumam Jaehyun, tapi tetap membayar semuanya.

Mereka itu 5 anak adam yang hidupnya dipenuhi dengan semangat juang. Apapun yang terjadi dihadapi berlima. Tak heran dunia memberi mereka kesempatan untuk berjaya, dunia hanya mau membalas saja kebaikan yang pernah mereka beri pada orang lain. Itu saja. Karena pada dasarnya mereka hanya bocah-bocah SMA yang tahunya hanya belajar dan pacaran, namun kini mereka sudah tahu bagaimana rasanya jadi orang yang sesungguhnya.

POV Jaehyun.

📍 Hilton, Bandung.

Ketika Jaehyun, Jo, Yuta, Mark, dan Jeno sudah sampai di tempat mereka memiliki acara, Jaehyun kembali mengingatkan mereka akan suatu hal.

“Weh, jangan sampe ada yang curi-curi pandang” ucapnya.

So far aman sih, Je. Tapi kita-kita kaga bisa monitor terus kan” sahut Jo.

“Apa kata situasi dan kondisi aje dah, kalo udah waktunya ya yaudah mau gimana lagi” sela Yuta.

“Ini kita cuma boleh di kamar mulu? Pengen nyebat weh, gue keluar ya?” tanya Mark.

“Hooh mulut gue pait bat” sahut Jeno.

“GAK ADA.” balas Jaehyun, Jo, dan Yuta bersamaan.

“Enak aja, yang disini sembunyi-sembunyi yang disono malah ngebet nyebat” tukas Jo.

“Kontrol hormonmu anak muda” sahut Yuta.

;

16.00 WIB

“Ini cuma ngurus furniture kan? Kenapa pake jas-jas begini?” tanya Jeno kelewat polos.

“Bocil mah taunya ngurus furniture doang, kali ini beda” sahut Yuta.

“Makannya kan gue ngomong jangan sampe ada yang curi-curi pandang” sahut Jaehyun juga.

“Nurut aje udahhh” balas Jo sambil mengusak rambut tebal Jeno, membuatnya berantakan.

“BANG ANJIINGGG!!”

Tok tok

“Iya Bun, nanti Taeyong makan. Duluan aja” ucap Taeyong dari dalam kamar, suaranya samar-samar.

Jaehyun terenyuh. Ternyata Taeyong sungguh sulit makan akhir-akhir ini, persis seperti yang dikatakan sang Bunda. Kini di depan pintu kamar Taeyong, Jaehyun kebingungan. Ia harus apa? Berbalik kah?

“Udah disini masa balik, gak lah.” gumam Jaehyun telak.

“Mià, ini aku” balas Jaehyun.

Setelah mengatakan demikian, Jaehyun tak kunjung mendapat balasan.

“Aku boleh masuk gak?” tanya Jaehyun.

Masih belum mendapat jawaban.

Saat hendak mundur beberapa langkah, pintu kamar Taeyong terbuka dan memperlihatkan Taeyong dengan penampilan apa adanya. Piyama putih dengan motif kelinci yang lengannya menceng tak karuan dan rambutnya yang berdiri mengacung ke sembarang arah, membuat Jaehyun tersenyum gemas.

“Masuk” ucap Taeyong singkat.

Jaehyun pun menurut kemudian berjalan membuntuti Taeyong.

“Duduk di kasur aja, aku di kursi” ucap Taeyong sambil menarik kursi gaming kesayangannya.

“Yang” panggil Jaehyun.

Taeyong hanya menoleh, membalas mata Jaehyun sambil menggerakan kedua alisnya ke atas. Seperti menanyakan “Apa?”. Karena tak kunjung mendapat balasan lagi dari Jaehyun, Taeyong kembali sibuk dengan handphonenya.

“Yang” panggil Jaehyun lagi.

“Iya apa sih?” sahut Taeyong namun kini tanpa membalas tatap Jaehyun.

“Maaf..”

“Buat?” giliran Taeyong yang bertanya. Matanya memang menatap Jaehyun, namun jemarinya di bawah sana sedang bermain-main dengan ujung piyamanya. Berusaha menahan gelenyar emosi yang mungkin dapat meledak kapan saja.

“Maaf aku jarang merhatiin kamu sekarang, jarang nanyain kabar kamu, jarang ngebales chat kamu, jarang ngajak kamu quality time. Maaf aku bertindak seakan-akan aku ini gak punya kamu yang harus aku perhatiin juga, bukan cuma projek, projek, projek” jelas Jaehyun tertunduk, ia akui ia memang salah dan tatap tajam Taeyong adalah kelemahannya.

“Terus kamu kesini buat?” tanya Taeyong lagi.

Let's take a walk, Sayang. Mau ya?” pinta Jaehyun.

“Katanya mau ke Bandung?” balas Taeyong sambil pura-pura membereskan barangnya yang berserakan di meja gamingnya.

“Masih minggu depan, Yang. Aku mau liat muka kamu lebih lama sebelum aku ke Bandung”

Taeyong hanya mengangguk.

“Jadi?” tanya Jaehyun.

Taeyong terdiam sebentar.

“Lain kali kalo lagi capek jangan jadiin orang lain samsak. Kalo kamu mau adu nasib, aku bisa, aku juga capek kok, Je. Cuma disini posisinya aku pengen aja ngajak kamu jalan, udah lama banget kita gak ketemu karena kesibukan masing-masing. Dari awal aku juga gak bermaksud ngajak debat kok, rasa iri sama projek garapan kamu yang harusnya gak aku luapin tiba-tiba muncul. Iri aja projek keurus sedangkan aku sekalinya minta harus nunda dan nunda lagi”

“Maaf aku egois, padahal ini juga buat masa depan kamu. Oh iya, kamu juga harusnya gak perlu ke rumah kok, you better save your energy for next week, Je. But thank you udah nyempetin mampir” tambah Taeyong.

Taeyong beranjak dari kursi gamingnya, ia duduk di kasur, pas di sebelah Jaehyun. Setelah menapakkan dirinya pada bantalan empuk itu, Taeyong masih terdiam. Menatap kosong lantai di bawahnya.

“Udah gak usah sedih gitu” pinta Taeyong karena Jaehyun sedari tadi hanya bungkam. Membuatnya sedikit khawatir.

“Maaf, Yang” ucap Jaehyun.

Taeyong membetulkan posisi duduknya untuk menghadap Jaehyun. “Liat aku” pintanya.

Jaehyun menolehkan kepalanya dan menatap ragu mata Taeyong.

Taeyong mengangkat tangannya dan aksi itu membuat Jaehyun sedikit terpejam, Jaehyun mengira Taeyong akan memukulnya.

Relax, Jaehyun” ucap Taeyong sambil mengusap rambut Jaehyun, menyingkirkan helai tipis yang menghalangi manik sipit milik Jaehyun.

“Sayangnya aku ini lagi capek ya. Lagi fokus banget sama projek, lagi ngejar cita-citanya, kasihan gak ada waktu istirahat. Semesta tolong ringanin pekerjaan dia dong, jangan bikin dia kecapekan. Kalo dia sakit nanti yang godain aku siapa?” ucap Taeyong bermonolog, kemudian mencium dahi Jaehyun dan meniupnya seakan ucapannya yang barusan adalah doa.

Taeyong memeluk Jaehyun.

Jaehyun membalasnya dengan amat erat.

“Waduh, waduh. Kalem, bayi. Aku gak kemana-mana”

“I missed you” tutur Jaehyun sambil mengecup pundak Taeyong yang masih terbalut piyama.

“Capeknya kamu udah hilang belum?”

“Gak pernah capek selama ada kamu” sahut Jaehyun.

“Kejuuu” “Jadi jalan gak nih?” tambah Taeyong.

“Eh tapi gak jadi deh, rebahan aja. Aku lagi mager kemana-mana” sela Taeyong saat Jaehyun hendak melepas pelukannya.

Jaehyun terkekeh.

“I love you”

“Aku juga sayang kamu tapi kamu lebih sayang sama projekmu kayanya”

“Kamu kalo kangen banyak omongnya” sahut Jaehyun.

Keduanya tertawa.

Nyatanya hanya komunikasi yang mereka perlukan. Taeyong dengan sifat penyembuhnya dan Jaehyun dengan sifat sigap dalam menghadapi masalah adalah perpaduan yang membuat keduanya bertahan.

tw // cheating, contains grudge-like act tags : nsfw, anal sex, dirty talk, harsh words, protected sex, dsb

Shailendra memutuskan kegiatan menonton serial “Just Look Up” kemudian beranjak menuju dapur apartmennya. Setelah oksigennya diraup habis oleh Jeano, Shailendra butuh recharge oksigen lagi.

Lengan kekar berurat dengan perlahan melingkari pinggang rampingnya dari belakang. Dagu yang terasa lancip karena berukuran simetris juga terasa dijatuhkan pada pundaknya. Jeano memeluknya.

Clingy banget, Enjo aja kalah?” ledek Shailendra, sebetulnya ia sedikit kaget dengan aksi tiba-tiba Jeano itu.

“Hmmm” sahut Jeano kini menelusupkan hidung bangirnya ke perpotongan leher Shailendra. Merenggut dan menghirup habis semua aroma semerbak yang selalu menguar dari sana.

“Kenapa sih?” tanya Shailendra sambil memainkan urat-urat yang menonjol pada lengan kekar Jeano.

“Maaf aku egois”

Shailendra melotot. Aku katanya?!?! batinnya.

“H-hah? Egois gimana?”

“Kalo aku minta lebih jauh, egois kan namanya?”

“Kenapa jadi pake aku-aku sih, Yan? Jangan diterusin kalo kamu gak nyaman” sela Shailendra.

Alih-alih menjawab pertanyaan Jeano, Shailendra malah bertanya balik namun dengan pertanyaan yang menyimpang dari topik aslinya.

Cup

Perpotongan leher Shailendra dikecup pelan.

“J—jeean..”

“Yan dong panggilnya—cup”

“Yan..” ulang Shailendra dengan suara yang kian melemah.

That's my sensitive spot, Jean. Why harus disitu? batinnya. Pikir dan batinnya terus beradu, namun gerak tubuhnya tak bisa ditipu. Shailendra kini justru memberi ruang pada Jeano dengan memiringkan kepalanya sehingga Jeano dapat mengeksplor perpotongan leher jenjang Shailendra lebih lagi.

“Y—yan.. mmhh”

Jeano menyesap ringan permukaan kulit Shailendra.

Feel better?” tanya Jeano dengan raspy voice khasnya.

Shailendra dengan ragu mengangguk.

Living room atau bedroom, Yan?”

Setelah pikir dan batinnya terus beradu, Shailendra menemukan jawaban pasti. Kali ini ia tak akan memikirkan perasaan Marko lagi, kali ini ia tak akan menyisakan sedikit ruang bagi Marko lagi, kali ini ia akan memberi dirinya rasa yang sebelumnya terlarang untuk dirasakan. Shailendra choose Jeano instead.

Kini keduanya berada di dalam kamar milik Shailendra. Kamar yang hanya Shailendra saja yang boleh memasukinya. Namun kini Jeano juga sudah miliki aksesnya.

Lampu neon warna-warni di kamar Shailendra juga dinyalakan, disetting menggunakan warna yang dapat memberikan rasa tenang.

Make it red, Ai” pinta Jeano.

Red room dong?”

You look way more beautiful also gorgeous in red

;

“Ai, didn't you afraid?” tanya Jeano memastikan.

Padahal jemarinya sudah terlumuri pelumas, sedikit lagi mendapati kehangatan dari lubang surgawi Shailendra, namun terus-menerus tertahan.

“Yan, didn't I deserve to be happy?”

Of course, you do deserve to be happy, Cantik” sahut Jeano.

Do you love me, Ai?” tambah Jeano. Pertanyaan yang sejujurnya tak akan pernah ia lontarkan selamanya, ia terlalu pengecut untuk mendengar balasan yang akan keluar dari ranum manis milik Shailendra.

Shailendra membetulkan posisinya. Yang awalnya membelakangi Jeano, kini berhadapan. Ia meraih tangan Jeano kemudian memasukkan jemari Jeano yang masih kering tak terlumasi apapun ke dalam mulutnya.

“Siapa yang gak jatuh cinta sama orang yang ketika disaat aku merasa kehilangan semuanya kamu selalu ada. Ketika aku ngerasa dunia udah bukan tempat aku berpijak, kamu ada. Ketika aku ngerasa bahagia tercipta buat orang-orang yang jahat aja, kamu ada disana, kamu bilang kalo bahagia tercipta dari setiap orang yang bisa menciptakannya and here I am. I create my own happiness, it's all because of you” tuturnya sambil terus-terusan melahap 2 jemari panjang milik Jeano. Menatap mata Jeano lamat seakan menggodanya.

I don't know your “being serious” version is like this, it turns out teasing me

I might be a half part of Marko. I was once love him. But it's just a was right now” sahut Shailendra.

Shailendra setengah berdiri, he whispers into Jeano's ear, “I love you—cup” kemudian kembali membalikkan tubuh dan mengangkat tinggi-tinggi aset pribadinya yang kini terpampang jelas di hadapan Jeano.

Mulut Jeano berair.

“Jari kamu keburu kering, baby” goda Shailendra.

Holy shit

Persetan dengan jari, Jeano justru memainkan lubang kemerahan Shailendra dengan lidahnya. Membuat gerakan memutar sekaligus menghisap hingga membuatnya semakin memerah, jika bisa menandai itu, Jeano pasti sudah memberi tanda disana sekarang.

“AAAHHH—Jeanh mmhh kenapa dimakanh”

Shailendra memaju-majukan tubuhnya hingga kepalanya terbentur headboard spring bednya.

“Jeanhh stoph” pinta Shailendra sambil memegang kepala Jeano, berusaha menghentikan aksi lelaki bertubuh kekar itu.

Slurppp

Apa daya seorang Shailendra? Jeano justru semakin gencar menghisap lubang kemerahan itu tanpa mendengar pinta dan erangan yang keluar dari ranum Shailendra.

“Mmhhh udah—aahhh”

Jeano menghentikan aksinya. Tersenyum mirik kemudian mengangkat kepala Shailendra untuk ia tatap matanya.

“Enak?” tanyanya seperti orang tak punya dosa.

“Mmh” gumam Shailendra.

Turn on, Cantik. I wanna see your face while doing a naughty thing” pinta Jeano.

Shailendra pun menuruti pinta Jeano. Ia membalikkan badannya, kemudian menatap Jeano yang kini mengukungnya dengan sarat pandang penuh nafsu. Nafas Shailendra tersenggal.

Jeano beranjak sebentar, memasang pengaman pada kejantanannya.

Tingkah Jeano yang menyobek bungkus pengaman dengan giginya, urat-urat menonjol pada seluruh bagian tubuhnya, dan perut berbentuk yang terpampang jelas membuat Shailendra kegerahan. Jeano is so fucking hot, batinnya, bahkan ia tak sadar kini ia tengah meraba perut kotak milik Jeano.

Like what you see?” tanya Jeano.

Shailendra mengangguk.

“Rebah lagi ya, mau aku masukkin sekarang” pinta Jeano.

Ketika akan memasukkan kejantanannya, Jeano meyakinkan Shailendra, “Cakar aja aku atau jambak rambut aku kalo sakit”

I'm in” kata Jeano kemudian memasukkan kepala kejantannya ke dalam lubang senggama Shailendra.

Fuck” umpat Jeano, kejantannya diremas kuat oleh dinding rektum Shailendra.

“Sempit banget padahal udah punya Enjo—shit!

“Ha—aahh jeanh” lenguh Shailendra sambil memalingkan wajahnya dari tatap tajam mata Jeano. Shailendra menutup matanya rapat.

“Jambak rambut aku, dikit lagi masuk semua”

Alih-alih menjambak rambut, Shailendra menarik tengkuk Jeano and he kiss him instead.

“MMHHH!” lenguh Shailendra tertahan dalam pagutan, lubangnya terasa sungguh penuh, sekian lama tak mendapat friksi seperti ini, ia merasa asing.

It's gonna be okay” ucap Jeano tepat di depan ranum favoritnya itu. Membisikkan kalimat-kalimat penenang guna mengurangi rasa sakit yang dirasakan Shailendra.

Shailendra mengangguk.

Jeano pun bergerak. Memulai dorongan demi dorongan dengan tempo yang kian dipercepat.

“Aahh aahhh, Jeanhh ahh”

Shailendra lagi-lagi memalingkan wajahnya, berusaha menenggelamkannya ke dalam bantal, sambil tangannya meremas lengan kekar Jeano, menyalurkan sakit yang sedang ia rasakan.

Look at me” pinta Jeano terbata. Nafasnya sedikit tersenggal karena tempo gerakannya.

Dengan susah payah Shailendra membuka pejaman matanya.

“Enjo mau punya adek gak?” tanya Jeano semakin melantur.

Terlalu nikmat membuatnya kelabakan, ucapan yang tak seharusnya keluar pun lolos dari ranum tipisnya.

Shailendra kini melotot.

“Hmm?” gumam Jeano bermaksud menagih jawaban dari Shailendra, sambil memperdalam dorongannya.

“Haa—aahhh mentok banget, Yanh, emmhh janganh”

“Jangan apa? Jangan punya adek apa jangan dimentokkin?” goda Jeano lagi-lagi memperdalam dorongannya.

“Iya mau, mau punya adek. Kenzo punya adek” sahut Shailendra tak berpikir dua kali.

“Wish commanded”

“Penuhin aja lubang aku, mau kok, mau—Aahhh mmhhh—Hiks

Shailendra dibuat menangis keenakan.

Jeano likes it. The way Shailendra cry just for him, he likes it.

“Tunggu aja sampe aku buang di dalem”

Shailendra mengangguk cepat, “keluarin di dalem, di dalemhh” pintanya tak karuan.

Naughty bear” sahut Jeano sambil menyesap kuat noktah kecoklatan milik Shailendra.

“Jangan disedot terlalu kenceng, nanti Kenzo—aahh—minum apah ahh”

Shailendra mempunyai asi, membuat Jeano semakin gencar menghisap noktah kecoklatan itu.

“Aku mau keluar” bisik Jeano di samping telinganya.

“Di dalem please di dalem”

Jeano tersenyum.

“Aaahhh, Babe..”

Jeano merilis putihnya, pun juga Shailendra mengotori perutnya dan perut Jeano.

Namun tatap Shailendra penuh dengan kebingungan.

“Kok gak anget dalemnya aku?” tanyanya kelewat polos.

Jeano kemudian dengan hati-hati mengeluarkan miliknya dari lubang Shailendra. Mengotak-atik sesuatu di bawah sana yang entah itu apa, Shailendra tak kuat jika harus melihatnya. Tubuhnya berasa remuk dan terbagi dua.

“Nih” unjuk Jeano pada Shailendra.

Ia mengangkat pengaman yang menampung seluruh cairan putihnya, kemudian tersenyum lembut.

“Jean..”

“Cup-cup. Jangan mewek gitu”

“Katanya kamu.. hiks..”

“Aku gak berani, Ai. Belum waktunya. Kamu masih ada ikatan sama Marko, aku gak akan setega itu”

“Tadi cuma dirty talk aja biar kamu makin menikmati alurnya, aku gak ada niatan bikin kamu hamil lagi. Jangan dulu ya? Aku sayang sama kamu tapi bukan berarti aku bisa ngehamilin kamu seenaknya. Sorry for breaking up your expectation

“Huaaaa”

“Cup-cup, Bayi. Sini peluk sini”

Kemudian Jeano merebahkan dirinya di sebelah Shailendra.

“Kamu belakangin aku aja ya. Leher kamu harum banget soalnya mau aku endus sampe bolong”

Shailendra merentangkan kedua tangannya sebelum membalikkan badannya. Ingin didekap.

Good boy” puji Jeano.

“Makasih banyak, Yan. Never thought I would be meeting an angel like you

“Ai, even if there is no gravity, I would be still fall for you. Sekarang bobo ya?”

;

Nyatanya keduanya hanyalah dua raga yang sama tersiksanya. Dipertemukan semesta untuk saling melengkapi walau dinding penghalang setia berdiri menjulang di tengah keduanya. Bahagia tercipta bagi siapapun yang dapat menciptanya, bahagia itu muncul pada setiap orang yang paham bagaimana bahagia bekerja dengan semestinya. And Shailendra finally realize it.

tw // cheating cw // kiss

Hembusan nafas penuh kekesalan, terpaan angin penuh kesesakan. Relung Shailendra lagi-lagi harus dipenuhi oleh rasa kehitam-hitaman. Marko kembali bermain di belakangnya entah kali ini terhitung yang ke berapa kalinya.

Tumbuhlah perasaan tak karuan membelenggu Shailendra. Betapa takutnya ia akan bagaimana bila sewaktu-waktu ia meluapkan amarahnya pada sang jagoan kecilnya, maka terbersit pikiran menitipkan Kenzo di rumah Bundanya.

Sebetulnya tujuan Shailendra mengirim pesan pada Jeano hanya untuk menanyakan lagi tentang seberapa pantas ia hidup, seberapa persen angka lagi yang ia punya untuk bertahan hidup, dan seberapa berharga eksistensi dan absensinya di mata banyak orang.

Namun panggilan sayang dari Jean mengalihkan fokusnya. Shailendra justru merubah moodnya secepat kilat. Dengan angin keberanian dan penuh tekad yang datang entah dari mana, ia menginginkan Jeano ada di sisinya sekarang.

;

Keduanya kini tengah duduk di sofa apartment Shailendra, dibarengi tontonan serial Netflix “Just Look Up”.

Mata Shailendra memang memandang pergerakan manusia dari dalam layar televisi itu, namun gerakan resah dari jemarinya yang terus meremat ujung hoodienya menganggu pikiran Jeano. Jeano knows something.

Dengan perlahan dan diam-diam, Jeano mengangkat tangannya kemudian menumpukan telapak tangan yang ukurannya jauh lebih besar dari Shailendra ke atas kepala Shailendra. Shailendra pun dengan cepat merespon dengan tolehan. Jeano menukik senyum bulan sabitnya kemudian mulai menggerakan tangannya untuk mengusap lembut surai lebat milik Shailendra.

It's okay to cry” bisiknya.

Shailendra hanya menggelengkan kepalanya, masih berusaha menolak padahal sebetulnya kini ia sangat tersakiti.

“Lo tau gak activities that encourage emotional wellness itu salah satunya apa?” tanya Jeano tak berhenti mengusap surai tebal kecoklatan milik Shailendra.

Shailendra menggeleng lagi.

Sambil menyapu helaian rambut yang menganggu mata dan diarahkan ke belakang telinga Shailendra, Jeano menyahuti, “Let your tears out

Shailendra mematung. Menolehkan kepalanya kemudian menatap Jeano sedalam menerjang ombak lautan.

Jeano menepuk pundaknya.

Shailendra menatap matanya.

Jeano menganggukkan kepalanya.

Shailendra menjatuhkan kepala sekaligus berat tubuh seutuhnya pada dekap Jeano, ia kalah.

Tangisnya pecah sejadinya.

“Jangan lupa kalo lo punya batas kesabaran dan lelah dalem diri lo. Stop it kalo memang udah gak bisa dikondisikan lagi”

Shailendra mengangguk dalam dekap Jeano.

;

Can I kis you, Yan?” tanya yang sekaligus menjadi pinta dari Shailendra.

Are you sure?”

Shailendra mengangguk.

Jeano kembali tersenyum.

If I'm allowing you to call me Yan, then I'm allowing you to kiss the lips of mine too

You have to know that this kiss didn't caused by my sadness. It's just I want it, I'm craving for it, that's all” ucap Shailendra sambil mengusap ranum kemerahan Jeano dengan ibu jarinya.

Jeano meraih tengkuk Shailendra, berusaha menyalurkan semua rasa yang sekian lama ia pendam sendirian. Di sisi lain ia lega, keinginannya mencicip ranum milik Shailendra terkabulkan, bahkan lewat pinta Shailendra sendiri.

;

“Yan, breathe..” ucap Shailendra, bibirnya bergerak di sela pagutan itu. Namun ia tak dapat melepaskan pagutannya karena Jeano menahan tengkuknya seakan-akan lehernya akan patah dalam waktu singkat. “Mmhh.. I nee—breathe” pinta Shailendra kini memukul dada Jeano.

Jeano terkekeh kemudian dengan rasa tak rela memutus pagutan yang kini telah menciptakan rangkaian jembatan saliva yang tersambung dari satu ranum ke ranum lainnya.

Dahi keduanya menempel, Jeano menatap lekat mata Shailendra yang kini tersirat kemarahan karena permintaannya untuk diberi nafas tak kunjung diberikan dengan cepat.

Cutie” puji Jeano kemudian memajukan ranumnya, berusaha mengecup kupu-kupu ranum milik lawan di depannya.

“Nyebelin banget! Gak mau deket-deket ah males” protes Shailendra.

I didn't want this to end, Ai. Can we?”

Sadly to say this, but we can't, Jean”

Jeano menghela nafas berat.

“*Let's make it longer, Jean. Let's start to think that this ain't gonna come an end” sahut Shailendra membuat rekaham senyum bulan sabit dari Jeano tercipta lagi.

tbc.