tuanmudalee

📍 IKEA

“Kak, jadinya beli apaaaa?”

“Gak tau Nay, apa ya enaknya?”

“Kamu terakhir lagi butuh apa, coba diinget-inget.”

“Butuh ini deng, kursi gaming sama lampu belajar. Yuk cariii.” ucapnya sambil menggandeng tangan Naya untuk jalan bersama.

“Eh? Aku baru tau disini ada kacamata. Coba satu bentar, yang ini lucu.” ucap Haksa saat langkahnya terhenti karena melihat susunan kacamata disana.

“Bagus gak, yang?” tanyanya sambil melihat cermin.

“Kamu pake yang mana aja jug ganteng, Kak.”

“Aku mleyooottttt.”

“Apasih lebay deh hahahhaa.”

“Ntaran deh kacamatanya, cari kursi dulu.”


Setelah menyelesaikan transaksi pembelian kursi gaming dan serba-serbi lain, mereka berdua keluar dari IKEA.

Sambil memasukkan barang belanjaan ke bagasi, Haksa bertanya, “Mau ke Lotte Mart gak, yang? Aku pengen beli yogurt.”

“Bolehh, tapi kalo yogurt doang bisa beli di Indomaret kali, Kak?”

“Gak mau ke Indomaret, gak luas, gak bisa explore lama-lama sama kamu ntar.”

“Yeee dasarnya emang kamu aja yang hiperaktif, gak bisa diem.” balas Naya sambil menoel hidung laki-laki di depannya.

“Bentar, ke laundry dulu deh ya. Keburu tutup.”

“Heeh nurut aku mah.”

“Kamu gak kedinginan, Nay?”

“Hehehehehe.”

“Nyengir kamu. Siniin tangannya.” ucap Haksa dengan gesture seakan meminta tangan Naya untuk diberikan. Naya pun memberikan tangannya, “nih.” kemudian Haksa menggenggam erat tangan perempuannya. Tangan kanan buat setir, tangan kiri buat genggam Naya.

Setelah sama-sama menyetujui soal kemana tempat yang akan dikunjungi untuk kencan perdana ini, keduanya bersiap. Haksa dengan setelan denim, topi kesayangannya, serta sepatu Balenciaga kebanggaanya.

Sambil merapikan penampilannya, Haksa menghadap cermin di depannya. “Widih, cakep bat gue pantesan Naya klepek-klepek.” ucapnya percaya diri di depan cermin.

“Apalagi ya yang kurang? Masker udah, topi udah, parfum udah, dompet, hand sanitizer juga udah. Udah semua deh, gas we lah. Sayang, I'm coming.”

Sesampainya di rumah Naya, ia langsung disambut senyuman ceria dari perempuan mungil kesayangannya.

“HAIIII!”

Haksa yang disapapun masih melongo, ini serius cewe gue? buset mau ikea date berasa mau fashion week dah?, mungkin itu yang ada di benaknya sekarang.

“Haksa? Hellooo?? Aku udah siap, mau langsung berangkat?” tanya Naya lagi sambil melambaikan tangan di depan wajah melamun Haksa.

“Eh iya iya sorry, ayo sekarang deh. Gapapa kan kalo langsung? Biar bisa foto-foto langitnya bagus hehehehhe.”

“Iya sayang gak apa-apa.”

“Wetsss udah berani sayang-sayang ya, cantik.” balasnya sambil menyubit gemas dagu Naya.

“Nay, kamu cantik banget deh? Aku gak expect outfitnya bakalan kayak gini? You're a stunner, damn.” ucap Haksa sambil fokus membelah jalanan kota Jakarta dengan mobilnya.

“Eh? Pantesan kamu tadi bengong? Gara-gara ini?”

“Hehe.” balasnya sambil menggaruk bagian belakang kepalanya.

“Am I being too much, Kak?”

“OF COURSE NO YOU'RE NOT.”

“Kalo kamu gak nyaman sama outfit aku, ngomong ya?”

“Ets ets ets. Wear everything you want, Sayang. I can fight so there's no problem with that, masalah sepele, orang-orang berhak ngeliat kamu tapi mereka gak berhak ngelempar hujatan ke kamu. Got it, sweetie?” ucap Haksa seakan memberi perempuannya wejangan, tak lupa sambil membelai halus tangan Naya supaya rasa tegang tak menyelimuti mereka.

“How lucky I am to have you, Antariksa.”

“Dibilangin jangan Antariksa ihhh, itu nama marga dari Ayah akuu.”

“Kelihatan lebih keren dan berwibawa kalo Antariksa, that name suits you the best.” balas Naya.

i

Hari ini merupakan hari dimana tepat satu tahun Haksa dan Naya merayakan hari jadi hubungan mereka. Hubungan penuh liku, pilu, pun sendu, tapi semua itu tak meruntuhkan dinding pendirian Haksa untuk selalu berdiri di samping Naya dalam keadaan dan situasi apapun. Perbedaan pendapat yang amat sering terjadi justru membuat mereka semakin dekat dan mampu melengkapi kekurangan satu sama lain.

Kling! notifikasi handphone Naya berbunyi, nampaknya itu dari Haksa.

Haksa : Hey sweetie, hyd?

Naya : Great!

Haksa : You must, today is our 365 hihiii

Naya : CORRECT!!

Haksa : Would you like to go on a date?

Naya : Let's just stay at my house, I need a big huggiessss

Haksa : Alright then, c u at 8

- - - - - -

Waktu sudah menunjukkan pukul 8 yang artinya Haksa sudah bersama Naya sekarang, sejujurnya dua sejoli ini kebingungan, orang pacaran yang anniv tuh ngapain sih biasanya?

“Pak Budi pulang kampung, Kak.” itu Naya.

“Oh yaa? good then, aku bisa berduaan sama kamu,” “Wanna do something? Hm?” tambah Haksa.

Naya tak menggubris karena keasikan menyimak film yang sedang tayang, muncullah pikiran iya-iya di benak Haksa, setelah berpikir apa yang akan dilakukannya, Haksa tak lupa menciptakan senyum mirik khas dirinya. Kalau Haksa sudah tersenyum mirik, artinya dunia sedang tak baik-baik saja, okay then kalo kamu mainnya nyuekin aku, let's see what'll happen, kurang lebih seperti itu pemikiran Haksa.

Haksa pun bergerak mendekat ke arah Naya, mulai menyandarkan kepala dan badan berisinya ke tubuh mungil Naya, he wants attention.

“Kak, aduh beraaatttt.” ucap Naya sambil mendorong tubuh Haksa agar menjauh.

Tentu saja ucapannya tak dihiraukan, Haksa justru semakin gencar menempelkan badannya bahkan mulai mengendus tiap inci kulit perempuan mungil di depannya. “Wanna do something?“, ucapnya lagi, kali ini tepat di telinga Naya, tentu saja kali ini lebih seduktif. Tak berhenti di situ, dilanjutkan dengan meniup telinga Naya agar yang ditiup kegelian. “K-kak...”, protes Naya.

“I'm asking you, Sayang. Wanna do something? Ini ketiga kalinya aku tanya loh.” balas Haksa, namun kali ini aksinya lebih gila sehingga membuat Naya berhasil kelimpungan. Haksa mengulum cuping telinga perempuan mungil di depannya, kemudian turun ke bagian ceruk lehernya. Sempat berhenti untuk sekedar menghirup aroma khas Naya, namun akhirnya berlanjut hingga,

“H-haksa, nghh,”, untuk pertama kali dalam sekian tahun Haksa mendengar suara itu.

“Wow, that's pretty, keep sounding like that, Nay.”

“Haksa, kamu nghh-apain, stooopppp geliiii.”

“I wanna make you mine,”

“But I'm already yours, Bear.”

“Aku lagi egois. I want your body, too.” balas Haksa, namun kini tangan kekarnya sudah hilang ditelan hoodie oversize milik Naya, tangan-tangan nakal Haksa sudah tenggelam disana, menjelejahi setiap inci kulit perempuan mungil di depannya.

- - - - - -

“Nghh, Kak,” setelah lenguhan yang entah keberapa, Naya menatap bingung lelaki yang pahanya sedang dibuat pangkuan. Haksa tiba-tiba menghentikan aksinya. “Kenapa berhenti?”

“Did you really wanna do it with me? I'm sorry I loose control, kalo mau berhenti gak apa kok, berhenti aja ya?”

“I don't mind, Sa. As long as if it's with you. Go on, touch me like you just did a few seconds ago.”

“Love you.”

“Love you too, Kaka—nghh, sebenta—aah, tunggu.” Naya belum selesai bicara tapi Haksa lebih dulu beraksi dengan mencium, menghisap, bahkan menggigit area leher Naya, tak lupa mencengkram pinggang ramping perempuannya supaya gerakan yang dibuat Naya tak berlebihan.

“Aku gak bisa sebentar. This is your first time, right?”

“I bet you too.” balas Naya, kali ini dengan wajah sayu yang membuat Haksa semakin ingin meledak dibuatnya.

“Duduk di bawah.” perintah Haksa, sisi gelap Haksa mulai terlihat rupanya jika sedang seperti ini.

“Ouh, that's scary.” balas Naya. Namun, Haksa dikagetkan dengan tingkah bold Naya yang dengan sigap mengelus bagian bawahnya bahkan membuka resleting ripped jeansnya.

“Mmhh—Dek, jangan kebanyakan dielus ntar keenakan.”

Tak ada balasan dari Naya, justru Naya malah membuka seluruh celana Haksa dan melemparkannya ke sembarang arah. “Cutie Little Haksa,” goda Naya sambil mulai mengurut milik Haksa perlahan.

“Mmhh—Nay. Malu nih aku,”

“Aku masukkin boleh gak?”

“Masukkin kemana? Buru-buru banget nanti sakit,”

“Ke sini.” balas Naya sambil menunjuk mulutnya.

“How should you say that in a proper way?”

“Haksa, can I suck you off?”

“Fuck. Yes, anything you want.”

Dengan persetujuan Haksa dan sedikit keberanian yang entah datang darimana, Naya mulai mengulum milik Haksa. Ini kali pertamanya tapi terlihat seperti ia menguasai semuanya, Haksa dibuat keenakan hanya dengan kuluman ringan. “Enak gak? Maaf ya kalo kena gigi, aku gak tau caranya.” “Nooo don't be sorry. Enak banget Nay. Anget—aahh kena gigi kamu.”

“Aku pengen keluar, Nay, minggir, lepas lepas lepas,” ucap Haksa tersengal-sengal namun tak mendapat balasan dari perempuannya. “Nay! Aaahhhh, jangan ditelen!”

“Hehe, kena sedikit, nih sisanya blehh. Kamu kebanyakan nyebat, Kak, kurang-kurangin deh, rasanya aneh tauu.”

“Aku juga mau enakin kamu. Strip, baby.”

“Malu, kamu aja yang lepasin.”

“Berlagak malu, tadi ngemutnya gak pake permisi padahal.”

“DIEM DEH.”

Naya kembali duduk di pangkuan Haksa setelah berkata demikian. Setelah melepas semua pakaian Naya hingga tersisa dalaman saja, Haksa kebingungan, “Enaknya dari atas apa langsung bawah, Dek?”

“Terserah, dua-duanya langsung juga gapapa.”

“Buset, kotor banget mulutnya. Sini kith dulu.”

Ciuman yang awalnya biasa saja, kini berubah menjadi lebih menuntut. Haksa terus menekan tengkuk perempuan mungil di pangkuannya, tak ingin dilepas seakan tak ada hari esok. Jelas kalau Naya sedang memukul dada Haksa sekarang, ia kehabisan oksigen, Haksa sungguh liar kalau dihadapkan dengan yang seperti ini.

“Haahhh.. Lama banget, Kak, aku gak bisa nafas.” ucap Naya setelah tautan bibir keduanya terlepas.

“Dari awal gak ada main bibir soalnya.”

“Buruan kalo mau anu, keburu aku berubah pikiran.”

“Ini pengait branya dimana sih? Gak ketemu, Nay. Lepas sendiri, ya.” ucap Haksa kemudian tangannya mulai menyentuh daerah miss v milik Naya, jemari panjangnya mulai menggoda di bawah sana.

“Widih udah basah banget nih keknya?”

“Stop teasing and just fu—ahhh! Haksa, nghhh.”

Suara favorit Haksa terdengar lagi. Bagaimana tidak? Ucapan Naya selalu disela dengan perbuatan iya-iya yang Haksa lakukan. Naya masih sealed tapi dengan entengnya Haksa memasukkan jari tengah miliknya ke entrance-hole Naya, siapa yang tidak bergelinjang?

“Kak.. Aahh, ssakit, p-pelan pelan please please..”

“Sorry baby,” “What about this? Biar sakitnya jadi netral.” This yang dimaksud Haksa adalah mengulum puting kemerahan milik Naya. Menetralkan sih iya, tapi Naya benar-benar ingin meledak sekarang, apa-apaan ini double pleasure?. Naya pusing dibuatnya, Haksa kelihatan 1000% lebih sexy karena kegiatan fingering sekaligus drinkingnya yang liar.

“K-kak nghhh, satu-satu ah shit. Enak banget!”

“Biar tambah enak aku tambahin ya, Sayang.” balas Haksa sambil memasukkan satu jari lagi ke entrance-hole milik Naya.

“Aaahhhh.”

“Keep moaning like that.”

“S-stop stop, mau keluarhh ahh.”

Namun Haksa dengan cepat mengeluarkan dua jarinya dari dalam sana, “Jangan keluar sekarang, tunggu aku.”

“NYEBELIN AH.”

Sekarang posisi keduanya tengah berbaring, tentu saja Haksa di atas sedang mengukung tubuh mungil Naya sambil mempersiapkan kepunyaannya, ia akan meng-unboxing Nayanika Adriana malam ini.

“Cari apa lagi, Haksa?”

“Kondom.”

“Gak usah pake, aku lagi gak masa subur.”

“Oh? For real? Beneran gak apa-apa?”

“Eum, hurry uppp.”

“Yaudah, aku masukkin ya. Kalo sakit jambak rambut aku aja.” ucap Haksa mempersiapkan miliknya, siap menerobos milik Naya.

“Aah, Kakak. Sakittt.”

“Sstt, sorry-sorry. Jambak rambut aku.” ucap Haksa menenangkan, ia mengarahkan tangan Naya ke kepalanya supaya Naya menjambaknya saja saat kesakitan.

“Kaakk..” lirih Naya, suaranya gemetar. Ternyata sakitnya luar biasa.

“Berhenti aja ya? Aku gak tega, Nay.”

“NO. Gerak sekarang, we already this far.”

Haksa mulai menggerakkan miliknya perlahan di bawah sana, Haksa menggerakkan dengan sangaatt hati-hati, dimaju-mundurkan perlahan. They do it raw, so Haksa sekalian nunggu berubah jadi licin-licin sendiri.

“Fasterhh.” perintah Naya, namun kali ini lenguhan yang menjadi favorit Haksa tak terdengar, Naya sedang menggigit bibirnya guna menahan rasa sakitnya.

“Jangan ditahan atau makin aku kencengin.”

“K-kak, sakitt.”

“Itu bukan moaning.” Sembari mengucapkan itu, Haksa mempercepat temponya cukup liar, membuat tubuh Naya semakin bergelinjang karena gejolaknya.

“Nghh, i-iya iya ini moa—aah, moaning. Mmhh mmhh mhhh.”

“Mmhh Dekkk, fuck! Sempit bangett.”

Keduanya semakin gencar bergerak bertubrukan ingin menghampiri putih bersama, “Aku mau keluar aahh,” ucap Haksa sambil mengarahkan miliknya keluar dari milik Naya. “Ngapain dikeluarin? Di dalem aja, dibilangin aku lagi gak masa subur, it's okay.”

“Yaudah nih,” kata Haksa kembali memasukkan miliknya dan menyemburkan putihnya di dalam Naya, “Aaaahhh Nay, enak banget.”

“Anget. Geliiii.”

“Enak banget sih kamu? Sumpah, pengen aku anu lagi rasanya.”

“Noooo. Badan aku sakit semua ih, Kak.”

“Bercanda sayang, sini peluk.” balas Haksa sambil mendekatkan tubuh keduanya, mendekap Naya dalam, “Makasih udah percaya sama aku, jangan tinggalin aku ya, Nay.” katanya.

“I will never, Sayanggg.”

— Fin.

Anyway, SELAMAT SATU BULAN ANTARIKSA!!!!!🥳🥳🥳🥳

  • POV Naya

Hari ini tepat hari ke sepuluh(?) Haksa nyuekin gue. Gue kira semuanya udah jelas tapi gue gak melihat sedikit pun perubahan sikap dan tingkah laku Haksa ke gue. Gue udah berusaha cairin suasana, ini lah, itu lah, tetep aja masih sama. Kayaknya mulai hari ini gue mau berusaha menghargai apa yang Haksa mau, gue juga gak bisa maksa. Siapatahu Haksa emang udah gedeg lihat muka gue?

Hari ini sekolah seperti biasa, gue mulai dihantam sama berbagai macam ujian, ya maklum udah kelas 3 bentar lagi lulus sekolah. Gue juga melakukan aktifitas gue seperti biasa, tidur, makan, mandi, beresin buku, pake seragam, berangkat sekolah, repeat lah pokoknya.

Hari ini gue lagi rajin, gue bikin potato wedges ala-ala. Haksa mau gak ya, kan dia suka kentang? Tambahin gula dikit kali ya biar ada manisnya.


📍 Di sekolah

Posisi bangku gue yang biasanya deketan sama Haksa kali ini jadi berjarak, tapi gue masih gak mengurungkan niat gue untuk memperbaiki semuanya, ya meskipun di awal gue ngomong bakal berusaha ngertiin Haksa.

“Ssttt, Haksa,”

1 detik... 2 detik... 3 detik. Panggilan gue gak kunjung direspon, ah samperin aja anjing, kelamaan, batin gue.

“Mau gak? Aku masak sendiri loh!”

Dia cuma ngedongak dan habis itu udah, dia gak jawab pertanyaan dan tawaran gue. Dia malah pergi dari kelas, gak tau kemana.


  • POV Author

đź•° Pulang sekolah

Haksa berjalan melewati beberapa koridor sekolah, kalo boleh jujur Haksa lagi kepikiran soal Naya. Gue terlalu jahat gak ya?, pertanyaan yang terus-terusan menghantui otaknya.

Panjang umur, lagi dipikirin ternyata orangnya nongol. Haksa maunya cuek aja, stay cool kayak biasanya, tapi ada satu hal yang bikin dia gagal fokus. Haksa reflek.

Dengan sigap Haksa narik tangan Naya, mojokkin Naya ke ujung tembok, dan naruh kedua tangannya di samping kanan-kiri Naya, biar gak kabur. Gak lupa sama tatapan Haksa yang gak teralihkan, berasa hewan buas lagi mau mangsa. Beruntung koridor ini jarang dilewati guru dan murid, jadi Haksa pikir aman-aman aja sekarang.

“K-kak! Kamu ngapain!” seru Naya.

Haksa masih diem, sambil masang muka seakan-akan bilang, gue sendiri juga gak tau gue ngapain, keblablasan.

“Haksa, lepasin. Nanti kalo ada yang lihat gimana?”

“Kamu pake kalung dari aku?” ucap Haksa untuk pertama kali.

Naya kelimpungan, harus jawab apa? Harus malu atau takut atau bahkan seneng karena Haksa udah notice dia lagi?

“I-iya. Maaf ya, ini aku balikin aja deh.” ucap Naya sambil mengarahkan tangannya ke leher bagian belakang, guna melepas pengait kalung infinity pemberian Haksa.

Tapi tangannya ditahan, “Gak usah, pake aja. Bagus.” kata Haksa.

“Maaf, aku kelupaan ngelepas. Kalo kamu gak suka liat aku pake kalungnya ngomong ya, biar aku lepas aja.”

Raut muka Haksa kelihatan putus asa. Gak lama dari itu, Haksa malah memeluk tubuh mungil Naya tiba-tiba, erat banget, kayak gak ada hari esok.

“Ngapain sih minta maaf terus? Harusnya aku yang bilang gitu,” ucap Haksa, suaranya sedikit teredam akibat pelukannya yang terlalu erat.

“Nay, what if I say I love you?” tambahnya. Yang dimana di detik itu juga Naya pengen berevolusi jadi jelly aja, kedua kakinya lemes, tangannya pun, bahkan untuk ngomong aja susah.

“So.. you l-love me?”

“Jangan tegang, aku gak lagi mau ngebentak kamu. I'm so sorry for what I've done to you last week. I feel complicated, Nay. Aku sebenernya belum siap buat ngomong sama kamu lagi karena aku terlalu malu. Maaf, ak-”

“Ssttttt. Diem aja deh, aku lagi pengen kayak gini (pelukan) lebih lama dan nyaman, tanpa kamu public speaking kayak barusan.”

“Ah, I'm in my serious mode loh, Nay,”

“No one wants you to be that serious. You've forgiven, Haksa. I know it was hard for you when you find out that Zizi mogok segala macem. I'm so sorry for making things so unclear, I–”

“Kok malah kamu yang jadi public speaking? Udah ya, gini dulu, diem aja.” balas Haksa sambil mengusap pelan punggung Naya, sesekali juga mengusap kepala Naya dengan sayang.

“Lepasin dong, engap nih aku.” ucap Naya setelah hampir 10 menit mereka berada di posisi yang sama.

“Say you love me first, so I'll let you go hahahaha.”

“I love you, Kakak. I fucking love you, you dumb! Puas kamu?”

“Ouch, my little sunshine is back, kangen dipanggil Kak sama kamu. So, we're clear now?”

“Yep.”

“Be mine, then.”

“Anjir gini banget, Pak, cara nembaknya?”

“Biar kita punya pengalaman kayak lagu yang kisah kasih di sekolah itu loh, Nay.”

“Hadeh-hadeh,”

“Jadi?”

“Well, fineee“

“Ikhlas dong, sayang.”

“Ini ikhlas, sayang. We're dating now, Mr. Haksa. Is that clear enough for you?”

“Ya Allah gue dipanggil sayang,” “Nay, kalo aku pingsan jangan ditolongin ya, kamu gak bakal kuat soalnya.”

“Iya nanti aku seret aja ke UKSnya.”

“Buseeeetttt.”

i

  • POV Haksa

Gue lagi asik sharing dan sesekali nyanyi bareng yang lain, Naya cuma bagian penonton disini but it's okay, I can adoring his pure soul kalo dia lagi diem aja kayak gitu.

Sedikit ngobrol dan akhirnya gue mendapat notifikasi chat dari Dede kembar gue,

“Bro, gue susulin dede gue dulu, katanya udah di depan.” ucap gue lalu berdiri meninggalkan yang lainnya.

“Ikut?” tambah gue, bertanya ke Naya.

“Boleh.”


  • POV Naya

Di depan villa cahayanya mulai meredup jadi wajar kalau apa yang ada di depan mata gak terlihat, termasuk wajah Dede kembarnya Haksa. Gue gak bisa mengenali mukanya karena terlalu gelap so akhirnya gue mikir, ah yaudah lah ya di dalem aja kenalannya.

“Acaranya apaan, A', sekarang?” itu Dedenya Haksa yang tanya.

“Cuma bakaran sama sharing biasa.”

“Oh. Kalo ini? yang katanya cewe lo? Kenalin dong.” ucap Dedenya Haksa lagi, gue yakin dia ngomong itu untuk ditujukan ke gue karena gak ada orang lain selain kami bertiga disitu. Gak munafik, gue malu tapi ya ada senengnya dikit sih, ternyata itu anggepan gue di matanya Haksa.

“Mulut lo lemes banget anjir, Ji.”

Sampailah di dalem villa, di tempat semula kami berkumpul. Akhirnya terang, gue jadi bisa ngobrol-ngobrol sama Dedenya Haksa, awkward bat anjir, batin Gue.

Dan BOOM! Ya Tuhan, kenapa hamba dibuat kaget berkali-kali hari ini? gue rasa gue terlalu banyak ngebatin sedari tadi but that's all I can do. Ternyata Dedenya Haksa itu Zizi....... Zizi temen gue awal masuk SMA, yang sempet berpisah dengan cara yang kurang mengenakkan dan penuh salah paham. Jujur gue kangen banget sama dia, dunia sempit banget?

Waktu mata gue dan Zizi bertabrakan, kami berdua sama terkejutnya. Bedanya, gue terkejut takut dan Zizi kelihatan terkejut seneng.

“LOH NAYA? JADI ELO?” ucap Zizi, jujur gue takut, gue takut dia marah dan makin benci sama gue.

“H-hai, Zi. Long time no see?”

“GILA! Gue kangen banget sama lo. Lo sehat kan? Kok keknya kurusan deh? Duh, asli gue mau hubungin lo tuh juga susah, maafin gue ya?”

“Gue baik, Zizi. Jadi lo dede kembarnya Haksa? Dunia sempit banget gila... Akhirnya gue bisa ketemu lo lagi.” balas Gue.

“Iy-”

“Zi?” sela Haksa.

“Ape lo?”

“Kok bisa kenal? Darimana?”

“Dia yang gue ceritain, elah. Waktu kelas 10.”

Gue bisa lihat perubahan raut wajah Haksa, langsung cemberut dan entah kenapa gue ngerasa ngelempar tatapan marah ke gue.

“Oh, jadi dia?” “Kita pulang sekarang.” tambah Haksa.

Gue langsung kaget dong? Terus nanti gue balik sama siapa? Ini kenapa sih? Banyak banget pertanyaan yang muncul di benak gue.

“Ngaco lo, Sa. Zizi baru nyampe anjing.” sela Reyz.

“Gue bayar villa ini pake uang ye, Pak. Buat dinikmatin.” sahut Venus.

“Sorry, gue gak bisa. Lagian lo pada masih disini, biaya sewanya gak akan kebuang sia-sia,” “Ayo pulang, Zi.” ucap Haksa sambil menarik tangan Zizi.

“Eh, sorry banget ya Aa, Abang, Kak, semuanya, keknya Haksa lagi mulai otaknya. Maaff bangetttt, gue balik duluan.”

Sebelum bener-bener menjauh, gue meraih tangan Haksa,

“Kak, terus aku pulangnya gimana?”

“Lo pikir aja sendiri! Dede gue perasaannya gimana, lo pernah mikir, gak?”

Hah, cuma itu yang ada di benak gue. Haksa bentak gue dan itu serem banget. Gue salah apa? kalopun bener soal masalah yang sama, gue berani sumpah kalo gue gak salah. Kecemasan gue jadi kenyataan, Haksa benci dan ninggalin gue.

yo

p

“How's you day, Devano?”

“So far great, hbu?”

“Kamu selalu bilang kalau hari-hari kamu selalu sempurna, bahagia, dan menyenangkan. Ajari aku gimana caranya menghargai setiap waktu seperti kamu.”

“Amanda, do you know how precious you are?”

“No, I don't. I don't even think that I am precious, even if it's for you.”

“Sst sstt stt. Aku mau kasih tau caranya supaya bisa menghargai setiap waktu yang berjalan,”

“How is it? tell me.”

“Kamu tau kan kalau dalam sehari ada 24 jam, 1440 menit, dan 86.400 detik?”

“Tau.”

“Hargai setiap jam, menit, dan detiknya, Sayang. Meskipun cuma 1 jam pun, 1 menit pun, atau bahkan detik. Kamu gak bisa merasakan bagaimana berharganya setiap waktu yang berjalan karena kamu gak mencoba. Kalau kamu ngerasa sedih di menit pertama gak apa-apa, coba untuk bangkit di menit kedua, begitu seterusnya. Kalau kamu ngerasa hari itu sama sekali gak ada bahagia-bahagianya, share it to me then. Salurkan semua kesedihan kamu ke aku biar aku ganti sama secuil kebahagiaan yang aku dapet dari sepersekian menit dalam hari-hari aku.”

“Maaf ya?” kata Amanda.

“Kenapa maaf?”

“Delapan tahun bersama kita gak menghasilkan apa-apa. Aku tau kamu mau adek bayi, Dev. I'm so sorry that I can't give it to you. Delapan tahun, Dev.” balasnya.

“Kok malah itu bahasnya? Kamu sedih karena ditanya sama Mama lagi? Atau dikata-katain sama orang-orang lagi? Bilang sama aku, Sayang.”

“Enggak Dev,”

“Pretty little liar.”

“Dev...”

“Iya sayang.”

“I love you but if it's for you I had to let you go.”

“I won't loosening the hold of your beautiful hands.”

“Devano, mama minta kamu nikah lagi. She wants it for your happiness...

And I guess I want it too.”

“My happiness is you. How could I live my life if you're gone?”

Amanda beranjak dari dekapan Devano, mencari sebuah kertas kecil yang ia tahu disitu tertera nomor seorang perempuan, yang sempat mencintai Devano dengan amat sangat, kala itu. Ia kembali dan berkata,

“Hubungi nomor ini, Dev, then let me go.”

“I love you, Dev. So much. Let's walk together but in our own ways, and from now on, without holding hands and sharing hugs again.”

Setelah berkata demikian Amanda beranjak dari sofa kesayangannya itu, tempat dimana ia berbagi rasa, cerita, bahkan luka dengan suaminya.

4 years later.

In a diary book :

Pagi, Devano. How's your day? Aku tau jawaban kamu akan selalu sama, “it's great”. Gimana keadaan kamu? It's been 4 years, right? hehe. I wouldn't be the same pretty little liar again for this time, I miss you, Dev.

Aku lihat kamu sudah punya adek bayi ya? She's so beautiful, Dev. Cantik banget, persis Raquita. Aku bisa merasakan bahagia yang terpancar dari dalam mata kamu. I'm so happy to see you smile like that.

Dev, maaf karena sudah mengekang kamu 8 tahun belakangan itu. Maaf karena gak memberi kamu kebahagiaan yang seharusnya kamu dapat sedari dulu. Aku benci sama diri aku sendiri, Dev, aku benci sama keadaan yang memaksa aku untuk melepaskan genggaman kamu. Cuma kamu yang bisa merengkuh semua kekurangan aku dan cuma kamu yang bisa menutup mata dan telinga aku dikala semua orang sibuk mencaci-maki aku.

Tulisan ini adalah tulisan ke 18.600 sekian, Dev. Aku berusaha menghargai seluruh rasa yang ada seperti yang kamu ajari.