Lavender, Si “Tak Biasa”
cw // kiss
Sesaat setelah Lavender dan Kei sampai di sekolah, Kei dengan sabar menunggu hingga tim basket Lavender menaiki bis yang akan mereka gunakan untuk ke tempat tujuan turnamen.
Setiap beberapa menit, Kei selalu bertanya tentang keadaan Lavender, obat-obatan yang harus Lavender bawa, dan tentang barang-barang yang tak boleh ketinggalan selama Lavender berada dalam perjalanan turnamen. Lavender tentu tak henti mengulas senyum diperhatikan seperti itu oleh si pujaan hati.
“Lo kaya Bunda, deh. Cerewet.” ucap Lavender sambil mencubit pipi Kei gemas.
“Aduuhhh!” protes Kei sambil menjauhkan wajahnya membuat cubitan Lavender terlepas. “Asal lu tau. Ini bukan cerewet..” “Tapi sayang dan perhatian?” sela Lavender membuat Kei memutar bola matanya ke atas. “Yaaa.. gitu?” sahut Kei. “Lu jangan sekali-kali nganggep Bunda lu cerewet, ya! Itu beliau perhatian soalnya, gak mau lu kenapa-napa.” tambahnya kemudian Lavender balas dengan gestur hormat sebagai maksud jika ia paham.
“Jam berapa, deh, berangkatnya?” tanya Kei setelah melihat teman-teman tim Lavender mulai ramai berjalan ke arah titik kumpul.
“Habis gini, kayanya.” kemudian Kei mengangguk.
“Terus, yang maksud lu pembuktian apa?” tanya Kei lagi, namun yang ini sedikit mengecewakan karena pertanyaannya bertepatan dengan Lavender yang tiba-tiba dipanggil, ia diminta berkumpul untuk briefing oleh Coach-nya.
“Coach!”
“Bentar, ya!”
“Lavender ke kelas dulu! Bentaarrrr!”
Teriak Lavender sambil menelungkupkan kedua tangannya di sebelah kanan dan kiri mulutnya. Kemudian ia izin pada Kei juga untuk pergi ke kelas sebentar. “Bentar, ya, Cantik.” ucapnya kemudian berlari kecil meninggalkan Kei. “Jangan kemana-mana.” pinta Lavender saat ia menolehkan kepalanya ke belakang, kemudian lanjut berlari kecil menuju arah kelasnya. Kelas Kei juga.
Tak sampai 10 menit, Lavender kembali dengan 2 orang di belakangnya—orang yang Kei tidak tahu siapa. Kei juga dapat melihat dengan jelas bahwa Lavender membawa banyak sekali barang-barang di pelukannya.
“Apaan, nih?” tanya Kei kelewat polos. Sungguh ia tak tahu harus merespon apa.
Setelah itu, teman yang dibawa Lavender pun satu persatu memberikan bawaan mereka pada Kei.
“Nama gue Riga. Gak penting, sih. Tapi semoga langgeng, ya, sama Gio.” ucap salah satu pemuda yang kini tengah berada di hadapan Kei, memberikan satu buket bunga matahari.
Kei bingung seribu persen, kemudian “Laven?” yang keluar dari mulutnya. Menuntut penjelasan yang sejelas-jelasnya dari Lavender, tentang apa maksud dari semua ini.
“Terima dulu aja, ya?” pinta Lavender dengan nada terburu-buru, karena ia sudah ditunggu oleh sang Coach di titik kumpul. Akhirnya Kei pun menerima buket bunga yang dibawa Riga. Kemudian, tak sampai satu menit berlalu. Teman Lavender yang satunya berdiri di hadapan Kei juga.
“Yoel.” katanya cuek kemudian langsung memberikan satu buket berisi cokelat. Kali ini, Kei sampai melongo dibuatnya. Buketnya memiliki ukuran yang sangat besar.
“Sa-salam kenal. Gue Keith, panggil Kei aja gak papa.” sahut Kei, melirik dua orang yang baru saja memperkenalkan diri, kemudian menerima buket yang dibawa oleh Yoel. “Makasih, Yoel. Makasih, Riga.” tambahnya.
“LAVENDER!” “YOEL!” “AURIGA!” panggil si Coach membuat ketiga pemuda itu sedikit gelagapan karena diburu waktu. Karena merasa urusannya sudah selesai, Yoel dan Riga beranjak dari sana lebih dulu.
Kini tersisa Lavender dan Kei saja. Lavender dapat melihat raut wajah Kei yang dipenuhi dengan kebingungan. “Apa ini maksudnya?” tanya Kei kemudian.
Lavender kemudian mendekat, mengusak rambut Kei sambil menatapnya dengan perasaan berbunga-bunga. “Diterima, ya? Mungkin gak seberapa dan gak seromantis yang lain, tapi gue harap pembuktian di dalemnya bisa bikin lo semakin sadar kalo gue bakal selalu di sini, di samping lo..” ucap Lavender sambil mengusap lembut pipi gembil Kei. “..Maaf juga kalo terkesan terlalu buru-buru. Bukannya gue gak bisa ngikutin alur lo, tapi gue rasa waktu yang paling tepat buat ngebuktiin semuanya itu ketika gue bisa berbuat secepat yang gue bisa. Perasaannya udah ada, tinggal pembuktiannya aja yang lagi nunggu gilirannya dan gue rasa sekarang waktunya.” tambah Lavender.
Kei bingung setengah mati. Kei mungkin tahu soal “pembuktian” apa yang Lavender maksud, tapi Kei tak tahu bagaimana untuk menanggapi kejadian yang sangat tiba-tiba ini. Ia sedikit takut mengambil langkah karena tak mau membuat siapapun kecewa, termasuk dirinya sendiri.
“Lavender..” panggil Kei pelan.
“Cantik,” “Gue berangkat dulu, ya?” “Lo bisa lihat gue duduk di kursi paling belakang, nanti gue dadah dadah ke lo. Oke, ya?” ucap Lavender tanpa jeda.
Kei mau tak mau pun mengangguk, membiarkan semuanya mengalir begitu saja. Berusaha meyakinkan dirinya bahwa semua pasti baik-baik saja.
“Laven,” panggil Kei lagi, membuat langkah Lavender berhenti. “Hmm?” sahutnya.
Cup
Kei mengecup pipi Lavender kemudian tersenyum malu, “Semangat, Kapten.” katanya kemudian mengusap lengan kekar Lavender dengan penuh percaya diri.
Lavender terhuyung, “EHHH!” Kei kaget. “Jangan pingsan dulu, belum mulai turnamennya!” ucapnya kemudian membantu Lavender berdiri dengan benar seperti pertama kali.
“Udah, sana berangkat.” kemudian Kei ikut berjalan mengikuti Lavender hingga ke titik kumpul tim basket yang akan berangkat turnamen pada hari ini.
Sebelum menaiki bis, Lavender menoleh lagi ke belakang. Ke arah Kei. Ia tersenyum sebentar kemudian mengayunkan tangannya. “I love you.” yang bisa Kei asumsikan berdasarkan pergerakan bibir Lavender yang dilihatnya.
Kei tersenyum lebih lebar, membalas pamit Lavender dengan ayunan tangan mungilnya dengan semangat.
“I love you too.” bisiknya kemudian.
Ia tak tahu apakah Lavender menyadari itu, ia juga tak tahu apakah Lavender melihatnya membalas perkataannya. Ia tak begitu peduli, sebenarnya. Karena yang terpenting sekarang hanyalah perasaan keduanya yang tengah berbunga-bunga, perasaan yang sebelumnya tak pernah ada, kini ada dan uniknya.. berada di tengah-tengah perpisahan singkat mereka.