Bagai Bunga yang baru Mekar.
Setelah bel pulang sekolah dibunyikan, Kei langsung beranjak dari tempat duduknya. Menghampiri Lavender yang masih berbincang ringan soal turnamen hari lalu.
“Tuh, udah ditungguin.” ucap salah satu temen membuat Lavender mau tak mau menyudahi perbincangan itu.
“Tumben cepet beberesnya? Biasanya aku duluan yang nyamperin.” ucap Lavender kemudian berjalan sambil menggandeng tangan Kei. Mereka meninggalkan ruang kelas bersama.
“Pengen makan sesuatu gak?” tanya Lavender sesaat setelah melihat di depan sekolah ramai sekali anak-anak yang mengantri jajanan. “Pengen McFlurry, bolehhh?” tanyanya antusias, matanya membola menunjukkan jika ia sangat ingin McFlurry itu. “Boleh, Cantik. Nanti mampir, ya.” sahut Lavender kemudian keduanya berjalan lagi menuju parkiran motor.
Sesaat setelah memesan McFlurry, Lavender dan Kei melanjutkan perjalanan. Mereka memutuskan untuk dibawa pulang saja.
Angin sepoi-sepoi menerpa kulit wajah Kei, rambutnya yang cukup panjang membuatnya hampir melahap rambut dari pada McFlurry yang sudah berada di ujung sendok. “Mendung, nih. Anginnya kenceng banget.” ucap Kei. Lavender hanya mengangguk.
“Laven, kenapa?” tanya Kei saat melihat raut wajah Lavender yang sedikit muram lewat kaca spion. “Hah? Gak papa, Sayang.” “Dimakan, gih. Keburu cair, tuh.” tambahnya kemudian. “Kamu mau disuapin gak?” Lavender kemudian mengarahkan tangannya yang bebas untuk mengusap lutut Kei, “Buat Keican aja, aku udah kenyang.” ucapnya. Kei pun mengangguk.
“Laven, kalo ada apa-apa cerita, ya?” pinta Kei karena ia merasa Lavender sedikit berbeda. Ditambah, helaan nafas Lavender membuat Kei semakin yakin jika Lavender pasti menyimpan sesuatu sendirian sekarang.
“Can, kita muter-muter dulu, mau?” tanya Lavender dibalas anggukan semangat oleh Kei.
Yang harusnya jarak rumah Kei tak sampai 10 menit, kini menjadi 20 menit lebih. Mengingat Lavender yang membawa keduanya memutari kota yang daerahnya cukup jauh dari rumah keduanya.
“Kei Cantik,” panggil Lavender.
“Iya, Kapten?” “Eh, agak pelan, Ven. Aku mau buang sampah.” tambah Kei setelah melihat ada tong sampah di dekat situ, kemudian menunjukkan plastik bekas McFlurry-nya.
“Oke. Udah.” ucap Kei setelah melempar plastik bekas McFlurry itu ke dalam tong. “Mau ngomong apa tadi?” tambahnya.
“Hmm,” “Kei,” “Kei Cantik, sayang sama aku, gak?” tanya Lavender retoris. “Sayang dong? Kalo gak sayang gak mungkin aku mau jadi pacar kamu.” sahut Kei.
“Beneran sesayang itu sama aku?” tanya Lavender lagi.
“Kapten, denger, ya. Mungkin rasa sayang aku gak sebesar rasa sayang kamu ke aku, tapi aku lagi berusaha kok. Aku juga mau bisa sayang ke kamu kaya kamu sayang ke aku. Aku mau bisa setulus kamu. Makannya, ini aku lagi usaha. Selama aku berproses, kamu jangan kemana-mana, ya? Disini aja, temenin aku.” ucap Kei panjang lebar.
“Ada yang ganggu pikiran kamu, ya?” tambah Kei membuat Lavender tersenyum simpul, Kei bisa melihat itu dari kaca spion.
“Aku sebenernya percaya 100 bahkan 1000% sama kamu. Buat sekarang, aku juga yakin sama diri aku sendiri. Yakin kalo kamu juga sayang sama aku. Meskipun aku gak tau sekarang kamu sayang sama aku kaya gimana, tapi aku gak pernah ragu sama kamu semenjak kamu bilang siap nungguin aku sampe kapanpun itu.”
“Terus yang bikin Kapten kaya gini, apa?” sahut Kei.
“Dave. Dave tadi ngungkit soal kalian yang di cafe itu.” ucap Lavender sambil melirik Kei dari kaca spion.
“Maaf. Maaf, aku sempet ragu. Ragu sama keputusan aku buat ambil langkah sejauh ini sama kamu. Ada perasaan takut kalo ternyata kamu masih tertinggal di belakang dan yang lagi sama aku sekarang ini cuma fatamorgana. Maaf, Keith.” tambahnya kemudian meraih dan menggenggam tangan Kei sekenanya.
“Maunya aku tahan karena aku percaya kalo kamu juga sayang sama aku, tapi gak tau, gak bisa aja rasanya. Maaf, ya? Padahal udah jelas kalo kamu lagi berusaha.” katanya lagi.
Kei kemudian tersenyum setelah mendengar penuturan Lavender.
“Kapten, kita baru mulai. Perasaan takut, khawatir, ragu itu wajar banget. Tapi jangan lupa buat ngelawan mereka, ya? Aku temenin..” ucap Kei kemudian melingkarkan kedua tangannya di pinggang Lavender. “..Jangan jadiin mereka kelemahan buat hubungan ini. Kita bisa kok, pelan-pelan belajar memahami satu sama lain.” lanjutnya.
“Lavender, aku yang sekarang lagi sama kamu bukan cuma fatamorgana. Ini aku. Aku yang sayang kamu, aku yang kamu ajak nonton basket setiap pulang sekolah, aku yang nangis dan minta ditemenin jalan-jalan sama kamu malem itu, aku yang kamu kasih dua buket besar habis itu kamu tinggal turnamen. Itu semua aku yang sama kaya aku yang sekarang. Jadi, jangan dengerin kata orang lain, ya? Percaya sama diri kamu, kaya waktu pertama kali.” tambah Kei kemudian menjulurkan jari kelingkingnya di depan wajah Lavender.
“Janji?” katanya.
Lavender tersenyum dan mengangguk semangat. Menatap Kei dari kaca spion kemudian membalas juluran kelingking Kei, ia tautkan dua kelingking yang ukurannya agak jauh berbeda itu. “Janji, Cantik. Aku janji.” ucapnya.
“I love you, Kapten.” kemudian Kei membawa tangan kiri Lavender untuk ia kecup punggung tangannya.
“I love you more.” sahut Lavender kemudian balas mengecup punggung tangan Kei juga.
Bagai bunga yang baru mekar, hubungan dua pemuda yang kini berada di atas vespa itu sedang dilanda gelombang kecil. Tapi, gelombang kecil itu tak berarti apa-apa karena keduanya mau bersama-sama berusaha. Semua ini bukan hanya soal perasaan saja, tapi soal waktu juga.