Gravity

tw // cheating, contains grudge-like act tags : nsfw, anal sex, dirty talk, harsh words, protected sex, dsb

Shailendra memutuskan kegiatan menonton serial “Just Look Up” kemudian beranjak menuju dapur apartmennya. Setelah oksigennya diraup habis oleh Jeano, Shailendra butuh recharge oksigen lagi.

Lengan kekar berurat dengan perlahan melingkari pinggang rampingnya dari belakang. Dagu yang terasa lancip karena berukuran simetris juga terasa dijatuhkan pada pundaknya. Jeano memeluknya.

Clingy banget, Enjo aja kalah?” ledek Shailendra, sebetulnya ia sedikit kaget dengan aksi tiba-tiba Jeano itu.

“Hmmm” sahut Jeano kini menelusupkan hidung bangirnya ke perpotongan leher Shailendra. Merenggut dan menghirup habis semua aroma semerbak yang selalu menguar dari sana.

“Kenapa sih?” tanya Shailendra sambil memainkan urat-urat yang menonjol pada lengan kekar Jeano.

“Maaf aku egois”

Shailendra melotot. Aku katanya?!?! batinnya.

“H-hah? Egois gimana?”

“Kalo aku minta lebih jauh, egois kan namanya?”

“Kenapa jadi pake aku-aku sih, Yan? Jangan diterusin kalo kamu gak nyaman” sela Shailendra.

Alih-alih menjawab pertanyaan Jeano, Shailendra malah bertanya balik namun dengan pertanyaan yang menyimpang dari topik aslinya.

Cup

Perpotongan leher Shailendra dikecup pelan.

“J—jeean..”

“Yan dong panggilnya—cup”

“Yan..” ulang Shailendra dengan suara yang kian melemah.

That's my sensitive spot, Jean. Why harus disitu? batinnya. Pikir dan batinnya terus beradu, namun gerak tubuhnya tak bisa ditipu. Shailendra kini justru memberi ruang pada Jeano dengan memiringkan kepalanya sehingga Jeano dapat mengeksplor perpotongan leher jenjang Shailendra lebih lagi.

“Y—yan.. mmhh”

Jeano menyesap ringan permukaan kulit Shailendra.

Feel better?” tanya Jeano dengan raspy voice khasnya.

Shailendra dengan ragu mengangguk.

Living room atau bedroom, Yan?”

Setelah pikir dan batinnya terus beradu, Shailendra menemukan jawaban pasti. Kali ini ia tak akan memikirkan perasaan Marko lagi, kali ini ia tak akan menyisakan sedikit ruang bagi Marko lagi, kali ini ia akan memberi dirinya rasa yang sebelumnya terlarang untuk dirasakan. Shailendra choose Jeano instead.

Kini keduanya berada di dalam kamar milik Shailendra. Kamar yang hanya Shailendra saja yang boleh memasukinya. Namun kini Jeano juga sudah miliki aksesnya.

Lampu neon warna-warni di kamar Shailendra juga dinyalakan, disetting menggunakan warna yang dapat memberikan rasa tenang.

Make it red, Ai” pinta Jeano.

Red room dong?”

You look way more beautiful also gorgeous in red

;

“Ai, didn't you afraid?” tanya Jeano memastikan.

Padahal jemarinya sudah terlumuri pelumas, sedikit lagi mendapati kehangatan dari lubang surgawi Shailendra, namun terus-menerus tertahan.

“Yan, didn't I deserve to be happy?”

Of course, you do deserve to be happy, Cantik” sahut Jeano.

Do you love me, Ai?” tambah Jeano. Pertanyaan yang sejujurnya tak akan pernah ia lontarkan selamanya, ia terlalu pengecut untuk mendengar balasan yang akan keluar dari ranum manis milik Shailendra.

Shailendra membetulkan posisinya. Yang awalnya membelakangi Jeano, kini berhadapan. Ia meraih tangan Jeano kemudian memasukkan jemari Jeano yang masih kering tak terlumasi apapun ke dalam mulutnya.

“Siapa yang gak jatuh cinta sama orang yang ketika disaat aku merasa kehilangan semuanya kamu selalu ada. Ketika aku ngerasa dunia udah bukan tempat aku berpijak, kamu ada. Ketika aku ngerasa bahagia tercipta buat orang-orang yang jahat aja, kamu ada disana, kamu bilang kalo bahagia tercipta dari setiap orang yang bisa menciptakannya and here I am. I create my own happiness, it's all because of you” tuturnya sambil terus-terusan melahap 2 jemari panjang milik Jeano. Menatap mata Jeano lamat seakan menggodanya.

I don't know your “being serious” version is like this, it turns out teasing me

I might be a half part of Marko. I was once love him. But it's just a was right now” sahut Shailendra.

Shailendra setengah berdiri, he whispers into Jeano's ear, “I love you—cup” kemudian kembali membalikkan tubuh dan mengangkat tinggi-tinggi aset pribadinya yang kini terpampang jelas di hadapan Jeano.

Mulut Jeano berair.

“Jari kamu keburu kering, baby” goda Shailendra.

Holy shit

Persetan dengan jari, Jeano justru memainkan lubang kemerahan Shailendra dengan lidahnya. Membuat gerakan memutar sekaligus menghisap hingga membuatnya semakin memerah, jika bisa menandai itu, Jeano pasti sudah memberi tanda disana sekarang.

“AAAHHH—Jeanh mmhh kenapa dimakanh”

Shailendra memaju-majukan tubuhnya hingga kepalanya terbentur headboard spring bednya.

“Jeanhh stoph” pinta Shailendra sambil memegang kepala Jeano, berusaha menghentikan aksi lelaki bertubuh kekar itu.

Slurppp

Apa daya seorang Shailendra? Jeano justru semakin gencar menghisap lubang kemerahan itu tanpa mendengar pinta dan erangan yang keluar dari ranum Shailendra.

“Mmhhh udah—aahhh”

Jeano menghentikan aksinya. Tersenyum mirik kemudian mengangkat kepala Shailendra untuk ia tatap matanya.

“Enak?” tanyanya seperti orang tak punya dosa.

“Mmh” gumam Shailendra.

Turn on, Cantik. I wanna see your face while doing a naughty thing” pinta Jeano.

Shailendra pun menuruti pinta Jeano. Ia membalikkan badannya, kemudian menatap Jeano yang kini mengukungnya dengan sarat pandang penuh nafsu. Nafas Shailendra tersenggal.

Jeano beranjak sebentar, memasang pengaman pada kejantanannya.

Tingkah Jeano yang menyobek bungkus pengaman dengan giginya, urat-urat menonjol pada seluruh bagian tubuhnya, dan perut berbentuk yang terpampang jelas membuat Shailendra kegerahan. Jeano is so fucking hot, batinnya, bahkan ia tak sadar kini ia tengah meraba perut kotak milik Jeano.

Like what you see?” tanya Jeano.

Shailendra mengangguk.

“Rebah lagi ya, mau aku masukkin sekarang” pinta Jeano.

Ketika akan memasukkan kejantanannya, Jeano meyakinkan Shailendra, “Cakar aja aku atau jambak rambut aku kalo sakit”

I'm in” kata Jeano kemudian memasukkan kepala kejantannya ke dalam lubang senggama Shailendra.

Fuck” umpat Jeano, kejantannya diremas kuat oleh dinding rektum Shailendra.

“Sempit banget padahal udah punya Enjo—shit!

“Ha—aahh jeanh” lenguh Shailendra sambil memalingkan wajahnya dari tatap tajam mata Jeano. Shailendra menutup matanya rapat.

“Jambak rambut aku, dikit lagi masuk semua”

Alih-alih menjambak rambut, Shailendra menarik tengkuk Jeano and he kiss him instead.

“MMHHH!” lenguh Shailendra tertahan dalam pagutan, lubangnya terasa sungguh penuh, sekian lama tak mendapat friksi seperti ini, ia merasa asing.

It's gonna be okay” ucap Jeano tepat di depan ranum favoritnya itu. Membisikkan kalimat-kalimat penenang guna mengurangi rasa sakit yang dirasakan Shailendra.

Shailendra mengangguk.

Jeano pun bergerak. Memulai dorongan demi dorongan dengan tempo yang kian dipercepat.

“Aahh aahhh, Jeanhh ahh”

Shailendra lagi-lagi memalingkan wajahnya, berusaha menenggelamkannya ke dalam bantal, sambil tangannya meremas lengan kekar Jeano, menyalurkan sakit yang sedang ia rasakan.

Look at me” pinta Jeano terbata. Nafasnya sedikit tersenggal karena tempo gerakannya.

Dengan susah payah Shailendra membuka pejaman matanya.

“Enjo mau punya adek gak?” tanya Jeano semakin melantur.

Terlalu nikmat membuatnya kelabakan, ucapan yang tak seharusnya keluar pun lolos dari ranum tipisnya.

Shailendra kini melotot.

“Hmm?” gumam Jeano bermaksud menagih jawaban dari Shailendra, sambil memperdalam dorongannya.

“Haa—aahhh mentok banget, Yanh, emmhh janganh”

“Jangan apa? Jangan punya adek apa jangan dimentokkin?” goda Jeano lagi-lagi memperdalam dorongannya.

“Iya mau, mau punya adek. Kenzo punya adek” sahut Shailendra tak berpikir dua kali.

“Wish commanded”

“Penuhin aja lubang aku, mau kok, mau—Aahhh mmhhh—Hiks

Shailendra dibuat menangis keenakan.

Jeano likes it. The way Shailendra cry just for him, he likes it.

“Tunggu aja sampe aku buang di dalem”

Shailendra mengangguk cepat, “keluarin di dalem, di dalemhh” pintanya tak karuan.

Naughty bear” sahut Jeano sambil menyesap kuat noktah kecoklatan milik Shailendra.

“Jangan disedot terlalu kenceng, nanti Kenzo—aahh—minum apah ahh”

Shailendra mempunyai asi, membuat Jeano semakin gencar menghisap noktah kecoklatan itu.

“Aku mau keluar” bisik Jeano di samping telinganya.

“Di dalem please di dalem”

Jeano tersenyum.

“Aaahhh, Babe..”

Jeano merilis putihnya, pun juga Shailendra mengotori perutnya dan perut Jeano.

Namun tatap Shailendra penuh dengan kebingungan.

“Kok gak anget dalemnya aku?” tanyanya kelewat polos.

Jeano kemudian dengan hati-hati mengeluarkan miliknya dari lubang Shailendra. Mengotak-atik sesuatu di bawah sana yang entah itu apa, Shailendra tak kuat jika harus melihatnya. Tubuhnya berasa remuk dan terbagi dua.

“Nih” unjuk Jeano pada Shailendra.

Ia mengangkat pengaman yang menampung seluruh cairan putihnya, kemudian tersenyum lembut.

“Jean..”

“Cup-cup. Jangan mewek gitu”

“Katanya kamu.. hiks..”

“Aku gak berani, Ai. Belum waktunya. Kamu masih ada ikatan sama Marko, aku gak akan setega itu”

“Tadi cuma dirty talk aja biar kamu makin menikmati alurnya, aku gak ada niatan bikin kamu hamil lagi. Jangan dulu ya? Aku sayang sama kamu tapi bukan berarti aku bisa ngehamilin kamu seenaknya. Sorry for breaking up your expectation

“Huaaaa”

“Cup-cup, Bayi. Sini peluk sini”

Kemudian Jeano merebahkan dirinya di sebelah Shailendra.

“Kamu belakangin aku aja ya. Leher kamu harum banget soalnya mau aku endus sampe bolong”

Shailendra merentangkan kedua tangannya sebelum membalikkan badannya. Ingin didekap.

Good boy” puji Jeano.

“Makasih banyak, Yan. Never thought I would be meeting an angel like you

“Ai, even if there is no gravity, I would be still fall for you. Sekarang bobo ya?”

;

Nyatanya keduanya hanyalah dua raga yang sama tersiksanya. Dipertemukan semesta untuk saling melengkapi walau dinding penghalang setia berdiri menjulang di tengah keduanya. Bahagia tercipta bagi siapapun yang dapat menciptanya, bahagia itu muncul pada setiap orang yang paham bagaimana bahagia bekerja dengan semestinya. And Shailendra finally realize it.