Nuraga, lewat netra.

Lagi-lagi cerita ini diungkap dengan awal yang sama, bertemu. Pertemuan yang begitu singkat, perasaan yang tumbuh hanya dengan melihat senyuman hangat itu.

Vema berani bertaruh, orang-orang pasti jatuh cinta pada senyuman dan tatapan hangat seorang Theo. Pancaran matanya yang berbinar dan seakan ingin berbagi kehangatan meski tanpa jabat tangan.

Perasaan yang masih terpendam tak terusik selama dua tahun. Vema heran mengapa selalu Theo yang muncul dalam mimpinya? Seperti tidak ada orang lain saja. Vema sampai terus-terusan merapalkan doa yang isinya meminta jalan keluar tentang perasaannya dan mimpinya soal Theo, Vema ingin Tuhan berikan petunjuk soal ia harus mundur atau lanjut memperjuangkan Theo.

Percobaan pertama Vema lancarkan. Tidak begitu lancar dan Vema amat malu karena tiba-tiba bercerita isi mimpi yang ia alami, ditambah lagi sikap Theo yang tidak bereaksi. Membuat Vema tampak sangat menyedihkan.

Sudah lama tidak digubris Vema kira dengan tidak memikirkan Theo semuanya bisa selesai. Vema tahu sejak awal Theo tidak akan berafeksi bersama dengannya, tapi perasaan berkata lain. Theo seakan semakin ingin menggeluti pikiran dan perasaan Vema, lewat mimpi.

Percobaan kedua Vema lakukan, lagi. Kali ini lebih serius, tidak basa-basi karena Vema bisa saja benci dengan Theo jika seperti ini terus menerus. Tidak mau berafeksi tapi terus menghantui, Vema lelah berdiri sendiri.

- - - - -

TBC.