langit tampaknya terlihat sama murungnya dengan yang sedang mengunci diri di kamar apartemen. heaven kembali dilanda ketidaktahuan akan ke arah mana dirinya berlari jika tautannya dengan farrel tak lagi terpaut seperti seharusnya.

“harus balik ke gue yang putus asa? atau gue yang sama sekali gak punya arah?”

“arghhh!” teriaknya sambil mengusak rambutnya kasar.

“apa-apaan, sih, anjing. pelukan di tempat umum, ngefoto diupload di sosmed. ini kebohongan terbesar lu, farrel, gue benci kebohongan. gue benci lu.”

disaat yang lebih muda sibuk bertengkar dengan dirinya sendiri, farrel membuka pintu apartemennya acak, menimbulkan bunyi braakkk! pada pintu itu. kemudian berlari, mencari presensi yang tak kunjung ia temukan.

“gue telat, ya, ven?” gumamnya sambil hendak membuka ruangan terakhir—kamar yang ia tempati bersama heaven untuk tidur.

hiks!

saat isakan itu terdengar, farrel mendongakkan kepala cepat.

“ven!”

“jangan deketin gue. berdiri di tempat lu sekarang.” perintah heaven sambil jarinya menunjuk ke sembarang arah—tanpa mendongakkan kepalanya.

“ven, aku minta maaf..”

heaven diam.

“ven, harusnya aku jujur. maaf, aku gak tau bakal kaya gini.”

heaven masih juga diam.

“ven, aku gak ada maks—”

“gak ada maksud bohongin gue? itu yang mau lu omongin?” selanya dengan nada yang lebih tinggi, jangan lupakan penampilannya yang berantakan. matanya membengkak juga merah, hidungnya pun sama.

pundak farrel seketika melemah setelah melihat penampilan heaven yang seperti itu. terlihat sangat kesakitan dan semua karena ulahnya.

“sayang, maaf..”

“lu mau kita udahan aja? itu mau lu?”

“enggak, ven. aku gak mau putus. gak bakalan mau.”

“YA TERUS KENAPA BOHONG, ANJING???”

“LU TAU GUE GAK SUKA DIBOHONGIN. LU JUGA TAU SEKALIPUN LU JUJUR, GUE GAK AKAN NGEHAKIMIN LU. TAPI KENAPA YANG LU PILIH MALAH YANG BOHONG?”

“ven,”

“lu tau apa yang bikin gue makin marah?”

farrel hanya menunduk.

“gue selalu sabar-sabarin lu, farrel. gue hadapi semuanya dengan tenang dari dulu, gak ada gue sangkut-pautin tiap masalah kita sama emosi gue. gue selalu berusaha memaklumi semua kegiatan lu, lu juga sebaliknya. tapi gak tau kenapa kali ini lu bohong sama gue, lu ketemuan sama orang. DI MARRIOTTS, ANJING, GIE, MARRIOTTS ITU TEMPAT GUE! TEMPAT KITA! KENAPA LU BAWA DIA KESANA? HAH?”

“gak selesai disitu ternyata. lu hide status wa lu dari gue cuma buat bikin status sama tuh cowok,”

“kalo udah gak sayang sama gue, udah gak percaya sama gue, lu ngomong aja, gie. jangan kaya gini. gue gak bakal ngehalangin lu kok. gue bisa pergi sekarang juga kalo itu mau lu. tapi asal lu tau, sebelumnya gue gak pernah nyerah buat lu, gue perjuangin semuanya buat lu, bareng lu, dan andai lu tau gimana sakitnya gue setelah tau balesan dari semua yang udah gue lakuin, ternyata ini.”

“gue pamit.” final heaven, kemudian ia beranjak dari kasur king size itu, mengeluarkan baju-bajunya yang selalu tertata rapi di dalam lemari apartemen farrel.

saat hendak memasukkan bajunya ke koper, lengannya dicekal kemudian badannya diputar-balikkan dengan cepat. farrel memeluknya erat.

“lepas.”

“maaf,”

“gue bilang, lepas.”

farrel menggeleng kuat, “maafin aku, ven.” katanya.

“lepas, rel. gue bilang, lepas, anjing!”

kemudian tangisnya kembali terdengar memenuhi seluruh ruangan. heaven yang lemah, memanglah heaven yang lemah. heaven hanya lemah, obatnya cuma peluknya farrel.

“lepasin. gue—gue gak mau dipeluk sama pelukan bekas orang lain.”

“sayang, dengerin aku dulu..”

dengan itu, tangisan heaven berangsur-angsur semakin keras.

“hey, dengerin aku ya?”

“dia namanya, weasley. he's my first. mantan cowo pertama aku,”

“ya kan! aku emang gak ada apa-apanya kalo disandingin sama dia! udah, lepasin aja, kamu bisa balik sama dia kok, biar aku yang—” sela heaven ribut.

“sssuutttt. aku belum selesai.”

sambil mengusap-usap punggung bergetar milik heaven, farrel melanjutkan ucapannya. “dia mau pergi. berobat ke luar negeri. dia bilang, kalo aku gak balik, tolong maafin semua kesalahn aku sama kamu ya?. awalnya aku gak mau karena denger omongannya ngelantur banget. tapi sampe di akhir pembicaraan, dia bilang, dia berobat ke luar negeri pun kesempatan dia buat sembuh gak sampe 10%. makannya dia nemuin aku hari ini dan bilang semuanya, mungkin buat yang terakhir.”

heaven yang mendengar itu pun sedikit meregangkan pelukannya, menatap farrel, berusaha mencari secercah kebohongan yang mungkin dapat ia temukan tenggelam di dalam sana.

“kamu tau? awalnya aku tolak mentah-mentah waktu dia minta ketemu. dia itu.. cinta tapi juga luka pertama aku, dan rasanya gak biasa aja waktu aku rasain itu. bikin aku gak mau ketemu sama dia. memori lama bakal tergugah lagi kalo aku liat mukanya, itu pasti.”

“terus hiks akhirnya kamu ketemu hiks, gimana?”

“aku berdamai sama keadaan, sayang.”

“weasley mungkin cuma butuh tempat mengadu kali ini, weasley juga mungkin cuma butuh peristirahatan terakhir sebelum, amit-amit, dia beneran dipanggil sama Tuhan. dan kita sama-sama manusia biasanya, aku gak bisa terus-terusan kaya gini, ngebiarin dia jalan ke depan tapi dihantui masa lalu yang sebenernya belum selesai dan jauh terkubur di belakang. bisa aja itu malah makin nyiksa dia di kehidupan selanjutnya.”

“soal cowok yang aku peluk, aku kira selesai. giliran masalah status wa dan kebohongan.”

heaven kembali membawa wajahnya pada perpotongan ceruk leher yang lebih tua.

“maaf, ya, aku malah lebih milih bohong sama kamu. aku takut. aku takut kalo aku ngomong, nanti aku kehilangan kamu.”

“nyatanya.. semakin besar kebohongan aku, semakin lebar juga pintu buat kamu melangkah keluar dari hidup aku terbuka. aku bisa liat kamu berdiri di ujung pintu itu hari ini, dan aku marah sama diri aku sendiri karena itu. i fucked up.”

“sayang, aku gak pernah ada niat selingkuhin kamu. sesayang apa aku sama weasley, secinta apa aku sama dia, seberharga apa perasaan aku ke dia.. itu cuma kenangan, semuanya cuma dulu. masa lalu yang baru aja aku selesaikan hari ini. kalo tentang hari ini, kamu tau siapa yang ngisi kekosongan aku semenjak kita ketemu..”

“itu bakalan kamu dan selalu kamu...” ucap farrel panjang lebar.

heaven kembali menatap farrel, sambil mengusap-usap matanya yang membengkak dengan ujung sweaternya yang kebesaran. “bener kaya gitu?” tanyanya dengan bibir manyun.

“bener, sayaaanggg.” balas farrel kemudian melayangkan kecup di pucuk kepala yang lebih muda.

“terus story wa nya?” tanya heaven lagi.

“maaf juga aku sembunyiin story wa aku dari kamu, tapi kayanya itu kepencet, sayang.. karena tadi waktu mau chat kamu, weasley tiba-tiba meluk aku kenceng aku gak bisa ngapa-ngapain selain masukkin hp ke kantong.. itu pun hpnya ketekan-tekan pake jari aku.. kamu boleh marah lagi kok kalo misalnya gak percaya, kamu dengerin penjelasan aku kaya gini aja aku udah bersyukur banget.”

“maaf ya, sayang, ya?” ucap farrel.

heaven kemudian mengangguk tipis.

“maaf juga akunya kesulut emosi duluan, udah marah-marah bahkan sampe bawa-bawa putus.”

“iya, nih. better don't say that word again, honey, will you?”

“kamu juga, jangan bohong-bohong lagi.”

“aku sayang kamu, ven, bangetttt. makasih, ya, udah maafin aku?”

“jangan bawa siapapun ke marriotts habis gini.” gumam heaven dalam dekapan farrel. yang diomeli hanya terkekeh. “iya, iya, sayang. siaaapppp, bakal cuma kamu dan selalu kamuuuu.” katanya.

selesai.