Eine Nacht
Hari ini merupakan hari dimana tepat satu tahun Haksa dan Naya merayakan hari jadi hubungan mereka. Hubungan penuh liku, pilu, pun sendu, tapi semua itu tak meruntuhkan dinding pendirian Haksa untuk selalu berdiri di samping Naya dalam keadaan dan situasi apapun. Perbedaan pendapat yang amat sering terjadi justru membuat mereka semakin dekat dan mampu melengkapi kekurangan satu sama lain.
Kling! notifikasi handphone Naya berbunyi, nampaknya itu dari Haksa.
Haksa : Hey sweetie, hyd?
Naya : Great!
Haksa : You must, today is our 365 hihiii
Naya : CORRECT!!
Haksa : Would you like to go on a date?
Naya : Let's just stay at my house, I need a big huggiessss
Haksa : Alright then, c u at 8
- - - - - -
Waktu sudah menunjukkan pukul 8 yang artinya Haksa sudah bersama Naya sekarang, sejujurnya dua sejoli ini kebingungan, orang pacaran yang anniv tuh ngapain sih biasanya?
“Pak Budi pulang kampung, Kak.” itu Naya.
“Oh yaa? good then, aku bisa berduaan sama kamu,” “Wanna do something? Hm?” tambah Haksa.
Naya tak menggubris karena keasikan menyimak film yang sedang tayang, muncullah pikiran iya-iya di benak Haksa, setelah berpikir apa yang akan dilakukannya, Haksa tak lupa menciptakan senyum mirik khas dirinya. Kalau Haksa sudah tersenyum mirik, artinya dunia sedang tak baik-baik saja, okay then kalo kamu mainnya nyuekin aku, let's see what'll happen, kurang lebih seperti itu pemikiran Haksa.
Haksa pun bergerak mendekat ke arah Naya, mulai menyandarkan kepala dan badan berisinya ke tubuh mungil Naya, he wants attention.
“Kak, aduh beraaatttt.” ucap Naya sambil mendorong tubuh Haksa agar menjauh.
Tentu saja ucapannya tak dihiraukan, Haksa justru semakin gencar menempelkan badannya bahkan mulai mengendus tiap inci kulit perempuan mungil di depannya. “Wanna do something?“, ucapnya lagi, kali ini tepat di telinga Naya, tentu saja kali ini lebih seduktif. Tak berhenti di situ, dilanjutkan dengan meniup telinga Naya agar yang ditiup kegelian. “K-kak...”, protes Naya.
“I'm asking you, Sayang. Wanna do something? Ini ketiga kalinya aku tanya loh.” balas Haksa, namun kali ini aksinya lebih gila sehingga membuat Naya berhasil kelimpungan. Haksa mengulum cuping telinga perempuan mungil di depannya, kemudian turun ke bagian ceruk lehernya. Sempat berhenti untuk sekedar menghirup aroma khas Naya, namun akhirnya berlanjut hingga,
“H-haksa, nghh,”, untuk pertama kali dalam sekian tahun Haksa mendengar suara itu.
“Wow, that's pretty, keep sounding like that, Nay.”
“Haksa, kamu nghh-apain, stooopppp geliiii.”
“I wanna make you mine,”
“But I'm already yours, Bear.”
“Aku lagi egois. I want your body, too.” balas Haksa, namun kini tangan kekarnya sudah hilang ditelan hoodie oversize milik Naya, tangan-tangan nakal Haksa sudah tenggelam disana, menjelejahi setiap inci kulit perempuan mungil di depannya.
- - - - - -
“Nghh, Kak,” setelah lenguhan yang entah keberapa, Naya menatap bingung lelaki yang pahanya sedang dibuat pangkuan. Haksa tiba-tiba menghentikan aksinya. “Kenapa berhenti?”
“Did you really wanna do it with me? I'm sorry I loose control, kalo mau berhenti gak apa kok, berhenti aja ya?”
“I don't mind, Sa. As long as if it's with you. Go on, touch me like you just did a few seconds ago.”
“Love you.”
“Love you too, Kaka—nghh, sebenta—aah, tunggu.” Naya belum selesai bicara tapi Haksa lebih dulu beraksi dengan mencium, menghisap, bahkan menggigit area leher Naya, tak lupa mencengkram pinggang ramping perempuannya supaya gerakan yang dibuat Naya tak berlebihan.
“Aku gak bisa sebentar. This is your first time, right?”
“I bet you too.” balas Naya, kali ini dengan wajah sayu yang membuat Haksa semakin ingin meledak dibuatnya.
“Duduk di bawah.” perintah Haksa, sisi gelap Haksa mulai terlihat rupanya jika sedang seperti ini.
“Ouh, that's scary.” balas Naya. Namun, Haksa dikagetkan dengan tingkah bold Naya yang dengan sigap mengelus bagian bawahnya bahkan membuka resleting ripped jeansnya.
“Mmhh—Dek, jangan kebanyakan dielus ntar keenakan.”
Tak ada balasan dari Naya, justru Naya malah membuka seluruh celana Haksa dan melemparkannya ke sembarang arah. “Cutie Little Haksa,” goda Naya sambil mulai mengurut milik Haksa perlahan.
“Mmhh—Nay. Malu nih aku,”
“Aku masukkin boleh gak?”
“Masukkin kemana? Buru-buru banget nanti sakit,”
“Ke sini.” balas Naya sambil menunjuk mulutnya.
“How should you say that in a proper way?”
“Haksa, can I suck you off?”
“Fuck. Yes, anything you want.”
Dengan persetujuan Haksa dan sedikit keberanian yang entah datang darimana, Naya mulai mengulum milik Haksa. Ini kali pertamanya tapi terlihat seperti ia menguasai semuanya, Haksa dibuat keenakan hanya dengan kuluman ringan. “Enak gak? Maaf ya kalo kena gigi, aku gak tau caranya.” “Nooo don't be sorry. Enak banget Nay. Anget—aahh kena gigi kamu.”
“Aku pengen keluar, Nay, minggir, lepas lepas lepas,” ucap Haksa tersengal-sengal namun tak mendapat balasan dari perempuannya. “Nay! Aaahhhh, jangan ditelen!”
“Hehe, kena sedikit, nih sisanya blehh. Kamu kebanyakan nyebat, Kak, kurang-kurangin deh, rasanya aneh tauu.”
“Aku juga mau enakin kamu. Strip, baby.”
“Malu, kamu aja yang lepasin.”
“Berlagak malu, tadi ngemutnya gak pake permisi padahal.”
“DIEM DEH.”
Naya kembali duduk di pangkuan Haksa setelah berkata demikian. Setelah melepas semua pakaian Naya hingga tersisa dalaman saja, Haksa kebingungan, “Enaknya dari atas apa langsung bawah, Dek?”
“Terserah, dua-duanya langsung juga gapapa.”
“Buset, kotor banget mulutnya. Sini kith dulu.”
Ciuman yang awalnya biasa saja, kini berubah menjadi lebih menuntut. Haksa terus menekan tengkuk perempuan mungil di pangkuannya, tak ingin dilepas seakan tak ada hari esok. Jelas kalau Naya sedang memukul dada Haksa sekarang, ia kehabisan oksigen, Haksa sungguh liar kalau dihadapkan dengan yang seperti ini.
“Haahhh.. Lama banget, Kak, aku gak bisa nafas.” ucap Naya setelah tautan bibir keduanya terlepas.
“Dari awal gak ada main bibir soalnya.”
“Buruan kalo mau anu, keburu aku berubah pikiran.”
“Ini pengait branya dimana sih? Gak ketemu, Nay. Lepas sendiri, ya.” ucap Haksa kemudian tangannya mulai menyentuh daerah miss v milik Naya, jemari panjangnya mulai menggoda di bawah sana.
“Widih udah basah banget nih keknya?”
“Stop teasing and just fu—ahhh! Haksa, nghhh.”
Suara favorit Haksa terdengar lagi. Bagaimana tidak? Ucapan Naya selalu disela dengan perbuatan iya-iya yang Haksa lakukan. Naya masih sealed tapi dengan entengnya Haksa memasukkan jari tengah miliknya ke entrance-hole Naya, siapa yang tidak bergelinjang?
“Kak.. Aahh, ssakit, p-pelan pelan please please..”
“Sorry baby,” “What about this? Biar sakitnya jadi netral.” This yang dimaksud Haksa adalah mengulum puting kemerahan milik Naya. Menetralkan sih iya, tapi Naya benar-benar ingin meledak sekarang, apa-apaan ini double pleasure?. Naya pusing dibuatnya, Haksa kelihatan 1000% lebih sexy karena kegiatan fingering sekaligus drinkingnya yang liar.
“K-kak nghhh, satu-satu ah shit. Enak banget!”
“Biar tambah enak aku tambahin ya, Sayang.” balas Haksa sambil memasukkan satu jari lagi ke entrance-hole milik Naya.
“Aaahhhh.”
“Keep moaning like that.”
“S-stop stop, mau keluarhh ahh.”
Namun Haksa dengan cepat mengeluarkan dua jarinya dari dalam sana, “Jangan keluar sekarang, tunggu aku.”
“NYEBELIN AH.”
Sekarang posisi keduanya tengah berbaring, tentu saja Haksa di atas sedang mengukung tubuh mungil Naya sambil mempersiapkan kepunyaannya, ia akan meng-unboxing Nayanika Adriana malam ini.
“Cari apa lagi, Haksa?”
“Kondom.”
“Gak usah pake, aku lagi gak masa subur.”
“Oh? For real? Beneran gak apa-apa?”
“Eum, hurry uppp.”
“Yaudah, aku masukkin ya. Kalo sakit jambak rambut aku aja.” ucap Haksa mempersiapkan miliknya, siap menerobos milik Naya.
“Aah, Kakak. Sakittt.”
“Sstt, sorry-sorry. Jambak rambut aku.” ucap Haksa menenangkan, ia mengarahkan tangan Naya ke kepalanya supaya Naya menjambaknya saja saat kesakitan.
“Kaakk..” lirih Naya, suaranya gemetar. Ternyata sakitnya luar biasa.
“Berhenti aja ya? Aku gak tega, Nay.”
“NO. Gerak sekarang, we already this far.”
Haksa mulai menggerakkan miliknya perlahan di bawah sana, Haksa menggerakkan dengan sangaatt hati-hati, dimaju-mundurkan perlahan. They do it raw, so Haksa sekalian nunggu berubah jadi licin-licin sendiri.
“Fasterhh.” perintah Naya, namun kali ini lenguhan yang menjadi favorit Haksa tak terdengar, Naya sedang menggigit bibirnya guna menahan rasa sakitnya.
“Jangan ditahan atau makin aku kencengin.”
“K-kak, sakitt.”
“Itu bukan moaning.” Sembari mengucapkan itu, Haksa mempercepat temponya cukup liar, membuat tubuh Naya semakin bergelinjang karena gejolaknya.
“Nghh, i-iya iya ini moa—aah, moaning. Mmhh mmhh mhhh.”
“Mmhh Dekkk, fuck! Sempit bangett.”
Keduanya semakin gencar bergerak bertubrukan ingin menghampiri putih bersama, “Aku mau keluar aahh,” ucap Haksa sambil mengarahkan miliknya keluar dari milik Naya. “Ngapain dikeluarin? Di dalem aja, dibilangin aku lagi gak masa subur, it's okay.”
“Yaudah nih,” kata Haksa kembali memasukkan miliknya dan menyemburkan putihnya di dalam Naya, “Aaaahhh Nay, enak banget.”
“Anget. Geliiii.”
“Enak banget sih kamu? Sumpah, pengen aku anu lagi rasanya.”
“Noooo. Badan aku sakit semua ih, Kak.”
“Bercanda sayang, sini peluk.” balas Haksa sambil mendekatkan tubuh keduanya, mendekap Naya dalam, “Makasih udah percaya sama aku, jangan tinggalin aku ya, Nay.” katanya.
“I will never, Sayanggg.”
— Fin.
Anyway, SELAMAT SATU BULAN ANTARIKSA!!!!!🥳🥳🥳🥳