📍 Rumah Naya

tok tok tok

“Permisiii, Tuan Putriii, Haksa udah di depan.”

Ya astaga, itu pasti Haksa. Harus banget teriak-teriak loh?? batin Gue.

“IYA BENTAR BENTAR OTW.” balas Gue sedikit berteriak dari dalam rumah.

“Masuk aja, Tuan Pangeran.”

“Hehe, lagi ngapain Bu?”

“Habis ngasih makan komodo di belakang.”

“Wih serem banget.”

“Kamu bawel, Sa. Buruan masuk disitu banyak nyamukkk.”


Gue dan Haksa sudah di depan tv dan membuka buku tulis masing-masing, siap untuk mengerjakan PR sejarah.

“Langsung aja kali ya?” tanya Haksa.

“Btw, tadi aku ngajak Jeni, Sa. Tapi dia gak bisa, gak asik.”

“Jeni yang serem itu?”

“Aku cepuin ya ke dia biar kamu dipelototin ampe ngompol.”

Berakhir kami berdua terkekeh setelah membicarakan betapa menyeramkannya Jeni, sorry Jeni.

“Aku tuh males loh, Nay. Liat ini materinya sebanyak ini, males bacaaaa.”

“Itu sedikit, Haksa. Baca dulu makannya.”

“Ayo cepet-cepetan, yang selesai duluan boleh rebahan. Berani gak?” tanya Haksa.

“Berani lah, paling kamu selesainya besok hahahaha.”

“Mari kita lihat.” balasnya sambil menaik-turunkan alisnya.

Suasana di ruang tamu Gue seketika sunyi tapi gak lama dari itu Haksa dengan kencangnya membaca arahan dari tugas sejarah yang bakal kami kerjakan,

“Setelah kalian mempelajari materi tersebut, buatlah tabel tentang upaya pemerintah dalam mengatasi pemberontakan dan pergolakan daerah untuk memperkuat pemahaman kalian tentang materi tersebut.”

Sengaja mau mengecoh konsentrasi Gue ya anak satu ini, batin Gue.

“Nay, udah sampe nomer berapa? Faktor terjadinya G30SPKI ada di paragraf berapa? Aku gak nemu.”

“Ada Haksa, dibaca yang teliti.”

“Nay, gak nemuuuu.”

“Aduh iya bentar-bentar aku dikit lagi nulisnya, kalo sampe aku nemu kamu beliin aku Pecel Lele depan sekolah besok.”

“Aman kalo itu mah.”

“Ini loh ada, Antariksa Haksa.” yang diajak bicara ternyata malah asik bermain handphone.

“Haksa kamu dengerin aku gak? Niat ngerjain PR gak?”

“Iya-iya maaf-maaf, jangan marah, serem Nay. Tadi yang mana? hm?”

“Gak marah. Ini dah buruan, ada di paragraf ke 5 ituloh, di page ke-3. Mulai dari Amir Syariffudin selanjutnya kamu rangkum sendiri.”


“Dah selesai! Yah kamu belum yaaa.” ledek Haksa.

Padahal Gue lebih dulu selesai tapi yaudah pura-pura belum aja biar Haksa bisa rebahan, matanya item banget, kurang istirahat apa ya? batin Gue.

“Ya deh yang udah selesai, dah sana rebahan hus hus.”

Setelah Gue menyuruh Haksa rebahan, Gue kaget. Bocah tengil ini malah tidur di paha Gue, mentang-mentang gak ada bantal di dekat tempat kami duduk.

“Izin make bentar ya, Tuan Putri. Pangeranmu lagi capek.”

“Gue toyor juga Lo lama-lama, tengil bat hihhh.”

“Hehe.”

Akhirnya Gue mengiyakan izinnya untuk meminjam paha Gue sebagai alas tidurnya. Haksa yang sedang terlelap ternyata jauh lebih menenangkan daripada Haksa yang begajulan.

Warna kulitnya yang gak biasa, yaitu caramel, rambutnya yang agak rusak kayaknya bekas cat rambut, dan tahi lalat yang super banyak di bagian wajahnya, bahkan di lehernya pun ada. Kayaknya tahi lalat betah banget hinggap di wajah Haksa ya? Ya iyalah, hinggap di wajah tampan siapa yang gak mau?

Naya being whipped for Antariksa Haksa hours started again.

“Puas gak liatin muka aku? Kalo belum puas aku mau merem lagi.” asal suara yang muncul tiba-tiba dari mulut laki-laki di pangkuan Gue.

“APAAN SIH UDAH SANA BANGUN.”

Karena muka Gue yang mulai panas karena menahan malu, Gue reflek mendorong Haksa supaya segera bangun dari posisinya tapi apa yang terjadi?

“Tanganmu mana sih Nay?” tanyanya sambil mencari tangan Gue dengan posisi mata masih tertutup.

“Ngapain?” balas Gue.

Setelah mendapati posisi tangan Gue, Haksa mengarahkan tangan Gue ke kepalanya, “Puk, puk.” katanya.

Buset bayi gede kah ini? Pengen Gue cubit! batin Gue.

Malam ini gak berjalan begitu panjang kok, seperti biasa, Haksa selalu hobi menggoda dan meledeki Gue. Haksa pulang dari rumah Gue setelah semuanya bener-bener beres.