Nuraga, bagian dua.
Sesi berpelukan sebenarnya belum selesai tapi tiba-tiba hp Naura berbunyi dan membuat sesi peluk-pelukan itu semakin merenggang apalagi setelah Naura mengetahui bahwa yang mengiriminya pesan adalah Bundanya Aja.
“Yah, wis selesai peluk-peluk e?” sela Aja sedikit menggoda Naura.
“Sek diem, Bundamu imess aku.”
“Kok tumben? paling disuruh ke rumah buat cepet lamaran,” balas Aja ngelantur.
“Lambemu cot.” balas Rega sambil menyodorkan daun selada ke mulut Aja.
“Anjing, gak suka sayur cok.”
— Sebelum lanjut, pada terbersit pertanyaan gak soal kok bisa Naura panggil Bunda Aja sebagai Bunda juga? Hmm, gak terlalu penting sih, cuma singkat cerita karena mereka udah kenal dari SMA dan ditambah tinggalnya satu komplek, bikin Naura dan keluarga Aja sudah seperti satu darah. Jadi berakhir Naura memanggil anggota keluarga Aja dengan sebutan seperti yang Aja panggil juga. (kembali ke laptooppp)
•
•
•
•
•
•
— Di rumah Aja
“Loh, wis sampe toh, sek yo.. rung mateng angsle ne.” tutur Bunda Aja.
Keempat sahabat Aja selalu disambut hangat oleh Bunda dan Abangnya, Mizra panggilannya.
⚠️Iklan bentar, ada yang mau kasih peringatan⚠️
“Jangan naksir dia ya kalian, maneh pantau!” – Aja
Oke sudah
“Gak papa, Bun. Naura bantu ya?”
“Walah ndak usah wis, asikin wae sama anak-anak.”
Akhirnya Naura menurut dan memilih stay dengan keempat sahabatnya. Suasananya masih sama, sedikit canggung dan penuh tanya. Hanya tempatnya saja yang berbeda, kali ini di balkon rumah Aja. Hidden basecampnya rantau bestie sebenarnya ada disini. Tempatnya terbuka, anginnya semilir, aah cocoklah untuk overthinking. Eh, salah, maksudnya untuk nangkring.
“Nau, yang tadi kenopo sih? mind to share it?” tanya dari yang suka bicara dengan bahasa campur-campur dan ada Inggrisnya, sudah pasti Jerry.
Tak ada jawaban dan suasana kembali hening, kali ini Nanda yang angkat bicara. “Nau.. kalo ada opo-opo cerita ae, kita gak iso loh liat kamu nangis.”
1 menit, 1¼ menit, dan 1½ menit masih belum ada jawaban.
“Aku cuma overthinking aja rek, jangan khawatir,” jawab Naura setelah 2 menit merenungkan pertanyaan dari Nanda.
“Kenopo?” tanya Jerry lagi.
“Takut kalo aku bakal kehilangan kalian,” balas Naura kini to the point. Yang mendengarkan pun hanya bisa geleng-geleng kepala, bagaimana bisa sahabat cantiknya satu ini berpikiran sampai kesitu?
“Nau,”
“Sebenernya gak salah kamu mikir gitu but, I'm sure you exactly know about this but lemme repeat it again; Nau, pada akhirnya kita juga tetep kudu saling meninggalkan. Entah Jerry yang harus kerja di luar negeri, entah aku yang harus balik menetap di China, atau bahkan entah kamu yang bakal nikah duluan nantinya. Jalan hidup kita udah ada yang atur, tugas kita cuma menjalankan dengan cara melangkahkan kaki kita ke arah yang sudah dipilihkan sama yang Di Atas,”
“Belum selesai. We'll always be here and there /sambil menunjuk dada Naura yang artinya, hatinya/ for you. Nau, sekalipun kita udah gak bisa kek gini lagi at least we still have so much time to spend with, masih ada hari besok.” ucap Rega panjang dikali lebar.
“Justru hari besok yang gak mau aku tunggu, Re. Gimana kalo besok kita gak bisa gini lagi? I'll fucking hate 'besok' if something bad happened to us.”
Yang lain hanya diam, memang ada benarnya apa yang dikatakan oleh Naura, tapi bukankah lebih baik kita menikmati saja selagi kita masih bisa merasa dan melakukannya? Hidup juga tak bisa berjalan terus mulus, lika-liku hidup itu sudah paten, tak bisa dihindari.
Berakhir keempat laki-laki itu memegang tangan Naura sambil melayangkan kalimat-kalimat penenang, berusaha tak menghujani Naura dengan pertanyaan yang lain lagi.
“Kita disini naura”
“Will always be here”
“Lima atau hancur ya nau prinsip kita sekarang”
dsb.