tuanmudalee

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan yang artinya harus bersiap-siap karena akan berkumpul di 7D, cafe andalan rantau besties, pemilik cafenya merupakan kenalan Nanda jadi semakin bebaslah akses mereka disana.

Yuta, nama pemilik cafenya. Ganteng sih memang, mapan lagi, tapi jomblo. Kata orang-orang typingnya aneh dan sifatnya weirdo gitu hahahaha.

— Seperti biasa, tidak ada acara jemput menjemput, kata avan influencer tik*tok “LAKIK!!!” jadi harus mandiri, lagian jarak rumah satu sama lain terlampau lumayan jauh. Kalau Aja dan Nanda sering berangkat bersama karena memang satu komplek.

“Mana Mas Yuta?” tanya Nanda kepada karyawan disitu. Karyawan itu cuma memberi isyarat lewat dagunya, seperti “tuh”.

“Oit, cepet banget. Katanya sama anak-anak?”

“Otw kayak e yang lain,”

“Langsung pesen aja, ato nunggu temen-temenmu?”

“Pesen dulu, iso mati kehausan aku kalo nunggu Jerry mbe Rega,”

“AKU MAU JUGA NDA!” teriak Aja dari sebrang sana, Aja sedang di tempat duduk dan Nanda di kasir.

Namericano sek ada gak? Kalo udah gak ada Classic Americano gak papa wes. 8 shots, es batunya gak usah banyak-banyak,”

“Khusus dirimu sek ada hahaha, gak berubah sukanya 8 shots teroosss,”

“Terus Aja opo?” tambah Yuta.

Milk tea with pearl ada gak mas?”

“Bobaku lagi abis nda, belum nyetookk lagi.”

“Yawes ini ae, chocolate milkshake tapi yang dark, satu.”

“Tunggu di meja aja, nanti tak anter kesana.” ucap Yuta, dibalas acungan jempol dari Nanda.

Tbc

Nuraga, lewat netra.

Lagi-lagi cerita ini diungkap dengan awal yang sama, bertemu. Pertemuan yang begitu singkat, perasaan yang tumbuh hanya dengan melihat senyuman hangat itu.

Vema berani bertaruh, orang-orang pasti jatuh cinta pada senyuman dan tatapan hangat seorang Theo. Pancaran matanya yang berbinar dan seakan ingin berbagi kehangatan meski tanpa jabat tangan.

Perasaan yang masih terpendam tak terusik selama dua tahun. Vema heran mengapa selalu Theo yang muncul dalam mimpinya? Seperti tidak ada orang lain saja. Vema sampai terus-terusan merapalkan doa yang isinya meminta jalan keluar tentang perasaannya dan mimpinya soal Theo, Vema ingin Tuhan berikan petunjuk soal ia harus mundur atau lanjut memperjuangkan Theo.

Percobaan pertama Vema lancarkan. Tidak begitu lancar dan Vema amat malu karena tiba-tiba bercerita isi mimpi yang ia alami, ditambah lagi sikap Theo yang tidak bereaksi. Membuat Vema tampak sangat menyedihkan.

Sudah lama tidak digubris Vema kira dengan tidak memikirkan Theo semuanya bisa selesai. Vema tahu sejak awal Theo tidak akan berafeksi bersama dengannya, tapi perasaan berkata lain. Theo seakan semakin ingin menggeluti pikiran dan perasaan Vema, lewat mimpi.

Percobaan kedua Vema lakukan, lagi. Kali ini lebih serius, tidak basa-basi karena Vema bisa saja benci dengan Theo jika seperti ini terus menerus. Tidak mau berafeksi tapi terus menghantui, Vema lelah berdiri sendiri.

- - - - -

TBC.

𝙻𝚊 𝙿𝚊𝚛𝚝𝚎𝚗𝚣𝚊

Pertemuan yang sebenarnya sudah tercipta dari semenjak dua insan ini masih seumur biji jagung.

Anggap saja sudah berteman lebih dari sepuluh tahun, hanya saja tidak saling bertegur sapa seperti teman-teman pada umummya. Siapa sangka malah dipertemukan lewat organisasi kepemudaan? ya, karang taruna.

Vema selalu ditarik untuk ikut kegiatan itu, jujur saja Vema malu, ada mantan-mantannya yang lain disana dan tapi ya apa boleh buat? terus-terusan diajak apa iya mau terus menolak?

Bertemu dan bertegur sapalah akhirnya Vema dengan orang ini. Tentu saja orang itu Mas Willy. Gurauan-gurauan kecil yang dilontarkannya selalu saja bisa membuat senyum di wajah chubby Vema itu mengembang. Mas Willy sebenarnya sangat pendiam dan tidak begitu peduli sekitar namun karakternya memang suka bergurau, dibarengi dengan ucapannya yang sedikit sarkas itu.

Terlalu banyak ketidaktersangkaan dalam kehidupan ini, sama halnya dengan ketidaktersangkaan Vema yang akhirnya malah menjadi dekat dengan Mas Willy semenjak mengikuti kegiatan karang taruna. Awalnya hanya dekat sebagai senior dan junior, saling membutuhkan dikala Mas Willy sebagai koordinator tidak bisa hadir, maka meminta tolong Vema untuk menggantikan, sekedar begitu saja tapi lama-kelamaan kedekatan itu berubah menjadi perasaan.

Sejujurnya kalau dikatakan berubah menjadi perasaan, itu tidak benar, karena dari awal Vema tidak mau melibatkan perasaannya terlebih dahulu, terlebih lagi Vema tidak pernah menganggap semua itu lebih dari hubungan senior dan junior.

Jarak usia Mas Willy dan Vema terpaut lima tahun. Mas Willy berulang kali berucap bahwa berada di samping Vema itu nyaman dan pola berpikir Vema itu dewasa, ia suka katanya. Banyak hal unik yang Mas Willy temukan dalam diri Vema.

Sudah dua bulan berlalu semenjak pendeketan antara keduanya sejak pertama kali. — 15 Mei, lima hari setelah hari ulang tahun Vema, Mas Willy berucap soal “aku mau kamu jadi pacarku,” di atas motornya saat mereka sedang bergoncengan. Vema yang mendengar pun kebingungan, mau menjawab tidak tapi tidak bisa, mau menjawab ya lebih tidak bisa lagi. Sejujurnya Vema masih terlalu takut untuk melangkah lebih jauh dan masih tidak mau menghadapi sakit hati lagi tapi dengan bodohnya Vema malah mengiyakan keinginan Mas Willy.

- - - - - - -

TBC.

Nuraga, bagian dua.

Sesi berpelukan sebenarnya belum selesai tapi tiba-tiba hp Naura berbunyi dan membuat sesi peluk-pelukan itu semakin merenggang apalagi setelah Naura mengetahui bahwa yang mengiriminya pesan adalah Bundanya Aja.

“Yah, wis selesai peluk-peluk e?” sela Aja sedikit menggoda Naura.

“Sek diem, Bundamu imess aku.”

“Kok tumben? paling disuruh ke rumah buat cepet lamaran,” balas Aja ngelantur.

“Lambemu cot.” balas Rega sambil menyodorkan daun selada ke mulut Aja.

“Anjing, gak suka sayur cok.”

— Sebelum lanjut, pada terbersit pertanyaan gak soal kok bisa Naura panggil Bunda Aja sebagai Bunda juga? Hmm, gak terlalu penting sih, cuma singkat cerita karena mereka udah kenal dari SMA dan ditambah tinggalnya satu komplek, bikin Naura dan keluarga Aja sudah seperti satu darah. Jadi berakhir Naura memanggil anggota keluarga Aja dengan sebutan seperti yang Aja panggil juga. (kembali ke laptooppp)

• • • • • •

— Di rumah Aja

“Loh, wis sampe toh, sek yo.. rung mateng angsle ne.” tutur Bunda Aja.

Keempat sahabat Aja selalu disambut hangat oleh Bunda dan Abangnya, Mizra panggilannya.

⚠️Iklan bentar, ada yang mau kasih peringatan⚠️ “Jangan naksir dia ya kalian, maneh pantau!” – Aja Oke sudah

“Gak papa, Bun. Naura bantu ya?”

“Walah ndak usah wis, asikin wae sama anak-anak.”

Akhirnya Naura menurut dan memilih stay dengan keempat sahabatnya. Suasananya masih sama, sedikit canggung dan penuh tanya. Hanya tempatnya saja yang berbeda, kali ini di balkon rumah Aja. Hidden basecampnya rantau bestie sebenarnya ada disini. Tempatnya terbuka, anginnya semilir, aah cocoklah untuk overthinking. Eh, salah, maksudnya untuk nangkring.

“Nau, yang tadi kenopo sih? mind to share it?” tanya dari yang suka bicara dengan bahasa campur-campur dan ada Inggrisnya, sudah pasti Jerry.

Tak ada jawaban dan suasana kembali hening, kali ini Nanda yang angkat bicara. “Nau.. kalo ada opo-opo cerita ae, kita gak iso loh liat kamu nangis.”

1 menit, 1¼ menit, dan 1½ menit masih belum ada jawaban.

“Aku cuma overthinking aja rek, jangan khawatir,” jawab Naura setelah 2 menit merenungkan pertanyaan dari Nanda.

“Kenopo?” tanya Jerry lagi.

“Takut kalo aku bakal kehilangan kalian,” balas Naura kini to the point. Yang mendengarkan pun hanya bisa geleng-geleng kepala, bagaimana bisa sahabat cantiknya satu ini berpikiran sampai kesitu?

“Nau,”

“Sebenernya gak salah kamu mikir gitu but, I'm sure you exactly know about this but lemme repeat it again; Nau, pada akhirnya kita juga tetep kudu saling meninggalkan. Entah Jerry yang harus kerja di luar negeri, entah aku yang harus balik menetap di China, atau bahkan entah kamu yang bakal nikah duluan nantinya. Jalan hidup kita udah ada yang atur, tugas kita cuma menjalankan dengan cara melangkahkan kaki kita ke arah yang sudah dipilihkan sama yang Di Atas,”

“Belum selesai. We'll always be here and there /sambil menunjuk dada Naura yang artinya, hatinya/ for you. Nau, sekalipun kita udah gak bisa kek gini lagi at least we still have so much time to spend with, masih ada hari besok.” ucap Rega panjang dikali lebar.

“Justru hari besok yang gak mau aku tunggu, Re. Gimana kalo besok kita gak bisa gini lagi? I'll fucking hate 'besok' if something bad happened to us.”

Yang lain hanya diam, memang ada benarnya apa yang dikatakan oleh Naura, tapi bukankah lebih baik kita menikmati saja selagi kita masih bisa merasa dan melakukannya? Hidup juga tak bisa berjalan terus mulus, lika-liku hidup itu sudah paten, tak bisa dihindari.

Berakhir keempat laki-laki itu memegang tangan Naura sambil melayangkan kalimat-kalimat penenang, berusaha tak menghujani Naura dengan pertanyaan yang lain lagi.

“Kita disini naura” “Will always be here” “Lima atau hancur ya nau prinsip kita sekarang” dsb.

Nuraga, tapi kali ini tak terlalu sampai.

Naura sedari tadi masih sibuk dengan hpnya akibat aktifitas mengtweetnya. Agaknya ia tak sadar akan posisinya yang sedang makan bersama empat sahabatnya, yang barusan ia cemaskan di postingan akun sambatnya.

Sebenarnya ada secuil rasa bersalah dalam hatinya, hari ini untuk merayakan kelulusan berlima tapi ia malah terlarut-larut dalam kesedihan. Ia juga merasa tidak baik jika overthinking di waktu seperti ini, lagian sahabat-sahabatnya masih setia bersamanya hingga detik ini.

Terlalu sibuk dengan pergulatan hati dan otaknya sendiri sepertinya Naura tak sadar kalau ia malah meneteskan butiran tirta dari manik matanya. Sahabat-sahabatnya yang melihat pun sontak terkejut, awalnya hanya saling menatap dengan raut wajah seperti menyimpan bukan 1001 lagi, melainkan 1005 pertanyaan.

Tak ada yang berani mendekati Naura lebih dulu karena keempatnya sama-sama berpikir kalau Naura hanya butuh waktu, tapi tangisan itu tak kunjung berhenti.

Akhirnya Aja, Hazael Kurnia lah yang memberanikan diri mendekati seraya menenangkan Naura, sahabat perempuannya satu-satunya. “Hey, Nau, kenapa nangis? cowok mana yang bikin kamu nangis?” tanyanya.

Naura yang mendengar pun kaget. “Eh? enggak, ini kelilipan, aku soalnya lagi pake softlens Ja, jadi suka perih gitu.” fyuuh, alasan tak masuk akal macam apa ini, Naura? batinnya, jelas sekali dirinya sedang menangis.

“Nau..” panggil Aja lagi, namun kali ini dengan nada bicara dan aura sedikit gelap, bukan mengancam, hanya ingin meyakinkan Naura bahwa bercerita sesekali itu tak masalah.

Bugh!

Bukan, itu bukan bunyi pukulan, tapi itu bunyi dari Naura yang dengan tergesa memeluk Aja. Aja tentu saja semakin ingin bertanya ada apa dengan sahabat cantiknya ini tapi Aja berakhir dengan berusaha mengerti saja, nanti pasti ada waktunya.

Aja belum membalas pelukan Naura tapi malah adu tatap dengan tiga sahabatnya yang sedari tadi masih kebingungan dengan tingkah Naura yang tiba-tiba ini.

“Ja, jangan tinggalin aku,” sambil melepas pelukannya dari Aja, Naura berucap lagi, “Kalian.. berempat.. jangan ninggalin aku.” kemudian kembali memeluk Aja begitu erat seakan tak ada hari esok dan berujung menangis di pundak Aja.

Jerry, Nanda, dan Rega pun akhirnya ikut memeluk Naura, peluk Teletubbies kalau kata orang-orang. Apa yang Naura katakan soal meninggalkan seakan langsung menyetrum tubuh empat laki-laki itu. Rasa Naura tersalurkan, ya, hanya lewat tiga kata.

You know, nobody could control the thing called feelings. Feelings means free and feelings will always be there as much as they want to be there.


  • tirta : air
  • nuraga : berbagi perasaan satu sama lain (cmiiw, kalian bisa cari aja di internet hehee)

Hari ini hari Senin. Dimana Naura & friends mulai bergelut dengan perskripsian duniawi. Jadwal nongkrong, main, dan segala macamnya itu sudah tidak dihiraukan lagi. “Ngebut skripsi, cepet lulus, mau kerja” adalah motto mereka berlima.

Grup rantau bestie juga jadi lumayan hening akhir-akhir ini. Biasanya saling berkabar soal posisi tapi sekarang tidak saling tahu karena sibuk sendiri-sendiri. Sesekali Naura membuka obrolan di grup untuk sekedar mengingatkan makan dan istirahat yang cukup, demi kelancaran berlangsungnya kegiatan puyeng-puyeng ini. hahaaa.

Sesekali juga mereka makan bersama kalau sempat bertemu di kampus. Karena perbedaan jurusan dan perbedaan progres dalam mengerjakan skripsi, sehingga kesempatan bertemu juga semakin terkikis.


Karena sudah cukup banyak membahas kehidupan Naura, Jerry, & friends di Surabaya, gimana kalo sekarang kita move on ke Calvin di Amerika? Hehe cusss

. . . .

Calvin di Amerika kerja apa sih? Handle perusahaan papanya? Oh noo, Calvin kerja sendiri, gak ada ketergantungan sama papanya.

Calvin itu awalnya cuma karyawan biasa tapi seiring berjalannya waktu bakat-bakat terpendam Calvin akhirnya diakui orang-orang, naiklah jabatannya jadi Direktur sekarang. Coba aja tanya temen-temen kantornya, apa sih yang Calvin gak bisa? ACE dia tuh kalo kata orang-orang.

Sedikit membahas profil Calvin, dia lahir dan besar di Connecticut makannya gak bisa Bahasa Indonesia, yaa meskipun sekarang udah bisa. Calvin ini juga gak pernah pulang ke Indonesia (gak tau kalau nanti), dia tinggal sendirian di CN karena papa dan mamanya udah tinggal di Indonesia sekarang, papanya mau fokus ngurus cabang perusahaan yang di Surabaya.

Mari sedikit mendalami kehidupan Calvin di Connecticut!

Sleepover time!

Ding dong, yap, bunyi bel yang sama kayak beberapa waktu lalu. Bel rumah Jerry, karena Rantau Besties main ke rumah Jerry lagi hari ini, melepas penat kurang lebih gitu kata mereka.

Jerry berjalan ke arah pintu, langsung disambut sama suara ricuh empat temannya itu, “HAI JERRYYYY,” kurang lebih kayak gitu. Kuping Jerry rasanya pengung, kayak gak pernah ketemu aja segala acara teriak-teriak.

“HADOH, opo iki kok teriak-teriak”

“Agak munduran dong jer,” kata Naura

Jerry pun mundur dong, ya kali disuruh Naura dia gak nurutin? weleh weleh.

Awalnya Jerry bingung ngapain kok disuruh mundur, eh ladalah taunya maksud Naura itu “minggir o, aku mau masuk, jangan ngalangin jalan” hahaaa.

“Flex, naura.” sahut Nanda. Anggep aja rumah sendiri kalo kata orang-orang.


“Btw, terus ini kita lapo rek?” tanya Aja, buka obrolan karena dari tadi hening banget.

“Mbo i, bingung.” jawab Rega.

“Sebenernya aku pengen order makanan, nonton film, nyanyi bareng, sama foto-foto.” sahut Naura.

“Buset akeh men,” kata Nanda.

“Gak papa wes, ayo. Jangan sia-siakan waktu kita bestie.” sela Aja.

Akhirnya mereka pun melakukan semua, kayak gak ada hari lain, mereka beneran menikmati malem terakhir ini sebelum akhirnya bersanding dengan skripsi, ibarat lagi ngejalanin To Do List gitu deh yang mereka lakuin sekarang.

Sampai di sesi terakhir, nyanyi bareng.

Naura syok, kaget, terkamjagiya, aigo, ommo, omg. Siapa yang sangka kalo temen-temennya pada jago nyanyi? Diem-diem Nanda sama Jerry jago ngerap. Rega sama Aja gimana? jangan ditanya! suaranya keren banget, udah kayak CD gak ada besot. Naura ngerasa dirinya sendiri yang suaranya paling aneh.

“Rek..” sela Naura. Empat teman cowoknya itu pun noleh barengan.

“Besok-besok makan gorengan bareng yuk?” pintanya yang jelas membuat yang mendengarkannya kebingungan.

“Hah?” sahut Aja.

“KALIAN SUARANYA KOK BAGUS-BAGUS BANGET?! KENAPA AKU GAK TAU! AYO HARUS MAKAN GORENGAN SAMA AKU BIAR BUKAN CUMA SUARAKU AJA YANG KAYAK TIKUS KECEPIT.” pintanya lagi, kali ini dengan kecepatan 120km/jam, nge-rap, gak ada spasi.

Hanya dibalas tawa sama empat teman cowoknya itu, siapa sangka juga Naura bakal merajuk seperti ini?

“Lah itu kamu iso nge-rap, Nau.” sela Jerry.

“Kurang ajar, KENE KON!” balas Naura sambil berjalan ke arah Jerry guna menoyor temannya yang satu itu.

Lagi, tawa lagi yang terdengar menyeruak di dalam ruangan itu. Sungguhan, waktu ini gak disia-siakan sama mereka.

— Waktu telfon

Keduanya masih diem-dieman. Jerry pengen cerita tapi maju mundur, cerita gak ya cerita cerita gak ya, eh akhirnya malah diem aja. Nauranya juga diem, bermaksud nungguin siapatau Jerry mau cerita habis gini, tapi gak ceritapun juga gak masalah sih, Jerry memang anaknya gitu.

“Jer” sapa Naura.

Lamunannya pecah karena kerasa ada yang panggil, “Iya cantik”, jawabnya.

Stop calling me cantik!

But the fact is you're pretty Faustina Naura

Raut wajah Naura udah kayak cherry sekarang, merah-merah malu hahaa, Jerry memang selalu kayak gitu tapi Naura juga masih selalu deg-degan tiap kali Jerry lagi muji dia.

“Kamu beneran gak mau cerita ta Jer? jok bikin aku khawatir kamu”

“Ihii khawatir rek areknya”, goda Jerry.

“Aku leave zoom iki yo lama-lama”, Naura merajuk lagi.

“Nyanyiin aku langsung mau gak, Nau?”, tanya Jerry yang dengan sangat sadar mengalihkan pembicaraan.

“Lagu opo?”

“Terserahmu, apa aja asal kamu yang nyanyi pasti enak”

“Halah mulutmu, Eumm Payung Teduh aja kali ya? Aku lagi seneng lagu iki seh akhir-akhir ini”, sela Naura.

Jerry sebenernya gak begitu suka band indie tapi kayaknya habis gini bakal sering-sering dengerin Payung Teduh deh gara-gara Naura, haha dasar bucin. — “Iya boleh”, sahut Jerry.

Naura langsung puter instrumen dari laptopnya karena dia gak bisa main alat musik guys jadi pake instrumen dari yutub aja langsung. — “Judulnya Di Atas Meja, if u wanna know” selanya.

Jerry sibuk dengerin dan perhatiin ekspresi Naura waktu lagi nyanyi, Jerry kayaknya mulai tau kalo lirik dari lagunya bener-bener ditujukan buat dia.

Mengapa takut pada lara Sementara semua rasa bisa kita cipta Akan selalu ada tenang, Di sela-sela gelisah Yang menunggu reda

Bait dari lirik barusan yang bikin Jerry berasa tenaannggg banget, ditambah suara lantunan gitar dan alat musik lainnya yang dimainin band Payung Teduh itu gak pernah mengecewakan.

“Gimana? Enak toh lagune?”, tanya Naura. Gak ada balesan dari Jerry, berhubung Naura masih sibuk sama laptopnya jadi dia belum liat Jerry sebenernya lagi ngapain.

Ada suara aneh, akhirnya Naura noleh ke layar hpnya yang dibuat zoom. * Nggookkk *, kurang lebih kayak gitu suaranya.

“OH BAJIGUR, ANAKNYA KETIDURAN.. DIKIRO AKU LAGI DONGENG PO PIYE”

Hellooo! lemme introduce myself

Namaku Veve, people usually called me Ve. I'm seventeen.

Motivasiku mulai akun menulis ini, hmm, gak tau juga darimana. Yang aku tau, AU buatan kak @Tetehnyajisung and @jaelilact is the best AU I've ever read (I guess). Aku jadi semakin terinspirasi kayak ada rasa yang menggebu-gebu waktu itu. “Duh, aku kok jadi pengen nulis yaa” and honestly to be a writer is one of my dream back then. I think kayak apa yang gak bisa aku ungkapkan di kehidupan nyata jadi bisa aku ungkapkan dalam tulisan.

Aku memang gak terlalu pandai merangkai frasa tapi seenggaknya aku disini menulis itu kayak buat “self healing”. When I feel down I can just write, like write anything.

I sometimes think that I kinda late to start this journey, tapi yaudah lah yaa aku nulis bukan untuk jadi terkenal, aku nulis cuma buat menuangkan perasaan aja, jiaakhh

So that's all, hope you guys enjoy what I write. Stay safe y'all! 💚

Hai, ini Naura! Pengen tau gak gimana ceritanya aku dan rantau boys bisa ketemu?

So, kami semua ketemu waktu SMA. Aku kenalin dulu masing-masing bocahnya kek apa ya. Aku terbiasa pake bahasa jawa jadi maklum kalo tulisan ini kelihatan medok waktu dibaca.

Yang pertama Nanda dan Aja; aku lebih dulu kenal sama dua bocah tengil ini karena kami satu komplek, aku ini anak pindahan, asalnya aku dari Malang dan ternyata Aja itu juga rantau, dari Bandung asalnya. Bandung abal-abal, wong gak iso bahasa Bandung, liar lieur tok isone.

Ngomong-ngomong soal mereka, sebenernya dua-duanya ganteng, tapi sedeng, jarang banget akur karena sifatnya lebih sering bertolakbelakang. Aja itu ngegas tok tiap hari kalo Nanda itu malah orangnya calm, santuy, kek “biasalah” ngono lah pokoke.

Aku, Nanda, dan Aja ternyata ketemu juga di SMA yang sama yaitu Neo Mandala Senior High School. Kok sama namanya sama tempat kita kuliah? Ya jelas sama wong satu yayasan. Fyi, Nanda itu wes jadi incer-inceran para kakel waktu MPLS di sekolah, kadang juga aku dapet hujatan dari adkel dan kakel karena terlalu deket sama Nanda. Nasib deket-deket orang ganteng.

Oke lanjoottt, yang kedua Rega; Rega, pindahan dari Palangkaraya, anaknya cuek polll, dulu super ansos, plus dia ada keturunan chinese lhoo. Rega ini yang paling susah diajak gabung karena sifatnya yang hadeuh denial parah dan ya itu tadi, ansos.

Yang terakhir ada Jerry; widih kalo nyeritain Jerry kayake bisa sampe 3 paragraf deh? Fyi, Jerry juga gak kalah cuek daripada Rega, belum lagi dia ini blasteran dan waktu masuk Neo dia gak seberapa tau bahasa Indo apalagi jawa. Setengah Amrik, setengah Indo, sopo cobak sing gak seneng? Terus kok bisa masuk circle ini? Dulu itu Jerry kek tertekan ngono loh guys waktu MPLS, gak tau apa-apa dan gak tau harus gimana. Aku dan yang lain mikirnya “Arek iku gak ngerti koyoke lagi mbahas opo” ya akhirnya berhubung aku kan sempet les Bahasa Inggris jadi aku samperin dia, aku nanya “kamu butuh bantuan ta?” terus sambil sedikit translate apa yang diomongin panitia MPLS waktu itu. Eh, ternyata temenan dee gak ngerti opo-opo njir. Dari situlah akhirnya kita berteman.

Lah ternyata ketemu lagi di dunia perkuliahan, yap di UNEMA, Universitas Neo Mandala. Kami beda jurusan, aku ambil Pariwisata karena pengen banget jadi guider. Nanda sama Rega ambil Ilkom; jangan salah soal Rega yang super cuek, sekarang dia super cerewet and he likes attention. Jerry ambil Design Grafis, karena katanya pengen jadi designer mobil. Dan ini yang agak mengejutkan, Aja, dia ambil Psikologi anjiirrr, tapi gapapa deh cocok, lagian Aja emang nyaman kalo dijadiin tempat cerita jiakhh. Meskipun beda jurusan tapi kami selalu nyempetin main, makan bareng sewaktu di kampus.

Sedikit kesimpulan, dari 5 orang ini yang asli Surabaya cuma Nanda tok, lainnya anak rantau semua. Keknya emang kebetulan, kami dipertemukan karena emang sama-sama anak rantau.

Translate sedikit hahaa, *ansos : anti sosial *koyoke, kayake : kayaknya, keknya, sepertinya, agaknya *tok : aja, saja. ex: “ini tok” = “ini aja/saja” *ngono : gitu, begitu *pol : bangettt *temenan : beneran *dee : dia