Heaven Gak Mau Pulang.
Ceklek
Terdengar pintu mobil terbuka, menampilkan Heaven dengan senyum datar dan wajah lelahnya di sana. Sempat beradu tatap pula dengan Farrel hampir 2 menit lamanya.
“Masuk, Sayang. Dingin di luar.” tegur Farrel kemudian Heaven masuk dengan gerakannya yang lemas. Sebelum menggunakan sabuk pengaman, Heaven lebih dulu menghadap belakang—hendak menaruh barang bawannya di jok belakang. Sedangkan Farrel mengambil kesempatan itu untuk mencuri satu dua kecup di pipi dan bibir yang lebih muda.
“Eumh! Jangan cium-cium!” protes Heaven sambil mengusap bekas kecupan Farrel.
Sang pelaku justru terkekeh kesenangan. Heaven yang merajuk adalah Heaven favoritnya.
“Udah kan? Jalan sekarang, ya?” tanya Farrel kemudian dihadiahi anggukan oleh yang lebih muda.
—
Heaven yang tenaganya tak lagi cukup jika dibuat berbicara pun akhirnya diam saja hingga setengah perjalanan telah berlalu. Sesekali menoleh menatap yang lebih tua sedang fokus menyetir, tanpa ada rasa ingin bertanya soal akan pergi kemana mereka hari ini.
“Udah puas belum natap akunya?” goda Farrel tanpa balas menatap mata Heaven. Tentu saja ia tahu, sudut matanya kerap kali mendapati Heaven sedang menatapnya lamat.
“Tsk.” Heaven hanya merespon dengan decakan.
“How's your day today?” tanya Heaven lemas tak bertenaga.
“Not so bad, but not so good too. Kamu? Capek banget, ya?”
“I am. Ada aja yang salah dan eror di kantor tadi. Siaran aku jadi gak maksimal rasanya,”
“My boyfriend hates imperfect things. I almost forgot about it.” sela Farrel. Heaven yang mendengar itu kemudian melayangkan kekehannya untuk yang pertama kali. “You know me too well. I hate you.” balas Heaven.
“Maaf, ya, aku tadi chat tanpa tau situasi dan kondisi kamu, bikin kamu bad mood juga.” ucap Farrel sambil mengusak rambut yang lebih muda.
“Gak papa, kali. Mood aku itu urusan aku, Gie. Lagian gak bisa juga kalo misalnya kamu harus ngertiin sikon aku padahal kita lagi gak sama-sama. That's impossible.”
Farrel balas dengan anggukan.
“Ini kita mau kemana, sih?” tanya Heaven, akhirnya.
“Akhirnya nanya juga,” Farrel terkekeh. “Cari nasi goreng jawa, bentar, ya? Habis itu udah kok, balik.” lanjutnya.
“Ih, mau.” sahut Heaven. Ih, mau yang harusnya menggunakan nada antusias, kali ini nadanya lemas. Membuat Farrel tertawa sejadinya.
“Tapi,” Heaven belum selesai dengan kalimatnya.
“Tapi apa, Sayang?”
“Kalo habis beli nasgor balik, pelukannya kapan?” tanyanya gamblang.
Farrel dibuat tertawa terbahak-bahak kali ini. Heaven memang paling bisa.
“Di kos-an kamu aja, ya? Nasi gorengnya dibungkus aja. Kita makan di kos.” katanya sambil memakirkan mobilnya di tempat yang tersedia.
Farrel bersiap turun untuk membeli nasi goreng itu hingga rengekan Heaven mengudara, membuat aktivitasnya terhenti seketika.
“By????” panggil Farrel, ia keheranan.
“Heaven ndak mawu puyang..” rengeknya sambil menghentakkan kedua kakinya. Heaven tengah berevolusi menjadi Heaven yang tak diketahui publik.
“Sayang...”
“Mau nginep di apart kamu. Gak mau ke kos. Males ke kos. Kalo kamu pulangin ke kos, mending aku—”
“Ssstttt!” sela Farrel mengarahkan telunjuknya di depan mulut Heaven. “Iya, iya. Pulang ke apart aku, ya? Udah ngerengeknya, aku gak bisa pesen kalo kamu giniii.” ucap Farrel.
Heaven kemudian mengangguk menurut.
“Ikut turun apa gak kamu?” tanya Farrel.
“Disini aja.”
“Jangan nakal!” tukas Farrel kemudian mengecup asal pucuk kepala Heaven.
—
Farrel kini sudah kembali ke dalam mobil setelah kurang lebih 20 menit menunggu antrian.
Namun, ia rasa ada yang berbeda.
Harusnya yang sedang kelaparan perutnya, tapi ia rasa kini nafsunya yang lapar. Butuh dipuaskan.
Farrel meneguk ludahnya hati-hati saat tak sengaja melihat Heaven yang sudah tak lagi menggunakan pakaian kerjanya dengan benar. Seharusnya, masih ada jas hitam, kemeja, dan dasi yang terpasang rapi di situ, namun kini hanya tersisa kemeja putih saja. Dengan lengan yang ditekuk hingga siku, juga kancing atas yang terbuka hingga dua kancing.
“Stop looking at me like that.” protes Heaven, padahal batinnya merasa menang karena rencananya menarik perhatian Farrel berhasil.
“Are you gonna eat me, Sir? Tatapan kamu serem, ih!” protesnya lagi.
“Boleh emangnya?” tanya Farrel sambil memakai sabuk pengamannya cepat-cepat, tanpa memutus pandangannya dari dada Heaven yang sedikit terekspos.
“Mau emangnya?” tanya Heaven balik.
“Fuck. Why not???”
“Woah, woah. Calm down.” sahut Heaven sambil terkekeh.
“Just wait. Aku mau nyetir dengan tenang dulu. Don't disturb me.” pinta Farrel kemudian mulai menjalankan mobilnya.
—
“Kamu tau lagunya Doja Cat yang judulnya You Right, gak?” tanya Heaven.
“Puter aja, Sayang, kalo mau dengerin. Aku gak tau.”
Kemudian Heaven menyambungkan handphonenya dengan speaker mobil Farrel. Sebetulnya perjalanan menuju apartemen Farrel sedikit lagi, tapi dua orang ini tak suka kesepian.
I got a man, but I want you I got a man, but I want you And it's just nerves, it's just dick Makin' me think 'bout someone new You know I got so much to say I try to hide it in my face And it don't work, you see through That I just want get wit' you And you're right
Bait pertama membuat pikiran Farrel terbang kesana-kemari. Heaven memang. Haduh.
“Aku gak kemana-mana, pelan-pelan aja bawa mobilnya.” ucap Heaven sambil mengusap paha Farrel—setelah mengetahui Farrel menambah kecepatan mobilnya.
Farrel cepat-cepat menempelkan entrance card saat sudah berada di pintu masuk apartemen. Ia pun menoleh ke kanan dan kiri guna mencari tempat parkir yang kosong, sekaligus strategis.
Heaven sempat mendekatkan badannya ke arah Farrel. “Cari yang agak gelap. We do it right here.” katanya.
“Fuck, Heaven.”
Kemudian Farrel segera memakirkan mobilnya di tempat yang sedikit redup pencahayaannya, seperti yang Heaven katakan.
Setelah mematikan mesin mobilnya, Farrel menghela nafas kasar.
“Kamu mau apa sih, Sayang?” tanyanya.
“Bukannya kamu yang mau? Katanya mau peluk aku tadi?”
“Tapi..”
“Tapi maunya lebih?” goda Heaven menyela ucapan Farrel.
Farrel mengangguk kecil, tanpa menatap yang lebih muda.
“Emang mau apa?” tanya Heaven, dasar penggoda ulung.
“Can I kiss you?” tanya Farrel gamblang.
“Like I said. I'm all yours.”
Kemudian Farrel menarik Heaven untuk duduk di pangkuannya. Tanpa basa-basi, Farrel langsung memeluk Heaven erat. Ingat tujuan pertamanya, kan? Ingin minta peluk dari Heaven.
“Capek banget, ya?” tanya Heaven kemudian membalas pelukan Farrel tak kalah erat.
Alih-alih membalas, Farrel justru memainkan nafasnya di dada Heaven yang tak lagi tertutup dengan kain.
“Mmhh! Geliiii.”
Cup
“Gie..” rengek Heaven.
“Baru juga dikecup udah ngerengek.”
Heaven kemudian berdecak.
Farrel tak lagi menghiraukan rengekan dan protes dari Heaven. Ia sudah sibuk dengan dunianya sendiri—menghisap tulang selangka Heaven adalah dunia yang dimaksud.
Entah sajak kapan kancing kemeja Heaven sudah terbuka hingga memperlihatkan tulang selangka bahkan benda berwarna cokelat yang tengah mencuat.
“Ahhh.. Augie..”
Kecupan Farrel turun ke arah benda kecokelatan itu setelah mendengar desahan Heaven.
Farrel mendongak sebentar, matanya bertemu dengan yang lebih sayu di atas pangkuannya.
Farrel kembali memejamkan matanya kemudian meraup puting Heaven sepenuhnya. Menganggap seakan benda itu besar ukurannya, Farrel meraupnya berantakan.
“Ahhh!“
“Augie, uda—ahh!” pinta Heaven.
“Augie, kita masih di luar. Mmhh!“
Plop!
Bunyi yang dihasilkan Farrel setelah melepaskan raupan mulutnya dari sana, saking eratnya.
“Sorry.” katanya kemudian menutup dada Heaven yang terekspos dengan menarik kemeja Heaven menggunakan tangannya yang bebas.
“Maaf, ya? Kelewatan, ya, akunya?” katanya lagi sambil mengancingkan kembali kemeja Heaven yang berantakan karena ulahnya. Tak lupa merapikan rambut Heaven juga.
Heaven hanya terkekeh.
“Maaf, ya, aku gangguin acara kamu. Aku takuttt.” katanya, kemudian sedikit mendekatkan wajahnya dan berbisik, “Kita masih di luar soalnya.”
Keduanya terbawa tawa setelah itu.
“Aku kangen.” ucap Farrel sambil kembali memeluk Heaven.
“I know. Makannya aku milih nginep aja di apart kamu.”
“Nakal!”
“This naughty is your boy, anyway.” balas Heaven.
“Udah, yuk, turun.” tambahnya kemudian beranjak dari pangkuan Farrel.
“Lanjut di kamar aku ya?”
“BESOK KERJA, IH. GAK ADA YAAA!!!!”