Safe, Warm

This gonna be a long long narration, hope you enjoy ya..

Haksa dan Naya sedang dalam perjalanan menuju puncak sekarang. Hening yang menyelimuti situasi, sesekali terputar lagu-lagu indie. Playlist Naya mengalami perubahan dan seseorang di sebelahnya nampaknya peka akan hal itu.

Kebetulan, hp Haksa sedang dicharge dengan posisi layar menghadap ke depan yang dimana notifikasi dapat terbaca dengan mudah. Saat hendak mengganti lagu, Naya tak sengaja membaca pesan yang mengambang di lockscreen hp Haksa, dari sang bunda rupanya.

“Sa, Tante Ayu ada imess kamu tuh,” ucapnya.

“Biarin,”

“Kok biarin? Minggir dulu aja yuk, bales dulu,”

“Males, Nay,”

“Sa...”

Fine, okay okay aku bales.”

“Maaf,” sela Naya di tengah suara rutukan keyboard Haksa saat membalas pesan dari sang bunda.

“Bentar, Sayang, aku selesaiin ini dulu.” jawabnya sambil masih fokus mengetik.

Oh nooo, jangan Haksa, Naya jangan dipanggil sayang. Lihat deh mukanya udah berubah jadi lobster rebus sekarang. Haksa salah ngomong ya? Ayo sadar, Sa, keburu Naya mateng duluan.

“H-hah? Oh iya,” balas Naya terbata.

“Udah. Gimana-gimana?”

“Maaffff,”

“Maaf kenapa?”

“Aku salah lagi ya?” “Maaf ya. Kita bisa pulang aja kok sebelum makin jauh.”

Namun sebelum Naya selesai bicara, Haksa justru kembali melajukan mobilnya, bergerak lebih jauh tanpa menghiraukan pinta dari perempuan mungil di sampingnya.

“Sa, kok tetep jalan sih?”

We're gonna talk about this later, Nay. Okay? Now lemme drive safe first. Bobo aja dulu kalo ngantuk, kalo mau nyemil itu di jok belakang ada banyak jajan sama susu ultra cokelat.” ucapnya sambil mengusak ringan pucuk kepala Naya.

“Aku bukan bocah sd, gak minum ultra.”

“Heleh, masaaaa. Aku beli 6 cuma buat kamu, mau dibuang aja?”

“JANGANNNN!”


Setelah sampai di lokasi, Haksa dan Naya langsung menyusuri tempat itu. Di satu sisi, Naya menengok ke kanan dan kiri, sedang mengagumi suasana di lokasi. Di sisi lain, Haksa mencari tempat yang cocok untuk dipakai duduk, bersandar, berteduh, sekaligus berbincang dengan tenang.

“Nay, sini,” pinta Haksa setelah menemukan spot yang nyaman; di bawah pepohonan, di pinggiran jembatan.

“Ih adem, Sa, disini. Enak deh,” “Ini kamu mau berdiri aja?” “Aku duduk deh,” “Eh gak jadi, gak enak,” “Ini kok bisa ada ininya ya, Sa?” “Ih kok diem aja??? Ngapain liatin aku kayak gitu?”

“Udah belum?”

“Ya aku nungguin kamu. Kamu nyuruh sini sini tapi kamunya diem aja,” masih sambil celingukan, namun akhirnya Naya fokus pada satu arah.

Haksa menggenggam tangan Naya dan berucap, “Hey, look at me.”

Naya memiringkan kepalanya, mengisyaratkan “Apa?” pada Haksa.

You know that I love you, right?“, dibalas anggukan. “You know that you mean so much to me?“, anggukan lagi.

“Hari ini aku kabur dari rumah, harusnya hari ini Ibun minta aku cari engagement ring buat pertunangan aku sama si itu,”

“Tuh kan, yuk pula—”

“Aku belum selesai ngomong, Naya.”

“Maaf,”

“Aku terimakasih banget sama Zizi karena dia ngasih tau ke aku kalo kamu bakal ke Surabaya hari ini. Jangan marah ya sama Zizi?”

“Dia sebenernya gak enak sama kamu karena dia malah bongkar privacy kamu ke aku yang posisinya kita udah gak ada apa-apa dan aku gak seharusnya disini sama kamu sekarang,”

“Nay, kamu harus tau, sejujurnya semesta itu mendukung. Cuma orang-orang yang gak paham apa arti bahagia aja yang terus-terusan mengukung. I believed in destiny, Nay, makannya I'll never give up on you, on us. Maaf kalo aku selalu bikin kamu sakit hati, maaf kalo aku selalu membuat luka baru meskipun sebenernya aku juga jadi penyembuh luka lama kamu, maaf juga karena gak pernah bisa jagain kamu dari perlakuan-perlakuan Ibun.”

“Nay, 3x ya kita berusaha dipisahin sama Ibun? Tapi aku cuma mampu bertahan 2x,”

I know, Sa. That's why it'll be better if there's no US again. It'll be better if we're end up.”

“Belum selesai ngomong, Sayang,”

“Panjang banget buset dah?”

“Nay, lagi serius,”

“Iya maaf-maaf,”

“Aku cuma mampu bertahan 2x karena sisanya aku pake buat perjuangin kita. Aku milih buat terus pegang tangan kamu, aku milih buat terus tatap nayanika di depan aku, dan aku milih buat percaya sama perasaan aku.”

Hening... “Udah?” tanya Naya.

Will you just stay with me, Nay?”

I will, Sa,” “Tapi aku terlalu takut buat nerima semuanya lagi. Aku takut yang udah aku lupain malah berusaha menyusup dan balik lagi. Aku lemah, Sa,” “Sa, yang kemarin itu aku anggep sebagai kesakitan yang paling sakit setelah kehilangan Papa. Aku takut kalo harus balik lagi, Sa.” ucapnya.

Setelah Naya mengutarakan itu, Haksa dengan cepat merengkuh tubuh yang sudah setengah rapuh itu. Mendekapnya tanpa dibatasi jarak barang satu jengkal saja. Dengan sekuat tenaga menyalurkan rasa tenang dan seakan-akan menyapu bersih kesedihan yang menyelaksa di dalam perempuannya.

“Kamu tau gak rasanya dipaksa keluar setelah ketemu tempat berteduh dan bersandar yang setelah beberapa tahun menghilang? Padahal itu satu-satunya penopang kamu biar kamu bisa terus jalanin hidup kamu?” tambah Naya.

“Kamu sehancur itu?”

“Aku gak tau betul rasanya gimana, Sa. Cuma hampa yang kerasa.”

“Aku bisa isi kehampaan kamu,”

“Iya kamu bisa, Sa, memang. Tapi lingkungan dan semesta kamu menolak.”

“Aku gak peduli, mereka bisa nolak berarti aku juga bisa berontak.”

“Sa, jangan jadi anak durhaka cuma gara-gara kamu perjuangin aku. I am nobody, I don't deserves you.”

You're the most precious somebody I've ever met.”

“Gimana caranya kita balik?” tanya Naya.

“Aku juga gak tau. Yang aku bisa cuma nunjukkin ke Ibun kalo kamu pantes buat aku.”

That's not enough, Sa. Far from enough.”

“Nanti, Nay. Semua bakal ada masanya.”

TBC LAGI GENK HAHAHA MMF YA UDAH MAU END SOALNYA