Inginnya Terpenuhi
Membuka mata tepat pada saat matahari menyiratkan terang pada gelap kamar tidur Farrel. Yang baru saja membuka mata itu kini bertambah usianya.
Mendapat ucapan selamat dari puluhan orang tersayang, salah satunya dari Heaven—si paling yang tersayang, matanya yang masih sayup-sayup terbuka pun kini sepenuhnya melengkung membentuk bulan sabit. Ia tersenyum senang.
Masih asik membalas pesan dari Heaven sambil menyamankan diri di balik selimut hingga pesan terakhir yang membuat jantung Farrel seakan berhenti berdetak sementara.
“Ayo ke panti.”
Yang dikatakan Heaven.
Baru saja kemarin ia kembali dihadapkan dengan pilihan sulit antara perbedaan pendapatnya dengan Heaven, ternyata Tuhan memberikan balasan yang jauh lebih indah hari ini.
Maka dengan itu, Farrel beranjak secepat mungkin menuju kamar mandi.
—
Kini Farrel sudah berada di depan kos Heaven. Menunggu yang lebih muda mengunci pintu kosnya.
Farrel kembali memeriksa penampilannya di layar gawainya saat mengetahui Heaven berjalan mendekat.
“Udah, udah gantenggg.” goda Heaven saat membuka pintu mobil Farrel.
Setelah Heaven menyamankan posisi duduknya, Farrel meraihkan kepala yang lebih muda untuk ia kecup dahinya sebentar. Cup, “Thank you, Baby.” katanya kemudian menjalankan mobilnya ke panti asuhan.
Selama perjalanan mereka terus membicarakan tentang anak-anak. Entah usia, makanan kesukaan, hobi, bahkan jenis kelamin apa yang akan mereka pilih hari ini.
Hingga akhirnya Farrel menatap Heaven sekilas.
“Aku mau anaknya cowok. Boleh?” katanya sambil membawa tangan Heaven untuk ia kecupi. Tenang, pandangnya masih fokus pada jalanan kok.
“Cowok atau cewek, aku gak masalah. Aku udah ngeyakinin diri aku buat siap sama apapun yang ada di depan aku. Aku gak akan menutup diri aku lagi. But it sounds cool if we have boy. Kita bisa jadi trio!” ucap Heaven sambil bercanda. Tuhan sungguh memberinya keputusan terbaik hari ini, sesuai dengan doanya kemarin malam.
“Kamu pasti udah nyiapin nama buat dia ya?” tanya Heaven.
Farrel tersenyum malu. “Udah, hehehe.” katanya.
“Siapa coba?”
“It's Given.”
“Given Putra Dirgantara.”
“Cool, isnt it?” tanya Farrel sedikit menyombongkan diri.
“That actually.. SLAY!” balas Heaven membuat Farrel tersenyum lebih lebar dari pada sebelumnya.
“Jangan bilang.. Given tuh..”
“Iya. Augie Heaven.” sela Farrel.
Heaven yang mendengar itu pun langsung menggelengkan kepalanya, sedikit tersipu dengan ide tengil Farrel. “Bisa-bisanya dia.” gumamnya tak terdengar oleh Farrel.
“Maaf ya dadakan banget, aku gak tau bakal dibolehin apa gak sama pengurus pantinya kalo kita dadakan gini. I'm so sorry.” ucap Heaven.
“Aku udah sering ngobrol sama Ibu pantinya kalo lagi senggang. Pasti dibolehin.”
Heaven terbelalak mendengar penuturan Farrel.
“DEMI APA KAMU MAIN RAHASIA-RAHASIAAN YA SEKARANG?” ucap Heaven hampir menjewer telinga Farrel karena kesal.
“Cup, cup, Sayang. Marahnya nanti dulu yaaaa? Kita udah sampe.”
“Siap?” tanya Farrel meyakinkan Heaven untuk yang terakhir kali.
“Will never be not ready.” katanya kemudian keduanya bersamaan keluar dari mobil.
Keduanya bersamaan keluar juga dari dunia dan zona nyaman mereka sendiri. Siap menjaga jiwa baru yang akan hidup di tengah-tengah mereka. Siap untuk sama-sama saling membahagiakan, bukan lagi sebagai pasangan tapi sebagai keluarga.