End?
Bruaakkk!
Bisa dilihat Jav dan Ansel berjalan semakin dekat. Para pesuruh orang yang bernama Bryan itu sudah siap dengan menodongkan pistol ke arah dua pemuda itu.
“Turunin pistol, gue Ansel, dasar pesuruh bodoh” sela Ansel.
“Akhirnya datang juga kamu Ansel Pradigta, anak gak tau terimakasih.
Sudah papa bilang jangan macam-macam di belakang papa. Kamu kira papa gak tau kamu berbuat apa aja selama ini?” sahut Bryan.
“Papa gue udah mati” balas Ansel dingin.
Pesuruh Bryan kembali menodongkan pistol ke arah Ansel.
“Sekali lagi gue beri peringatan. Kalian berani tarik pelatuk itu, kalian tau akibatnya” tegas Ansel.
Di sisi lain, Javiero yang pengen banget menghampiri Jibran seakan tertahan dan membatu di tempatnya berpijak sekarang. Jibran lagi diambang kematian dan Javiero merasa gak berguna sekarang. Dek, lo adek gue jadi lo harus kuat, batin Jav sambil melakukan kontak mata dengan Jibran sebagai isyarat.
Selang beberapa menit saja tiba-tiba adegan dramatis ini terinterupsi,
“Cukup Bryan” muncul satu suara berbeda yang terdengar dari arah pintu gudang. Lelaki dengan tubuh cukup tinggi dengan setelan classic layaknya seorang Ayah anak dua.
Waktu cahaya memperlihatkan keberadaan orang itu, ternyata benar saja, orang itu adalah Ayah. Ayah Tito.
“Ayah? kok...” sela Jav.
Jibran dan Ansel masih melongo.
Atmosfir semakin panas dan menegangkan semenjak Tito datang.
“Nanti ayah jelaskan..” jawabnya.
“Lo kok bisa ngomong? gue kurang nyiksanya waktu itu? masih gak kapok ya?” balas Bryan.
“Gak akan saya kapok menghadapi sampah yang bahkan di daur ulang saja gak bisa, kayak kamu,
Oh iya, bahkan rencana saya apa saja gak ketebak ya sama otak udang kamu itu? Oh iya, karena saya masih punya rasa simpati jadi saya merasa sangat iba terhadap kamu sekarang”
“Sialan! Lo kalo berani panggil polisi anak kesayangan lo ini gue tembak”
“Sorry. Terlambat sih kamu bilangnya”
Dor! Suara tembakan ke arah langit yang dikeluarkan oleh salah satu polisi yang dibawa Tito.
Dor! Suara tembakan lagi, kali ini ke arah Bryan, ditembakkan pistol itu ke arah kakinya sehingga ia tak bisa kabur, begitu juga dengan pesuruh-pesuruhnya.
Namun, sepertinya semesta tidak sepenuhnya berpihak pada keluarga Tito. Sebelum Bryan kena tembak di kakinya, ia sudah lebih dulu menembak lengan kanan Jibran.