Sama-sama Manusia Biasa
Kei menghela nafas saat mendengar bel istirahat kedua berbunyi. Selama pelajaran, ia dan Lavender tak bertegur sapa sama sekali. Padahal mereka satu kelas tapi untuk mengajak ke kantin saat istirahat kedua saja Lavender lebih memilih gunakan aplikasi pesan dari pada bicara langsung dengan yang bersangkutan.
Dapat Kei lihat Lavender keluar lebih dulu—dengan wajah datarnya yang super menyeramkan. Membuat bulu kuduk Kei berdiri karena memikirkan apa yang akan Lavender lakukan padanya di kantin. Kei takut.
Ternyata kantin di jam istirahat kedua ini sepi sekali. Semesta seperti tahu kalau Kei dan Lavender sedang tak baik-baik saja. Kei pun berjalan ke arah Lavender yang kini tengah duduk di bangku panjang favoritnya. Jantung Kei rasanya seperti berlomba karena saking cepatnya berdetak.
“Ka-kapten..” cicitnya pelaaan sekali.
Lavender pun mendongak, mendapati pujaan hatinya tengah gugup—terlihat dari gelagatnya, Kei sedikit bergetar sekarang. Membuat Lavender tak tega, hatinya ikut hancur melihat Kei-nya seperti ini.
“Duduk.” ucap Lavender. Apa yang keluar dari mulut Lavender bagaikan perintah yang harus ditaati, Kei langsung duduk dalam hitungan detik.
“Aku minta maaf..” yang Kei ucapkan. Ia tak tahu harus ucapkan apa selain maaf, maaf, dan maaf. Semua memang salahnya. Salahnya karena tak cermat, salahnya karena meremehkan hal seperti ini, dan salahnya karena membuat Lavender hampir hilang percaya padanya.
Alih-alih menjawab, Lavender malah menyodorkan Tupperware berwarna hijau. Lengkap dengan tas juga sendok garpu di dalamnya. “Makan dulu.” katanya kemudian.
“B-buat kamu aja. Aku ud—”
“Makan, Keith. Kamu belum makan, aku tau.” sela Lavender bagai sihir bagi Kei. Lagi-lagi Kei menuruti semua yang Lavender katakan. Ia pun membuka Tupperware itu kemudian melahap makanan yang ada di dalamnya sedikit demi sedikit.
“Itu, dari Bunda.” ucap Lavender. Pandangannya acuh, melihat ke arah yang lain. Kei sedih melihat Lavender jadi seperti ini karena dirinya.
Pada suapannya yang ke sekian ini, Kei terisak pelan. Makanan yang seharusnya terasa nikmat, rasanya hambar. Semuanya terasa hambar karena Lavender marah padanya. Indra perasa memang tak bisa dibohongi. Sendok berisi nasi dan lauk yang siap dimasukkan ke mulut pun tertahan, mengambang pada pegangan tangan Kei begitu saja.
Lavender sontak menolehkan kepalanya saat mendengar isakan itu. Ia kira ia salah dengar, tapi betapa terkejutnya ia saat melihat si cantiknya tengah mengunyah sambil menangis. Hati Lavender mencelos. Bodoh, bodoh sekali, ia biarkan kesayangannya menangis.
Lavender pejamkan matanya sebentar. Menetralkan emosinya yang hampir menerobos ambang kemarahan.
Hiks
Hiks
Isakan Kei terdengar semakin jelas.
“Hey..” panggil Lavender sambil berpindah posisi tepat ke sebelah Kei.
“Sayang, jangan nangis.” pinta Lavender sambil mengenggam tangan Kei yang bebas.
“A-aku minta maaf. Aku tau—hiks—aku salah, tapi lihat—hiks—kamu acuh ke aku kaya gini bikin aku—hiks—sakit hati sendiri. Maaf, aku egois—hiks—kekanakan juga.”
“Sayang, udah ya? Aku gak bisa peluk kamu soalnya ini masih di sekolah. Kalo kamu nangis terus kaya gini, hati aku yang sakit, Sayang. Maaf, aku minta maaf.” balas Lavender, malah balik ucapkan maaf.
Kei menggelengkan kepalanya.
“Kamu gak salah, Kei. Aku yang salah, aku yang salah karena marah-marah ke kamu. Hal yang wajar buat manusia lupa sama sesuatu, hal yang wajar juga kalo misal kamu gak hafal yang mana aku yang mana Raven. It's okay, Sayang. Bukan salah kamu.” ucap Lavender sebisa mungkin menenangkan Kei.
“Eung?” Kei mendongak, memasang wajah bingung dengan bibirnya yang masih mencebik lucu.
“Dihabisin ya, Sayang, makanannya? Itu Bunda yang masak. Gak usah mikirin aku marah atau gak karena sebenernya aku gak bakalan bisa marah sama kamu. Aku minta maaf karena udah kasar ke kamu.”
“Sebenernya aku cemburu.” tambah Lavender dengan suaranya yang teramat kecil.
Kei reflek menolehkan kepalanya ke arah Lavender.
“Beneran???” tanya Kei antusias. Wajahnya tak lagi murung, tapi sisa air matanya masih membekas di pipi gembilnya.
“Apa?” ucap Lavender pura-pura tak tahu.
“Kamu cemburu?”
“Laveeenn,”
“Kapteeen, ih! Jawaabb.” panggil Kei yang kedua kali, sambil menggoyang-goyangkan bahu Lavender.
“Laven—”
“Iya, cemburu. Puas?” sela Lavender, membuat Kei tersenyum puas.
Kei kemudian menatap Lavender, “Aku sayangnya cuma sama kamu. Ravender ya Ravender, kamu ya kamu, dan aku maunya cuma kamu. Lavender Chantiagio, aku maunya dia. Bukan yang lain. Jadi, jangan khawatir kalo aku aneh-aneh, ya?” katanya.
Lavender kemudian mengangguk.
Kei menyodorkan jari kelingkingnya, “Pinky promise?” ucapnya dengan nada menggemaskan. Lavender pun tautkan kelingkingnya dengan milik Kei. “Baikan?” tanyanya. “Baikan!” balas Kei kemudian Lavender mengusak rambutnya.
Tenang, Lavender. Kei cuma punyamu. Hal-hal seperti ini tolong dijadikan pengalaman saja, Kei cuma manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan dan kamu juga manusia biasa yang harus bisa memaafkan kesalahannya itu.