Love Language
Seperti biasa, hari ini Jaehyun bekerja part-time di cafe milik Sehun. Sebetulnya setiap kali ingin bertemu Taeyong, ia khawatir. Karena perasaan merasa bersalah seperti terus-terusan membelenggu dirinya. Ia belum membayar uang SPP sampai sekarang.
Tapi jika tak menemui Taeyong, darimana ia mendapat semangat?
Setelah menutup cafe, akhirnya Jaehyun pun memutuskan untuk menemui Taeyong. Ia memang lelah, tapi Taeyong adalah satu-satunya obat.
Jaehyun pergi ke rumah Taeyong jalan kaki. Ia terus-terusan bergumam di antara heningnya malam dan hembusan anginnya, “Gue takut gak sesuai sama ekspetasi Taeyong” atau mungkin “Uang darimana ini?” dan “Gue pengen graduate bareng Taeyong”
Bulan dan lampu-lampu jalan jadi saksi sekaligus kawan keresahannya. Perasaannya yang dilingkupi abu-abu itu terus membuat darahnya berdesir, menghabiskan energi saja.
Hingga tak menyadari bahwa ia sudah sangat dekat dengan rumah sang kekasih.
Jaehyun berhenti sebentar, menghela nafas dalam-dalam, mencoba terlihat baik-baik saja karena memang sudah seharusnya.
“Lu bisa, Jaehyun” monolognya, kemudian melanjutkan perjalanannya hingga sekarang kini ia tepat berada di depan rumah Taeyong.
Sedangkan Taeyong yang sedari tadi menunggu kehadiran Jaehyun pun dengan cepat membuka pintu rumahnya. Tersenyum menatap Jaehyun dan merentangkan tangannya lebar-lebar. Sebisa mungkin membawa daksa milik Jaehyun berada dalam miliknya seutuhnya.
Taeyong mengusap pelan punggung yang tak ia ketahui sedikit rapuh itu, “Capek?” tanyanya.
Jaehyun hanya menggelengkan kepalanya.
“I miss this warm, I need this everyday” ucap Jaehyun sambil menyamankan pelukannya. Seakan pasangan yang tak bersua 5 tahun lamanya.
“I know, I know” balas Taeyong sambil lagi-lagi mengusap sayang punggung Jaehyun.
“Lepas dulu ya? Kita duduk, kamu capek pasti” ucap Taeyong.
Jaehyun hanya melonggarkan peluknya, “Kita jalan ke taman komplek mau gak?” tanyanya.
Taeyong mengangguk.
Taman komplek tak jauh jaraknya dari rumah Taeyong, di sana juga pasti sepi karena sekarang sudah terlalu larut untuk ada anak kecil yang bermain. Kedua anak adam ini berjalan beriringan, tautan tangan yang bagaikan nadi itu tak terlepaskan; saling menghangatkan.
“How's your day?” tanya Taeyong sambil mengayun-ayunkan tautan tangan keduanya.
“Not bad“
“What happened?” tanya Taeyong lagi, Jaehyun seperti sedang tak bersemangat, membuatnya berpikiri yang tidak-tidak.
“Ayo duduk di ayunan?” ajak Jaehyun sambil membawa tautan tangan keduanya sehingga Taeyong mengikuti.
3 menit mereka butuhkan untuk saling mengunci diri, membiarkan semilir angin menerpa seluruh panca indera mereka. Hanya suara derit ayunan berkarat yang mengelilingi atmosfir di antara keduanya.
“Dingin gak?” tanya Jaehyun dan Taeyong mengangguk.
Kemudian dengan cepat Jaehyun menanggalkan hoodienya, memberikannya pada Taeyong. “Pake” pintanya.
“Jangaannn. Nanti hoodie kamu gak balik lagi loh. Mau?” tukas Taeyong.
Jaehyun menyungging senyum. “Pake sayang” pintanya lagi.
“Enggak usah, Sayang. Kamu aja yang pake ya? Kamu kecapean, jangan sampe masuk angin. Ya?” sahut Taeyong tak kalah lembut dan menghanyutkan. Sambil menyodorkan kembali hoodie itu dan mengusap permukaan lengan Jaehyun.
“Eh ternyata ternyata, kamu mau tau gak?”
Jaehyun menoleh ke arah asal suara kemudian tersenyum, “Kenapa?”
“PH English aku bagus tauuu”
“Berapa? Gak jadi remidi?”
“Dih doainnya gitu banget??”
“Bercanda, Sayang. Berapa, hm?” tanya Jaehyun sambil merapikan helaian rambut Taeyong yang terbang menutup matanya karena habis diterpa angin.
“90 wle, hehehehhe” sahut Taeyong sambil menjulurkan lidahnya.
“You did a great job, Mià”
“Then what about you?” tanya Taeyong. Menuntut sebuah cerita sederhana dari Jaehyunnya yang ia asumsikan sedang dilanda beban pikiran cukup berat.
“Aku—” Ringtone Jaehyun
Belum ada dua kata, ucapan Jaehyun terputus ketika suara notifikasi di handphonenya berbunyi.
“Wait” ucapnya.
Saat membaca pesan masuk itu, raut wajah yang awalnya sudah masam pun semakin masam. Taeyong tentu saja khawatir.
Dengan berani, Taeyong memegang pundak Jaehyun. Ia beri pijatan kecil, berusaha menyalurkan rapalan kata “It's okay” “Everything's gonna be okay”.
Saat Jaehyun menyandarkan kepalanya pada pegangan ayunan, Taeyong tak sengaja melihat notifikasi yang masuk itu.
Taeyong mengangguk. Ternyata itu alesannya, gumamnya lirih.
“Balik yuk? Mau nginep di rumah aku ato pulang ke kos?” ajak Taeyong.
“Ke kos aja, gak mau ngerepotin kamu”
“Ayo bayi besar, bangunnn” ucap Taeyong karena Jaehyun tak lekas beranjak dari posisinya.
“Give me a kiss, please” pinta Jaehyun sambil mencebikkan bibirnya.
Taeyong terbelalak, “Nanti diliat orang ih”
“Gapapa. Kan sekalian mau pamer kalo kamu punya aku” sahut Jaehyun kemudian ia berdiri sambil menarik uluran tangan Taeyong.
Taeyong yang tak punya kesiapan tanaga pun ambruk di pelukan Jaehyun. Bruk! “Aduhh”
Jaehyun dengan gamblang memiringkan kepalanya, berusaha mencari posisi ternyaman untuk mencium kesayangannya yang sedari beberapa hari lalu ia rindukan.
Taeyong tak menolak.
15 detik tak ada yang melepaskan lumatan ringan itu lebih dulu.
Hingga pada akhirnya Taeyong berhenti menggerakan ranumnya, “Everything is gonna be fine, boo” katanya di sela lumatan.
Jaehyun menghangat. Memang benar, tak ada yang lebih menyembuhkan dari pada peluk, kecup, dan rapalan kata dari seorang Taeyong.