Jealous kok, tapi masih denial aja.
cw // kiss
Sesaat setelah sesi makan bersama selesai, Kei dan kawan-kawan memilih melanjutkan kegiatan mereka dengan bermain. Dari UNO card, remi, ular tangga, sampai Truth or Dare sudah mereka lakukan. Saking asiknya bermain pun, mereka kelupaan jika waktu tengah menunjukkan hampir 12 malam.
Mereka ini.. bukan tipe-tipe remaja yang sebelum jam 10 harus pulang. Lihat saja buktinya? Mereka masih asik ngobrol, ngegibah, bahkan sesekali ketiduran sebentar.
Satu persatu teman mulai pamit pulang, mengingat waktu sudah terlalu malam. Seperti biasa, yang pertama kali pamit pasti Raian. Kei awalnya khawatir karena Raian sendirian, tapi semenjak ada Yoel, Raian jadi sering ditebengin sama dia. Aman lah.
Hingga kini tersisa Riga, Dave, Kei dan Lavender saja. Jangan tanyakan dimana Bundanya Kei karena beliau pasti sudah terlelap sekarang. Sedangkan Morgan, Abangnya Kei, entah sudah kelayapan sampai mana.
“Lo gak balik juga, Rig?” tanya Lavender sambil mengusap-usap lutut seseorang yang tengah nyaman duduk di pangkuannya. Siapa lagi kalau bukan Kei? Sesaat setelah sang Bunda dan Abangnya meninggalkan tempat, Lavender langsung beraksi tanpa rasa takut dan tahu malu. Lavender menyembunyikan wajahnya di punggung mungil Kei, menghirup wangi yang menguar dari rambut lebat Kei, dan menhujani pipi gembil Kei dengan kecupan kupu-kupu. Ia terus menggoda Kei sampai akhirnya Kei pasrah dan memilih duduk di pangkuannya. Tanpa menyadari jika ada seseorang yang sebenarnya tengah terbakar api kekesalan disana.
“Biar apa kalo gue balik sekarang? Lo mau buat aneh-aneh, ya?”
Lavender hanya memekik.
“Auriga, mau gue kasih sentuhan kecil di kepala, gak?” sahut Kei sarkas.
“Ampun. Ini loh, udah mau pulang.”
“Dia tuh kalo pulang gak langsung pulang, Can, sebenernya.” tukas Lavender.
“Elo juga kali. Gak usah cari-cari kesalahan gue.” protes Riga kemudian memakai jaket kulitnya, hendak meninggalkan kediaman Kei sekarang juga.
“Eum.. kalo gitu, gue pamit duluan dah.” ucap seseorang yang sedari tadi tak terlalu banyak berbicara. Itu Dave.
“Oh, pulang sekarang?” Kei basa-basi. Dave kemudian balas dengan anggukan.
“Nitip salam ke Bunda lo, ya. Maaf gue gak pamitan langsung.”
“Gak papa. Lagian udah tidur juga si Bunda.”
Dave terlihat terburu-buru saat memakai hoodie dan merogoh saku celananya—mencari kunci motornya. Entah kenapa, hati Dave terasa mencelos setiap kali melihat betapa nyamannya Kei terduduk di pangkuan adik tirinya itu. Ada sesuatu dalam diri Dave yang membuatnya seakan tak terima dengan sikap “show off” yang mereka berdua tunjukkan itu.
Sebelum keluar dari rumah Kei sepenuhnya, langkah Dave terhenti saat sebuah suara menginterupsi pendengarannya.
“Lo dicari Bunda. Mampir. Kalo ada waktu.” Ucap Lavender segan. Terdengar ada tekanan di setiap kata yang ia ucapakan.
Dave kemudian balas dengan anggukan kemudian pergi meninggalkan rumah Kei.
“Gue balik. Jangan zinah, lo berdua. Awas aja.” peringat Riga kemudian ia juga menyusul Dave, meniggalkan rumah Kei.
Lavender memantau dua pemuda yang baru saja keluar dari rumah Kei dengan seksama. Sampai tak sadar jika si cantik yang berada di pangkuannya itu tengah kebingungan.
“Kenapa, Cantik?” tanya Lavender karena merasa Kei terlalu banyak bergerak, menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri, menunggu penjelasan dari Lavender.
“Apa maksudnya?”
“Dicari Bunda? Maksudnya Dave dicari sama Bundanya kamu? Kalian sedeket itu? Sejak kapan? Tapi kelihatannya kalian rival level hard, tuh?”
“Apa sih, ini aku doang yang gak tau?”
Pertanyaan Kei yang bertubi-tubi itu malah membuat Lavender gemas. Kei tak sadar jika bibirnya mengerucut dan pipinya menggembung.
“Aku jelasin besok, boleh? Ini udah malem banget, Can. Udah waktunya tidur.”
“Tapi..”
“Gak usah gusar gitu mukanya. Gak ada yang lagi aku sembunyiin dari kamu, Sayang. Sumpah.” katanya menenangkan Kei.
“Aku pulang dulu, ya, kalo gitu? Kita ketemu lagi besok. Oke, Cantik?” tambah Lavender.
“Hati-hati.” ucap Kei kemudian dengan setengah keberanian yang terkumpul, ia mengecup bibir Lavender kilat.
Saat Lavender hendak membalas, Kei justru menjauhkan wajahnya. “Jangan. Jangan dibales. Aku belum siap bangeeet. Maaf, itu tadi kelepasan..” cicitnya, suaranya memelan di ujung kalimat.
Kei takut-takut. Ia takut Lavender tak terima dengan sikap kekanakannya itu. Namun, yang Kei terima malah usakan ringan di rambutnya. “Gemes banget ini pacar siapa, siihhh? Hmmm?” goda Lavender sambil mencubit-cubit pipi Kei.
“Pacarnya kamuuuu. Udah sana pulang, habis itu bobo. Katanya udah malem, kan? Dah, sana-sana.” usir Kei membuat Lavender tertawa semakin kencang.
“Love you, Cantik. Pulang dulu, ya.”
Dapat Kei lihat Lavender memasuki mobil dengan aman. Lavender kemudian melajukan mobil dan meninggalkan rumahnya.