Too perfect to be true.
“Hey.” sapa Lavender dari belakang saat ia sampai di tempat Kei menunggu.
“Udaaahh?” tanya Kei dengan tingkah gemasnya, seperti biasa.
Lavender menukik senyumnya kemudian mengangguk.
“Ayo, masuk. Panas bangeet, nanti kamu menciut lagi.” ledek Lavender.
“Dih, gue gigit juga luuu!”
“Waduh, khodamnya keluar.” ledek Lavender lagi, kini ia langsung masuk ke mobil tanpa menunggu Kei. Dasar penggoda.
Saat sudah keluar dari sekolah, Lavender memberanikan diri untuk membicarakan yang sempat tertunda tadi pagi.
“Cantik,” panggilnya.
“Hmm?”
“Cantiiik?”
“Apaaa?”
“Kei Cantiiik?”
“Apaaaa, Sayang?”
Lavender tersenyum lebar, “Gitu dong dari tadi.” katanya.
“Apa? Mau ngomong apa?”
“Soal yang tadi pagi..”
“Iya, kenapa yang tadi pagi?”
“Yang aku gak jadi ngobrol itu loh, gara-gara aku dipanggil Coach.”
“Soal kamu yang adik tirinya Dave?”
Balasan Kei itu membuat Lavender terbelalak. Dari mana dia tau, kan belum sempat ngobrol?
“C-Can?” panggil Lavender terbata. Sebetulnya ia hanya takut jika Kei kecewa padanya. Mau bagaimanapun, harusnya ia beri tahu Kei soal ini.
“Iya. Aku dikasih tau Dave tadi. Pas banget waktu kamu ngechat bilang maaf gak jadi ngobrol, itu.” jawab Kei santai.
“Kamu.. gak marah?”
“Kamu mau aku marah?”
“Enggak!” Lavender menggelengkan kepalanya kuat.
“Ngapain juga aku marah, Ven. Yaudah, sih, kalo emang kalian sodaraan. Aku harus gimana? Takdirnya harus aku ubah gitu biar kalian gak sodaraan? Gak bisa, kan?”
“Gak ada yang harus dipermasalahin juga.” tambah Kei.
“Ven? Kok diem?” panggil Kei saat tak kunjung mendapati respon dari Lavender.
“Aku lagi speechless...”
Kei tertawa, “Kenapa coba?” tanyanya. “Aku ngerasa bersalah, tau. Aku kira kamu bakal marah besar sama aku. Hal kaya gini juga harusnya kamu tahu, kan?”
Kei lagi-lagi tertawa, “Gak ada yang salah, Sayang. Ngapain juga aku marah BESAR?” ucapnya sambil menunjukkan gestur kata besar dengan tangannya.
“Aku keduluan Dave ya berarti?” tanya Lavender kelewat polos.
“Aku minta maaf, ya?”
“Loh, kok malah kamu yang minta maaf?” Lavender panik.
“Ya... soalnya aku tau duluan, padahal kan aku lagi nunggu penjelasan dari kamu. Kamu juga udah niat mau ngasih tau aku.”
“Aku boleh cium, gak?” tanya Lavender gamblang. Kei kemudian mengangguk.
Cup
Lavender layangkan kecup kilat. Mengingat ia sedang menyetir.
“Everything will always be okay, Cantik. As long as you're here with me. Aku bangga punya kamu. Kamu lebih dari sekedar pengertian, kamu selalu ngasih tau aku apapun, sekecil apapun itu halnya, bikin aku tenang banget. Makasih, ya?”
Tangan Kei dibawa Lavender untuk ia kecupi berkali-kali.
“Makasih kembali, Lavender. Selama sama kamu juga aku selalu tenang, there's nothing to worry about.”
“Jangan diciumin mulu tangannya aku. Fokus ke jalan, ih sumpah ya!” tukas Kei. Atmosfer yang awalnya romantis seketika seperti berubah 360°.
Aah, memang hubungan anak muda ada-ada saja riak gelombangnya. Kei si paling bisa mengerti memang cocok dipadu-padankan dengan Lavender si paling penjaga perasaan.