Sprint #2

Bruk!

Antara daksa dengan daksa, dada dengan dada, dan nafas dengan nafas yang bertabrakan.

Farrel merengkuh Heaven erat bagai bumi direngkuh matahari pagi.

Hangat.

“Augie,” panggil Heaven dalam dekap itu.

Masih berusaha menetralkan nafasnya.

“Augie, maaf.” katanya lagi.

Let's relaxing our breath first, Baby.

Panggilan sayang pertama yang muncul langsung dari ranum tipis milik Farrel.

Belum ada percakapan di antara keduanya. Heaven nyaman, dekapan dipererat sambil menumpukan dagu di pundak lebar Farrel—sedangkan Farrel balas dengan usapan menenangkan di punggung mungil Heaven.

I'm here.” ucap Farrel.

“Gue rasa love is blind itu bener. Gue punya kendaraan di rumah, tapi kenapa dengan bodohnya gue kesini cuma dengan dua kaki gue. Gue lari secepet mungkin.”

I really do love you, Heaven Pratama.” tambahnya.

Mendengar penuturan Farrel, Heaven memberanikan diri menghirup wewangian yang menguar di ceruk leher Farrel. Bingung harus menyalurkan rasanya seperti apa.

I'm sorry for making you wait for too long. I do love you too, Farrel Augie.” balasnya sambil kembali mengeratkan dekapannya.

“Nama gue Farrelino Dirgantara, by the way.”

“Lu jangan merusak momen ini, please?” sela Heaven.

“Lo mau tau satu hal lain gak?” tanya Farrel sambil melonggarkan dekapnya, kini mengarahkan kepala Heaven agar menatap matanya.

“Mau.”

Farrel menghela nafas sebentar.

“Dapetin lo, gue bener-bener ngerasa dibawa lari sprint setiap hari. Selalu ada oksigen yang gue hirup dan karbondioksida yang gue buang. Selalu ada rintangan dan perlakuan manis yang gue terima. Nafas gue selalu berderu, seakan-akan melaju sekencang mungkin. Dan mencintai lo.. bikin gue terbiasa, bikin gue gak perlu mengeluh kelelahan lagi meskipun habis lari sprint 1000 meter pun. Makasih ya?” ucapnya.

Do I deserve you, Gie?” tanya Heaven, matanya berkaca.

You do, Baby.” balasnya sambil perlahan membawa kepala Heaven untuk mendekat.

Mengecup keningnya lembut, menyalurkan cinta yang belum sempat tersampaikan sejak 3 tahun yang lalu.

“Makasih udah nungguin gue sampe segini lamanya. Gue cuma takut buat jatuh cinta lagi.

Gue gak mau jadi kaya Ibu. Ibu jadi temperamen semenjak ditinggal Ayah selingkuh. Ibu jadi jarang ngurusin anak-anaknya, suka marah sama masalah yang bisa diselesaiin dalam waktu 5 menit pun, suka menuntut lebih yang menurut gue di luar kapasitas gue dan adek-adek gue.

Gue gak mau kaya gitu. Kaya yang lu bilang, ada banyak jiwa yang lagi menyandarkan hidupnya di pundak gue dan gue gak mau mereka kehilangan pundak gue ketika gue udah kenal sama cinta dan segala kesakitan di dalemnya. Maaf.” ucap Heaven.

“Sekarang udah mau jatuh cinta berarti?” tanya Farrel.

“Butuh waktu satu tahun juga untuk meyakinkan perasaan gue dan akhirnya gue ngerti kalo as long as it's you, I'll do anything. Gue terlanjur cinta.” balasnya sambil tersenyum.

“Makasih udah percaya sama gue. Gue bantu perbaiki apa yang berpindah dari tempatnya dalem diri lo mulai sekarang ya?”

Heaven mengusap wajah Farrel yang sedikit kusam dengan ibu jarinya.

“Kalo bisa selamanya ya?” tanya sekaligus pinta Heaven layangkan.

Will do. Asal sama lo.”

“Peluk lagi?” tanya Farrel.

Heaven mengangguk kemudian kembali jatuh pada hangatnya pesona dekap seorang Farrelino Dirgantara.

Nyatanya keduanya sama-sama jatuh cinta pada pandangan pertama. Hanya saja waktunya yang kurang tepat. Heaven hampir sungguh, tapi Farrel sempat melangkah menjauh. Beruntung keduanya mampu lawan ego yang menggebu, sehingga tak ada yang merasakan cinta gagal bersatu.