“haiii,” sapa heaven setelah memasuki mobil farrel dan selesai memasang sabuk pengamannya. “dah yuk jalan.” tambahnya.
farrel hanya balas dengan anggukan, wajahnya merengut, tak secerah biasanya. namun heaven tak kunjung menyadari itu.
“tsk!“
farrel berdecak marah saat merasa persneling mobilnya macet. membuat moodnya memburuk.
heaven menoleh, terkekeh sebentar, kemudian menghela nafasnya.
“abang..” panggilnya.
sial, panggilan ajaib itu.
“kenapa, sih? hm? mau berhenti dulu?” tanyanya sambil mengusap tangan farrel yang dibuat mengenggam persneling.
“di persimpangan ada starbucks, mau berhenti dulu?” tanyanya lagi.
farrel menggeleng.
“ngomong, ih. jangan kaya anak kecil.”
farrel menoleh, “aku? aku kaya anak kecil?”
“ya.. kamu? kalo ada apa-apa tuh ngomong, sayang. jangan marah-marah sendiri gini, kan aku jadi ikutan bingung.”
“kamu kali kaya anak kecil.” sambar farrel.
“loh, kok makin marah?”
“ya, kamu pikir sendiri, deh.”
“apa sih, gie? aduh, aku nih udah cape jangan ditambah-tambahin deh.”
farrel memejamkan matanya sejenak, meredam emosinya dalam-dalam, enggan meledak karena yang sedang ia hadapi itu.. bukan orang lain. itu heavennya, kesayangannya.
“jauzie siapa?” ucapnya setelah meyakinkan diri cukup lama.
awalnya ia menatap heaven lamat-lamat, namun begitu heaven mengangkat kepalanya, farrel dengan sigap mengalihkan pandangannya ke arah yang lain. enggan menatap yang lebih muda.
terdengar kekehan ringan dari heaven setelah ia melempar pertanyaan itu.
“astaga.. kamu cemburu sama jauzie?” tanya heaven menoel-noel pipi farrel, hendak bercanda.
“tsk! jawab dulu jauzie siapaaa????”
“deketan, kek, biar aku bisa enak ngomongnya.” ucap heaven.
farrel akhirnya melepas sabuk pengaman dan mendekatkan posisinya pada yang lebih muda, badannya sedikit lebih condong ke depan. “apa?” katanya.
cup!
heaven curi satu kecupan di ranum milik farrel. hitung-hitung sambil bantu redakan emosi yang lebih tua.
“ngapain malah cium-cium?”
“yaudah enggak cium-cium lagi. awas, ya, kalo nanti ternyata malah kamu yang minta cium duluan?”
“buruan cerita, ah.”
“kamu tau dari jauzie, dia siapanya aku? kalian sempet chat bentar kan di hp aku?” tanya heaven sambil merapikan rambut farrel yang menghalangi matanya.
“mantan kamu.” balas farrel kesal, bibirnya maju 3 senti.
heaven terkekeh.
“bener, ya, dia mantan kamu?” tanya farrel, semakin kesal karena heaven tak kunjung beri penjelasan.
heaven kemudian mengangguk.
“ah, pantes. cakep kok dia, kamu juga cakep. cocok.” omel farrel tanpa menatap yang lebih muda.
“aku belum selesai ngomong, augieeee.”
“tapi dia emang ganteng, lebih ganteng dari aku. ya kan? mana tinggi, badannya juga atletis banget. tipemu bukannya yang kaya gitu?”
“iya, tipe aku.”
“udah lah, kamu bawa mobil aku aja. aku mau pulang jalan kaki.” sahut farrel sambil hendak membuka pintu mobil.
“eh, eh, eh! apa-apaan sih!!!” ucap heaven sambil terkekeh tak berhenti.
“tipe aku tapi dulu, gie. semuanya cuma duluuu. sama kaya kamu sama weasley, sama-sama dulunya. lagian aku sama jauzie udah selesai, dari lama bangetttt. we're done, even in a very good terms. makannya aku sama dia gak musuhan sampe sekarang, we're good, as friends.”
“udah jelas atau kamu masih pengen denger yang lain?” tanya heaven mengakhiri penjelasannya.
“terus harus banget peluk-peluk gitu?”
“jauzie itu kesini beberapa tahun sekali doang, gie, asal kamu tau. dia lanjut kuliah tuh di jerman, balik-balik cuma kalo ada waktu sama kalo emergency banget banget banget. selain itu ya dia gak bakalan balik. lagian, emang aku gak boleh peluk temen aku yang udah bertahun-tahun gak ketemu? pelukannya juga cuma sekali ini doang. kalo aku sama kamu, bisa sampe kapanpun pelukannya, ya kan? jangan cemburu, yaaaa?” ucapnya.
“aku gak ada perasaan apa-apa lagi ke jauzie, dia udah kaya ade aku. aku juga berkali-kali bilang gak ada yang bisa gantiin kamu. i love you on the first place, remember?” tambah heaven.
farrel yang mendengar itu mengangguk patah-patah. masih ragu dengan pernyataan heaven. foto heaven memeluk jauzie terlihat sangat mesra, membuat farrel takut, tentu saja.
“bener kaya gitu, ya? gak ada perasaan apa-apa, kan?” tanya farrel, diam-diam berusaha meyakinkan dirinya.
“iya, augie, gak ada. suwer!” balas heaven sambil mengangkat dua jarinya.
“tapi kalo kamu diajak balikan, kamu mau?” tanya farrel lagi.
“did you not believe me?” heaven melempar pertanyaannya kali ini.
“hm?” tegasnya.
“i do believe you. i love you, kalo kamu lupa.”
“i'd never forget. if you do believe me, then don't ask that kind of question ever again.”
“aku emang dulu secinta itu sama jauzie, tapi sekali lagi aku bilang, ITU DULU.” ucap heaven penuh penekanan. “sekarang ya sekarang. jauzie cuma masa lalu, sedangkan sekarang kamu rumah aku. paham sampe sini?” tambahnya.
farrel mengangguk lemah. heaven memang tak bisa dikalahkan sifat dominannya bila dihadapkan dengan situasi yang sedemikian. farrel bisa apa selain mengiyakan? lagian... jawabannya memang cuma iya.
“sini peluk, gak usah memble lagi kaya gitu.” ucap heaven berusaha cairkan suasana.
farrel kemudian berhambur ke pelukan yang lebih muda. memeluknya seerat biasanya. menghirup wangi cokelat dari ceruk lehernya. semuanya dilakukan seperti biasa.
“maaf aku ngeraguin kamu lagi, lagi, dan lagi..” ucap farrel sambil mengecup pelipis heaven sekenanya. “.. sekarang aku tau gimana rasanya jadi kamu waktu liat aku sama weasley kemarin. cuma bedanya aku yang sama-sama gak paham sama keadaan, milih bohong sama kamu, sedangkan hari ini kamu jujur banget sama aku dari awal.” tambahnya kemudian memperdalam pelukannya.
“pintu keluar ada di sebelah kiri, i can see it. tapi aku pilih mundur karena buat melangkah ke pintu keluar.. sama susahnya sama waktu aku melangkah ke pintu masuk. semua yang ada di kamu, semuanya kaya teka-teki. aku hidup dalam kebingungan, tapi aku gak pernah sekalipun mikir buat ngelepasin kamu gitu aja. i kept fighting for the answers. and then i got it. i got you, i got the happiness.”