1 sembuh, 1 kambuh
saat semua orang bilang kalau dave tuh gak bisa kalo dipisahin sama kei, ternyata benar faktanya. dave yang selalu mencari kei dalam situasi apapun dan kei yang setia berada di sisi dave bahkan saat dave tak membutuhkannya.
kali ini, pemuda bernama keith senja kembali menerobos dinding pencakar langitnya demi yang sedang sakit di seberang sana. seketika tak peduli akan seberapa besar luka yang telah tertoreh, kei berlari.
sesampainya di rumah dave, kei langsung bertegur sapa dengan bundanya dave. kemudian seperti biasa, ia masuk tanpa basa-basi; anggap saja rumah sendiri.
matanya langsung tertuju pada ruangan yang pintunya terdapat banyak sekali tempelan stiker. itu kamar dave. kamar yang biasa ia singgahi sewaktu masih duduk di bangku SMP.
ia kemudian berlari. melewati 2 anak tangga sekaligus ketika derap langkahnya berjalan. belum sempat mengetuk pintu, ternyata sosok perempuan dengan tubuh lebih pendek dari pada dirinya muncul lebih dulu dari dalam kamar. sedangkan kei? ia masih kesusahan mengatur nafas. kalau dipikir-pikir lagi, rasanya seperti orang bodoh. berlarian demi seseorang.. ah, lupakan.
“eh—halo, khaira?” sapanya kikuk.
“langsung masuk aja, ka.”
kei kemudian masuk ke kamar dave. matanya langsung tertuju pada sosok yang tengah berbaring lemah—tak seperti biasanya. dave tertidur dengan 2 balutan selimut sekaligus. keduanya alisnya pun saling berpaut. kei seakan bisa merasakan seberat apa pusing yang tengah memerangi kepala dave.
“sakit apa sih di—”
“kei...”
belum sempat pertanyaan kei sampai pada tanda tanya, suara dave menginterupsi pendengarannya. membuat atmosfir percakapan di tengah-tengah kei dan khaira terasa canggung. bagaimana tidak? kenapa harus nama kei yang dipanggil padahal ada khaira, sang pacar, disini?
“kaya gitu tuh, ka, dari tadi.”
kei kemudian menepuk dahinya. tak habis pikir dengan kelakuan temannya itu. “sorry, ya, khai?” katanya. “gue boleh panggil khai, kan?” tambahnya.
“panggil ra aja, ka. khai cuma boleh ka david yang panggil.”
kei kemudian tersenyum pahit, seakan ingin membalas, kei juga cuma dave dan sahabat deket gue aja yang boleh panggil, tapi tentu saja ia urungkan. bukan masalah besar.
“lu mau pulang? ato tetep disini?”
“aku pulang deh, ka. percuma juga disini, ka david gak butuh aku. masa disini aku cuma ngeliatin ka kei ngerawat ka david doang.”
lagi-lagi kei tersenyum pahit.
“yaudah hati-hati. sorry gue gak bisa nganter.” ucapnya.
setelah khaira keluar dari kamar dave, kei bergumam sendirian. “sebenernya lu tuh niat ngerawat apa gak coba?” kemudian ia menggeleng-gelengkan kepala.
“hey,”
“dave,”
“bangun, yuk.. bentaran.”
panggil kei sambil menepuk-nepuk pundak dave, sesekali menepuk pipinya juga. sesuai yang dikatakan khaira, dave belum minum obat. maka, ia harus minum sekarang.
“kei..?”
panggil dave dengan suara seraknya.
“iya gue disini. ayo bangun duluuuu.”
seakan dirasuki sesuatu, dave langsung membuka matanya lebar dan merubah posisi rebahnya menjadi duduk bersila.
“santai kali. kaya liat setan aja.”
“gimana? katanya lu butuh gue? ini gue udah disini, terus lu mau apa?” ucap kei sekaligus.
“en-enggak.. gue cuma butuh lo. e-emang salah?” sahut dave gagap.
alih-alih menjawab pertanyaan super retoris dari dave, kei kini membuka bungkus obat yang sedari tadi tergeletak utuh di atas nakas. ia kemudian memberikannya pada dave. “minum.” katanya.
“sakit apa, sih?” tanya kei setelah melihat dave selesai meminum obatnya.
“gak tau. badan gue sakit semua aja rasanya, pusing, panas-dingin, kadang mual juga.”
“apaan banyak banget???”
“ya gue juga gak tau??? gue juga gak mau sakit.” sahut dave dengan raut muka sedih. “gak usah mewek. gak mempan.” tukas kei segera saat melihat wajah dave.
“kei.”
“hm?”
“jangan kemana-mana, ya?”
“maksudnya?”
“lo. jangan kemana-mana dulu. gue butuh lo. yaaa?” mohon dave.
permohonan yang sebetulnya rumpang. kata dulu dan gue butuh lo mencerminkan bahwa kei dibutuhkan hanya ketika dave sedang susah. ah, lagi-lagi, kei benci itu semua. benci fakta tentang dave yang datang ketika susah saja.
“kan ada khaira?” tanya kei setelah beberapa detik berkutat dengan pikirannya sendiri.
“khaira bukan lo. gue maunya lo.”
dave bodoh.
dave, tapi yang sedang ada di sampingmu kali ini cuma temanmu. kenapa malah inginkan temanmu dari pada pacarmu? memang kei seistimewa apa di matamu? dave, kalau kei diberi kesempatan untuk berucap, kei pasti akui bahwa sebetulnya dirinya yang paling sakit. bukan kamu, dave. tapi kei.